Part 4 (Keputusannya!)
"Cepat katakan, kamu pilih dia atau aku!" Aku menunjuk kearah wanita itu. Paling tidak suka jika Mas Iden mulai mengulur waktu. Tinggal bilang, bersamanya atau bersamaku.Melihat Mas Iden diam ubun-ubunku makin panas."Jawab aku, Mas!""Pilih saja Sheri, Den, kalian sudah punya anak." Ibu menyahut, menatapku tak suka."Iya Mas, kita kan saling mencintai. Buat apa kamu pertahankan dia, hidup dalam kepalsuan itu melelahkan," tutur Sheri.Aku menarik tangannya, lantas menampar pipinya lagi."Plak!"Mas Iden terkejut, ia menyembunyikan Sheri di belakang punggungnya."Berani kamu tampar Sheri, Mauren! Kamu tampar sampai dua kali!" Ibu menatapku garang, sedangkan Mas Iden, matanya mendelik tajam."Baru dua kali, ribuan kali tanganku tak akan puas menamparnya.""Cukup, Mauren. Kendalikan dirimu, Sheri tidak salah. Aku lah yang salah, aku yang datang padanya!""Apa katamu, Mas? Kalian berdua sama-sama salah. Dasar bajing*n."Aku mendorong Mas Iden, pukulan keras dariku tidak membuatnya beranjak."Dosa apa Iden sampai nikah sama kamu, wanita bar-bar yang tidak punya sopan santun!" hardik Kak Meli.Aku menatap mereka bergantian, hal yang tidak pernah terbesit dalam pikiran. Sialan, awas saja mereka. Akan kuberi mereka rasa sakit yang tidak ada obatnya."Kamu pilih dia kan Mas, mana kunci mobil. Berikan padaku?" Aku mengulurkan tangan. Kening Ibu mengernyit heran."Kunci mobil buat apa?""Aku sama Mas Iden punya janji pra nikah. Ibu bisa tanya langsung padanya."Aku menyambar kunci mobil yang ada di meja, ini kunci mobil Mas Iden."Tolong beri aku waktu untuk berpikir," ucapnya."Mas,""Kita akan bercerai, aku yang akan mengurusnya nanti. jangan pulang ke rumah. Kamu bisa ambil barang-barangmu di teras rumah, aku akan mengemasinya!"Aku berbalik badan, Kak Meli menahanku."Tidak bisa Mauren! Rumah itu punya Iden!""Kalian punya telinga kan, tanyakan pada Mas Ide. Baru menyerangku. Maaf, aku tidak punya waktu untuk menjelaskannya,""Mauren!"Aku mengangkat telapak tangan. Berjalan mendekati Mas Iden yang mematung."Plak!"Tamparan keras kulayangkan dipipinya."Sudah cukup untuk sandiwara yang kamu lakukan, Mas. Pernikahan kita berakhir, jika suatu hari kamu menyesal. Ingat, aku tidak akan pernah menerimaku kembali." Aku mendorong tubuh Mas Iden, lalu mengambil dompetnya dari tangan Ibu."Kartu Atmmu kuambil, sesuai kesempatan kita. Yang selingkuh harus pergi dengan tangan kosong."Kakiku berjalan mendekati Sheri. "Dan untukmu pelak*r, kamu menang memiliknya. Tapi aku, aku akan berusaha menghancurkan impianmu! Tunggu pembalasanku," bisikku tepat di telinga Sheri. Kurasakan ia tercengang, kedua netra-nya membulat.Aku meninggalkan mereka, tidak kugubris teriak Ibu. Atau umpatan Kak Meli.Aku keluar dari rumah ini.Apa kalian pikir aku akan melepaskan kamu begitu saja, Mas. Aku akan mencari tahu siapa Sheri itu. Akan kupastikan kamu menyesali keputusanmu.