Lima belas menit kemudian Wisnu dan Lukman sudah sampai di kantor. Bu Desi sekretaris Pak Aldi yang sekarang menjadi sekretaris Rizki memberitahukan bahwa mereka sudah datang.Nampak kekhawatiran dan sedih terlihat di wajah keriput Bu Yati, biar bagaimanapun juga Lukman adalah anaknya yang dari kecil selalu patuh dan tidak pernah membangkang.Entah mengapa setelah dewasa mereka semua berubah setelah mengenal kekuasaan dan harta.Berbeda dengan Ridho yang dari kecil suka berbuat ulah sampai-sampai pernah dikeluarkan dari sekolah akibat sering tawuran, namun sekarang dialah yang paling sayang kepada orang tuanya.Kehidupan telah merubah sifat dan sikap seorang manusia, tergantung dari pribadi masing-masing.“Kenapa Bu, apa Ibu khawatir dengan Lukman? ”tanya Pak Sugimin pelan tanpa diketahui Rizki.“Iya Pak, Ibu hanya nggak habis pikir dia bisa melakukan ini semua, padahal dari kecil Ibu tahu banget watak anak itu, dia itu hanya ikut-ikutan Pak, mengikuti si Doni yang pencicilan itu,” g
“Kenapa Bang, jujur sama saya ada apa, jelaskan semuanya, bagaimana saya mau bantu Abang kalau kamu tidak berkata jujur?”“Apa Abang tidak malu dengan keluargamu, terutama dengan Bapak dan Ibu?”“Saya dengar dari Ibu kalau Abang waktu masih kecil sangat santun selalu berperilaku baik dengan orang tua, selalu menuruti perkataan mereka tetapi setelah dewasa ini balasan kalian untuk kedua orang tua kalian?”“Bagaimana Abang akan mengajarkan anak-anakmu kelak dengan perbuatan yang merugikan orang lain, seandainya Abang di posisi saya, apa yang Abang lakukan?”“Apakah memaafkan orang itu walaupun kesalahannya fatal atau diserahkan saja kepada pihak berwajib alias dipenjara?” jelas Rizki sembari memandang dirinya yang masih tertunduk lesu.“A-aku se-sebenarnya ... a-aku se-sebenarnya ... tapi kamu harus janji jangan beritahu siapa-siapa terutama W-Wis-Wisnu,” ucap Lukman terbata-bata.Kembali cucuran tetes keringat sudah membasahi keningnya, ditambah tubuh gemetar hebat bahkan ingin berbic
“Pikirkan baik-baik Bang Lukman, jangan sampai salah ambil keputusan, karena nanti akhirnya kamulah yang menjadi sasarannya.”“Jika ikut denganku, kupastikan keluarga kalian aman, tetapi jika kamu lebih percaya dia terserah berarti kamu menjadi musuhku dan siap-siap menghadapi seranganku,” jawab Rizki tegas.“A-aku bingung Ki, apa yang harus aku lakukan, tapi kamu janji kan tidak membuat keluargaku dalam masalah?” tanya Lukman khawatir.“Kamu tenang saja Bang, kalian aman bersamaku,” jawab Rizki dengan tegas.“Baiklah Ki, aku ikut kamu, aku akan membantumu, aku akan berusaha mendapatkan bukti yang kamu minta,” ucap Lukman bersemangat.“Kamu memang pintar Bang mengambil keputusan, intinya kamu hanya berpura-pura kalau kamu masih setia dengan Wisnu, mungkin dia akan menguji kamu dalam beberapa hal, mungkin dengan hal-hal yang berbau ekstrem,” sahut Rizki tersenyum licik.Mendengar penjelasan Rizki barusan membuat Lukman kembali menjadi mental krupuk, dia takut akan melakukan hal-hal yan
“Mbak apakah Wisnu sudah mulai curiga denganku? ”tanya Rizki kepada Linda.“Aku harap kamu bisa mengontrol emosimu Ki, jangan sampai terjadi lagi, kamu tenang saja Ki, sebelum akad nikah semua akan jelas, kamu harus secepatnya mengambil tindakan,” jawab Linda harap-harap cemas.***Rizki menatap Lukman yang hampir saja babak belur jika dicegah oleh Rizki.“Bang Lukman ... Bang Lukman seandainya saja kamu tidak berbuat curang dan tidak korupsi aku akan mempertimbangkan kamu sebagai direktur, tapi sayang karena ulahmu sendirilah kamu menjadi terjerumus dalam lingkaran penuh dosa,” jelas Rizki tersenyum sinis.“Sekarang Bang Lukman lebih baik kamu beristirahat kembali ke hotel, aku sudah menyiapkan fasilitas di kamar hotel bersama anak dan istrimu, tetapi ingat besok pagi kita akan mengadakan meeting.”“Satu lagi Bang, jika Wisnu menemuimu jangan bilang aku sudah mengetahui semuanya, jadi jika sampai ketahuan bukan keluargaku saja yang terancam tetapi anak dan istrimu juga menjadi taruha
