"Sayang kamu kenapa, boleh Abang masuk?" tanya Rizki terlihat panik."Uek ...uek!" terdengar dari dalam kamar mandi di dapur."Tok! Tok!"Nduk, buka pintunya ada apa toh, jangan buat Ibu khawatir!" ucap Bu Yati ikutan panik.Bu Salwa hanya tersenyum melihat mereka panik, beliau sudah yakin kalau sebentar lagi Ayu memberikan seorang cucu."Mungkin dia masuk angin kali, kerok saja badannya pasti hilang anginnya," celetuk Budhe Sri.Tak lama Ayu keluar dari kamar mandi, lalu Bu Yati memberikan segelas air putih hangat kepada Ayu."Ada apa Nduk, sudah mendingan?" tanya Bu Yati melihat wajah Ayu sedikit pucat."Kita ke dokter ya Dek, Abang takut terjadi apa-apa sama kamu!" ucapnya sambil memeluk istrinya.Seketika Ayu muntah lagi ketika dipeluk suaminya, dia pun berlari ke kamar mandi lagi."Ki, lebih baik kamu mandi sana, sepertinya Ayu nggak suka kamu bau, cepatan!" perintah Mamahnya dengan sigap."Mamah ini aneh, Ayu lagi di kamar mandi lagi mual, masa Iki tinggal mandi, gimana sih Mama
"Assalamualaikum!"Wa’alaikumsalam!"Mari silakan masuk Pak, Ibu!" ajak Pak Fauzi ramah."Terima kasih Pak!" jawabnya semringah.Pakdhe Sukirman, Budhe Sri dan Lia sangat kagum dengan rumah yang di tempati Pak Fauzi, tak kalah mewahnya dengan rumah milik Pak Aldi.Beliau pun menelisik setiap sudut ruangan. Bangunan yang berlantai dua ini terlihat seperti hotel, bahkan luas seperti lantai berdansa, warna putih gading yang di padu padankan sedikit warna hitam untuk pernak perniknya menambah elegan rumah tersebut.Di hiasi dengan bunga hidup yang selalu di petik setiap tiga hari sekali di ganti, menambah alaminya wangi dari rumah itu.Seketika mereka di buat terpana dengan keindahannya, dan ingin lama-lama tinggal di sana, tetapi tidak dengan Pakdhe Sukirman, beliau mempunyai tujuan yang lebih baik untuk ke depannya."Maaf Pak, Bu begini ada yang mau saya sampaikan, berhubung kalian adalah orang tua menantu saya yang baru, saya ingin mengatakan sesuatu yang mungkin kalian sudah dengar da
Pakdhe Sukirman akan dipindahkan di kamar rawat. Beliau sudah mendapat penanganan pertama. Untuk pemeriksaan lebih lanjut terpaksa harus menginap di rumah sakit.Budhe Sri bingung biaya yang akan di tanggung, tanpa basa-basi beliau meminta Rangga membayar biaya pengobatan suaminya.Rangga hanya tersenyum tipis, bahkan dia sendiri sudah enggan bertemu dengan keluarga Lia, sama halnya Rangga menikahi Maya karena menginginkan harta sedangkan Lia menikahi Rangga selain harta juga bisa menutupi kehamilan dengan orang lain.Pakdhe Sukirman masih tertidur, sesekali matanya mengeluarkan air mata apakah mungkin beliau meratapi nasibnya?"Rangga kamu mau ke mana?" tanya Budhe Sri yang sedang kalut."Saya mau pulang Bu!""Kok sekarang panggilnya bukan Mamah, malah Ibu kenapa Nak?" tanyanya dengan bingung."Iya Bu soalnya saya akan menceraikan Lia setelah anak itu lahir," jawabnya spontan.Mas, maafkan aku, sungguh aku minta maaf kalau aku tidak berkata jujur, berilah aku satu kesempatan lagi ya
"Bagaimana ini siapa yang akan membayar semua biaya rumah sakit, sedangkan kami tidak punya uang sepeser pun?" ucapnya sembari melirik kearah Rizki.Rizki yang tidak tega dengan Pakdhe Sukirman walaupun dia sering menjadi bahan obrolan hangat, ingin membiayai semuanya, namun saat hendak mengatakannya Ayu langsung berbicara duluan.Ayu pun tak mau suaminya diperalat oleh Lia ataupun Budhe Sri."Tenang Budhe, bukannya Pakdhe Sukirman banyak tabungannya, beliau kan juragan tanah, nggak mungkin lah Pakdhe nggak punya uang?" jawab Ayu mengejek."Kamu itu tahu apa sih Yu, kalau kamu memang mau dianggap keluarga kita bantu dong Pakdhemu ini, kalian kan banyak duitnya tidak akan habis sampai tujuh turunan, dan Budhe minta pindahkan Pakdhemu di kamar VIP gengsi dong di kamar biasa," sewot Budhe Sri."Eh Mbak Sri memang siapa yang mau bayar, memang Mbak ingat apa sewaktu kami butuh uang seratus ribu saja Mbak nggak mau memberi kami padahal saya tahu Mbak baru menjual tanah peninggalan Bapak say