****Aku masuk ke dalam mobil Mas Iden, Taksi yang tadi kupesan sudah pergi.Segera aku menyalakan mesin mobil, Ibu keluar dari rumah."Keluar kamu Mauren! Dasar licik!""Mauren!"Sedikit pun aku tidak menanggapi ucapan Ibu. Memilih melajukan mobil Mas Iden meninggalkan halaman depan rumah ini.Dadaku rasanya di himpit batu besar, sesak terasa membelenggu jiwa. 10 bulan mereka menikah, dan aku tidak tahu apa-apa.Aku memukul stir, berusaha fokus mengemudi.Ya Tuhan, dia kembali pada masa lalunya.Aku tidak keberatan, asal jangan biarkan aku hancur sendirian.Aku menambah kecepatan mobil. Membiarkan ponsel yang ada di tasku terus berdering.Selama ini kasih sayangnya itu palsu. Kelembutan, dan sikapnya itu hanya tipuan semata.Tidak Mauren, ini bukan dirimu.Jangan menangis, ayolah, harusnya pengkhianat itu yang tergugu pilu.Setibanya di halaman depan, aku langsung masuk ke dalam rumah. Kukeluarkan semua pakaian Mas Iden dari dalam lemari. Lalu kumasukan ke dalam koper. Setelah semua beres, aku menurunkan koper tersebut.Aku berjalan meninggalkan kamar, mengayun langkah cepat. Kulempar begitu saja koper Mas Iden di depan rumah. Jika ia datang nanti, dirinya tidak perlu masuk ke dalam. Aku pun tak ingin bicara apa pun padanya.Ini semua belum berakhir Mas, akan kutujukan siapa diriku. Pelakor itu telah berhasil mengambilmu dariku. Tidak apa, dari pada memilikimu dan hidup dalam kepalsuan. Lebih baik aku kehilanganmu, dan memberimu pelajaran. Maaf, aku tidak mau hancur sendirian. Kalau aku hancur, kamu juga harus hancur, bagaimana pun caranya!Part 5 (Dianggap Apa Aku Selama Ini?)Kudengar suara gedoran pintu, kemudian di susul dengan suara teriak dari luar. "Mauren, keluar! Kita bicara baik-baik!"Begitu lah kalimat yang keluar dari mulutnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Mas Iden. Apa kurang jelas perkataanku saat singgah di rumah istri keduanya. Tok ...Tok ..."Mauren, Mas mohon keluar. Masalah ini bisa diselesaikan baik-baik. Jangan kekanak-kanakan." Aku memicingkan mata, apa katanya? Kekanak-kanakan. Coba dia yang diselingkuhi. Pasti kata-kata itu akan ditarik dari mulutnya. Sedikit pun aku tidak menanggapi. Memilih menyantap semangkuk mie instan yang baru selesai kubumbui. "Mauren, Mas tahu kamu ada di dalam. Ayolah keluar, apa susahnya sih bicara sebentar!"Kesekian kalinya Mas Iden berteriak. Apa tenggorakannya itu tidak kering, aku yang mendengarnya saja sudah jengah. "Mauren!"Kutarik napas dalam-dalam, kepalan tanganku makin kuat. Sialan!Bukannya dia sudah menjatuhkan pilihan. Dan memilih kembali pada
Part 6 (“Ma, Pa, Aku Pulang!”)****Aku menarik koperku sambil menjinjing tas. Memasukannya ke dalam bagasi mobil Mas Iden. "Tolong, kamu jual mobil suami saya. Kalau ada yang minat, suruh hubungi saya. Untuk sementara waktu saya pakai dulu mobilnya," ucapku pada Zany, dia orang kepercayaan Papa yang kusuruh datang ke rumah. Sejauh ini aku belum menceritakan masalah ini pada Papa. Masih ada beberapa langkah yang harus kuambil sebelum papa tahu jika pernikahan putrinya ada diujung tanduk. "Baik Bu,""Tolong kamu antarkan mobil saya pulang ke rumah Papa yah." Aku memberikan kunci mobilku pada Zany. Rencananya setelah dari pengadilan agama aku akan pulang ke rumah orang tuaku. Rumah ini akan kujual, hasilnya untuk modal usaha. "Siap Bu,""Kamu sudah sewa orang untuk jaga rumah ini?" Aku bertanya sambil menatap Zany, pria berambut gondrong itu menganggukkan kepala. "Sudah Bu, mereka sebentar lagi sampai.""Terima kasih yah, kalau begitu saja jalan duluan."Aku memegang pintu mobil. Na