{Ya, ada apa}{Maaf Bos, saya ada informasi tentang Pak Wisnu, saya akan kirim siang ini Bos}{Baiklah kirim alamat itu, saya ingin pergi sendiri melihatnya}{Baik Bos}“Baiklah Wisnu seberapa rapat kamu menyembunyikan rahasiamu kepadaku, hampir semua bukti mengarah kepadamu.”“Apakah aku harus juga bertanya dengan papah atau mungkin papah dulu sebelum bertemu mamah, papah sudah menikah, tetapi kata Lukman Wisnu adalah anak Fak Fauzi, atau Wisnu adalah anak papah?” gumam Rizki.“Ah semakin rumit masalah ini belum selesai dengan Pakdhe Sukirman sekarang tambah masalah baru.”“Aku tidak ingin masalah kantor menjadi pikiran Ayu, tetapi aku harus meminta nasehat sama siapa kalau papah aku juga tidak mau mengganggunya beliau masa tahap pemulihan, atau dengan Bapak?” gumam Rizki.“Apakah Bapak mau membantuku sedangkan anak-anaknya semua terlibat dalam perencanaan pembunuhan papah sama mamah.”“Apa yang harus aku lakukan, aku bingung ya Allah, berilah petunjuk-Mu, aku harus semangat, aku har
“Walah akhirnya datang juga kamu Min, ternyata masih ingat dengan saudaramu sendiri, mentang-mentang sudah kaya lupa sama saudara, ke mana saja kamu, kok baru nongol?” tanya Budhe Sri kesal.“Seharusnya saya yang bertanya dengan Mbak, kenapa dari tadi malam Mbak nggak menjaga Mas Kirman, malah Mbak pulang ke hotel, Mbak kan istrinya?” tanya balik Pak Sugimin dengan kesal.“Ya ...a-aku nggak bisa bau rumah sakit bawaannya mau muntah melulu, makanya aku pulang,” kilah Budhe Sri dengan gugup.“Ah sudahlah, malas ngomong sama kalian buat aku tambah kesal saja melihat kalian, terus ke sini nggak bawa apa-apa lagi,” celetuknya tambah kesal.“Astagfirullahaladzim, sampai lupa aku Mbak bawa buah tangan, maaf nggak sengaja soalnya tadi buru-buru ke sini,” sahut Pak Sugimin.“Alah alasan kalian nggak kreatif banget sih, bilang saja kalian malas membawa buah tangan, eh Min dosa loh kalau suka bohong nanti hidup nggak berkah, ingat itu!” jawabnya tak mau kalah.“Sudah toh Pak, nggak usah diladeni
“Sebenarnya aku belum puas Pak, mereka itu harus dikasih pelajaran, supaya mereka ingat seumur hidupnya, jadi nggak bisa berbuat ulah lagi,” ucap Bu Yati yang masih emosi dengan tingkah laku Keluarga Sukirman.“Sudah dikasih oleh Allah teguran lewat sakit masih saja belum juga kapok, terbuat dari apa sih saudaramu itu?” tanya Bu Yati yang masih saja mengumpat karena belum puas memarahi mereka.Pak Sugimin hanya bisa mendengarkan ocehan dengan tersenyum melihat istrinya yang dari tadi sepanjang jalan keluar dari kamar rawat tidak berhenti mengomel.“Kenapa toh Pak, diam saja dari tadi dan sekarang malah tersenyum, rasanya mau tak kerjain mereka semua itu,” ucapnya lagi masih geram.“Sudah toh Bu nggak usah marah-marah nanti cepat tua loh, bikin sakit hati, nggak usah dipikirkan,” sahut Pak Sugimin dengan tenang.“Loh Bapak ini bagaimana sih, mereka itu sudah keterlaluan membuat anak kita Ayu ingin dijadikan janda muda, aku nggak mau Ayu seperti itu!” ucapnya Bu Yati sedikit menekan.“A
“Kamu nggak apa-apa Nduk?” tanya Bu Yati dengan khawatir.“Bang Doni keterlaluan Bu, Ayu nggak percaya kalau Bang Iki seperti itu, pasti ada sebabnya Bu .... hiks ... hiks” tangis Ayu pecah.“Iya Nduk Ibu percaya, sudah ya jangan nangis tidak baik untuk janinmu,” ucap Bu Yati mencoba menenangkan Ayu yang masih menangis.“Bentar lagi suamimu pulang lebih baik kita tanya saja dengan dia, jadi tidak ada salah paham.”“Jujur ya Nduk hati mana yang nggak sakit bila anaknya dalam musibah, Ibu juga merasa kasihan dengan abangmu itu, tetapi kita tidak boleh egois, suamimu memang tidak pernah kita lihat marah.”“Namun Ibu pasti punya firasat kalau abangmu itu memang salah pasti ada kelakuannya melebihi batas sehingga suamimu marah besar dan menghajar Lukman sampai babak belur,” ucap Bu Yati.Ayu hanya bisa menangis tersedu-sedu di dalam kamar lantaran abangnya mencari kambing hitam.Bu Yati pun selalu menemani dan menghibur Ayu agar tidak terbawa emosi.***Sementara di ruang tamu Doni dan Rez