"Ya namanya juga Budhe Sri Bu, mau enaknya saja," celetuk Ayu."Oh ya Nak Iki, Ayu tinggal di rumahmu atau di rumah orang tuamu?" tanya Pak Sugimin bingung."Kita ke rumah istri Iki Pak," jawabnya singkat."Ma-maksud Abang apa?""Sayang rumah yang Abang bangun itu dan pertama kali kita menginjakkan kaki di rumah itu adalah milik kamu, sengaja Abang buat untuk kamu," jawab Rizki tersenyum."Kamu nggak lagi bercanda kan Nak Iki?" tanya Bu Yati untuk memastikan."Iya Pak, Bu kalian adalah orang tua Iki juga, jadi kalian harus tinggal di sini juga, kasihan Ayu Bu, Pak sendirian.""Memang ada keluarga Iki di sini, tetapi mungkin Ayu lebih enak jika ada orang terdekatnya yang bisa menemaninya, lagian Iki masih khawatir dengan ...""Iya Ki, Bapak paham maksudmu Nak, kamu khawatir dengan rencana licik Lia dan Budhe Sri kan?” sahut Pak Sugimin.“Kok Bapak tahu, Bapak dukun ya?” jawab Ayu mencairkan suasana.Mereka pun tertawa bersama-sama, lalu Pak Sugimin memberikan nasehat kembali kepada men
Mereka berdua kembali seperti anak muda, bernostalgia dengan kenangan masa lalu mereka.Bersama-sama berjuang dari titik nol, dari yang tidak punya apa-apa, lalu di beri kekayaan yang berlimpah, setelah itu diambil lagi kenikmatan yang Allah berikan, kembali menjadi orang sederhana, kemudian diuji lagi terus menerus sampai akhirnya mereka kembali fitrah.Anak-anak Pak Sugimin belum mendapatkan pembalasan yang setimpal dari Rizki, padahal Doni sudah merasakannya namun kenyataannya Doni masih bisa bernapas dengan tenang.Menjelang subuh Ayu sudah bangun, dia tidak ingin bermalas-malasan hanya karena hamil.Setelah salat berjamaah Ayu dan Bu Yati segera menyiapkan sarapan pagi.Hari ini adalah penentuan nasib Doni dan Lukman.Disela sarapan pagi Rizki memberitahukan kalau Lukman telah menggelapkan dana perusahaan sebanyak dua milyar, jumlah yang fantastis bukan?“Maaf Pak, memang Bang Lukman adalah kakak ipar Iki, tetapi di perusahaan kami tetap profesional di luar kekeluargaan, jadi mun
Hanya memakan waktu tidak lebih dari dua puluh menit Rizki telah sampai di perusahaan besarnya.Rizki dengan langkah yang mantap dan tegas mencerminkan seorang pemimpin yang tegas dan berwibawa.“Selamat pagi Pak Rizki!” ucap Bu Desi sekretaris Pak Aldi.“Selamat pagi Bu!” sahut Rizki dengan ramah.“Pak Lukman sudah datang atau belum?” tanya Rizki tegas.“Maaf Pak belum datang hanya saja ada tamu yang menunggu di ruangan Bapak, saya sudah bilang kalau tidak bisa bertemu jika belum ada janji dengan Bapak,” ucap Bu Desi.“Siapa dia Bu, apa yang dia katakan?”“Namanya Budhe Sri dan Mbak Lia, katanya mereka keluarga istri Bapak,” ucapnya sedikit ketakutan ketika melihat sorot mata Rizki dengan tajam.“Lain kali jika ada yang bilang dari keluarga istri saya selain mertua dan kakak ipar saya yang namanya Ridho, jangan dikasih masuk suruh tunggu di luar saja!” ucapnya.“Ba-baik Pak, soalnya tadi mereka mengancam akan bunuh diri di depan kantor kalau tidak diizinkan masuk Pak, jadi kami bingu
“Loh Bu kenapa kita keluar, belum selesai kan bu misi kita untuk mendapatkan Rizki!” teriak Lia tanpa sadar mereka membuka aibnya sendiri.“Bu, sakit Bu, kok Ibu sakit in Lia, Lia ini lagi hamil Bu!” ucap Lia memberontak karena cengkeraman ibunya yang terlalu kuat.“Ada apa sih Bu, kenapa tiba-tiba kita keluar dari sana?” tanya Lia bingung.“Kamu nggak dengar apa mereka ternyata sudah tahu rencana kita kalau kita menginginkan Rizki,” jawab Budhe Sri.“Jadi bagaimana dong Bu?” “Kamu tenang saja masih banyak cara yang kita bisa pakai, jika rencana A gagal, kita masih punya rencana B,” sahutnya tersenyum licik.“Terserah Ibu saja, bagaimana baiknya!”“Bu, Lia punya Ide, bagaimana kalau kita bekerja sama dengan Papah Fauzi, mereka kan sekarang musuh karena Mas Rangga dan Papah Fauzi ketahuan korupsi, pasti dong mereka ingin membalas dendam kepada mereka,” jelas Lia bersemangat.“Otak mu encer juga Sayang, kenapa Ibu nggak ke pikiran ke sana ya?” sahut Budhe Sri tersenyum.“Kalau begitu s