Part 7 (Meminta Tolong Zany!)"Zany kunci rumah sudah kamu ganti?" Aku bertanya pada Zany melalui sambungan telepon. "Sudah Bu, tadi ada sedikit masalah. Mertua Ibu datang kemari."Begitulah cerita dari Zany, bisa kusimpulkan. Keluarga Mas Iden sekarang sedang ketar-ketir."Apa yang Ibu mertua saya lakukan?""Mengamuk Bu, dia hampir memecahkan jendela rumah. Beruntung para tetangga dan Pak RT datang."Aku menghela napas, menutup tirai jendela. "Bodyguard yang kamu sewa belum datang?""Sudah Bu, sekarang mereka sedang berjaga.""Baguslah, kamu cepat antar mobil saya ke rumah Papa yah.""Siap Bu,""Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati di jalan, Zan,""Siap Bu."Setelah mendengar jawaban Zany aku memutuskan panggilan. Berjalan ke arah ranjang, dan merebahkan tubuhku di sana. Aku membuka aplikasi galeri, mencari foto Sheri yang sedang berpagutan dengan pria lain.Foto ini bisa kujadikan senjata. Bisa kugunakan sebagai alat untuk mencari bukti-bukti lain. Aku diam, bukan berarti aku
Part 8 (Memiliki Keduanya?)****Aku tidak menyangka kalau Mas Iden akan mendatangi kediaman Papa. Kendati demikian, kehadirannya di rumah ini membuat suasana menjadi tegang. Terlebih dia datang bukan sendirian, melainkan bersama Ibu dan saudara perempuannya."Ngapain kalian datang ke sini?" tanya Papa, sorot matanya tajam bak seperti pedang. Aku berdiri di ambang pintu, Mama dan Papa berusaha menghalangi Mas Iden masuk. "Kita ke sini mau ketemu, Mauren!" tutur Ibu mertuaku. "Buat apa? Sudah cukup kalian menyakiti putri saya?" murka Papa. "Aku minta maaf, Pa. Tolong biarkan aku bicara dengan Mauren!" Mas Iden memohon pada Papa. Memasang raut wajah memelas, dan ada sedikit penyesalan. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Pergi kalian dari rumah saya!""Om Dedi jahat banget, masih untung kita datang ke sini baik-baik! Mauren udah ambil mobil Iden, usir Iden dari rumahnya sendiri!" ketus Kak Meli."Omong kosong!""Kalian salah paham. Mauren saja yang berlebihan, anakmu itu tidak
Part 9 (Rahasia Meli)**** "Terima kasih banyak, Pak," ucapanku pada Pak Ibrahim. Kami baru saja selesai berdiskusi. "Sama-sama, Bu, nanti jika ada berkas yang kurang. Saya akan langsung menghubungi Ibu," jawabnya. Aku menganggukkan kepala, memberikan senyuman tipis pada pria tampan yang ada di depanku ini. Kuperkirakan usianya sepantaran dengan Mas Iden. "Siap, Pak," "Kalau begitu saya pamit, Bu," "Hati-hati di jalan Pak." Kini giliran pria itu yang menganggukkan kepala. Ia lekas mengambil tas kerja miliknya di atas meja, lalu melangkah menjauh dariku. Setelah memastikan punggung itu menghilang dari penglihatanku. Diri ini kembali duduk. Aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Beberapa kali suara deringan berasal dari benda pipih ini. [Paket sudah sampai pada tujuan. Bu Meli histeris saat membuka paket tersebut.] Aku mengerutkan kening, tanpa bisa kutahan lengkungan tipis tertarik di sudut bibir. [Rekam dan kirim videonya pada saya.] Aku membalas cepat pesan yang Hengki kir
Part 10 (Kebakaran?) **** POV Iden. Aku masih tidak menyangka, kalau Mauren akan tahu hubunganku dengan Sheri. Rahasia yang selama ini kusembunyikan darinya terbongkar sudah. Dan ini lah yang terjadi, pernikahan kami sekarang ada di ambang kehancuran. Kalau boleh jujur, aku tidak mau kehilangan Mauren, tapi aku juga tidak bisa melepas Sheri. Aku ingin memiliki keduanya. Andai Mauren mau berbaik hati menerima pernikahan keduaku ini. Mauren benar-benar egois. Selama ini aku sudah berusaha mencintainya, akan tetapi bayang-bayang Sheri terus menari dalam benak ini. Aku yang tidak tahan lagi, akhirnya kembali dalam dekapan masa lalu. Harusnya Mauren mengerti. Apa tidak bisa memaklumi kekhilafanku ini. Apa yang harus aku lakukan sekarang? "Kembali lah pada masa lalumu. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Aku di sini baik-baik saja. Terkadang sudah memiliki pun belum tentu dicintai. Jika suatu hari kamu menyesal, ingat aku tidak pandai memungut sampah." Dengan susah payah aku menel
Part 11 (Marah-marah Tidak jelas) **** Taksi yang kutumpangi berhenti di lokasi kejadian. Tempat di mana toko milikku kebakaran. Buru-buru aku keluar dari taksi. Melihat si jago merah sudah melahap habis tokoku. "Shit, masalah apa lagi ini?" gerutuku. Keramaian mengisi tempat ini, suara kebisingan dari pemadam kebakaran mendominasi. Tersisa bangunan yang hendak roboh, dan asap yang mengepul di udara. Isinya? Jangan tanya lagi. Sudah pasti hangus. Aku terus memaki dalam hati, segera mencari Seno. "Kamu di mana sekarang?" Aku menelepon Seno lantaran tidak menemukannya. "Ada di belakang toko, Pak," jawabnya. Setelah itu panggilan telepon langsung terputus. Aku mempercepat langkah, urat-urat leherku menegang. Belum selesai masalahku dengan Mauren. Kini toko ini malah kebakaran. Sesampainya di belakang toko, aku mengedarkan pandangan, mencari Seno di sekeliling. "Seno." Suaraku yang lantang memanggil namanya. Sesaat, pria itu menoleh. "Pak Iden," gumamnya sambil menghampiriku.
Part 12 (Paket Yang Dikirim Mauren) **** POV Mauren. Diruang tamu aku dan Zany sedang berdiskusi. Ada banyak hal yang sedang kami bahas. Melupakan sejenak urusanku dengan Mas Iden. Tadi siang ia menghubungiku, bertanya kenapa aku berubah. Memang ada orang yang baik-baik saja setelah dikhianati. "Bagaimana kalau foto ini, Zan?" Aku menunjukan foto Sheri pada Zany, meminta pendapat pria tersebut. "Yang ini, Bu?" tanya Zany mengambil foto tersebut dari tanganku. Hari ini rencananya, aku akan membuat Iparku dan Sheri itu makan tidak kenyang, tidur tidak pulas. Biar mereka tahu rasa sakit yang kurasakan sekarang. "Iya Zan." "Apa tidak ada foto lain, Bu. Foto ini kurang panas menurut saya," tutur Zany menekan kata panas. Aku memicingkan mata mendengar jawaban Zany, lalu menggelengkan kepala. "Tidak ada foto lain, Zan. Menurut saya foto itu yang paling panas," sambungku. Aku menatap kembali deretan foto yang ada di meja, foto-foto tersebut kudapatkan dari Hengki dan juga Zany. Aku