Setelah terbang kurang lebih 1 jam 45 menit pada akhirnya Nathan dan Reanna telah sampai di Bali, tempat tujuan mereka untuk berbulan madu. Tadi setelah sampai di resort tempat mereka menginap, Nathan segera menghubungi Kia lewat panggilan video sesuai janjinya pada Sang istri. Dan barulah Reanna mampu tersenyum lega setelah melihat balita cantik di sebelah telepon sana tengah tersenyum bahagia, sedang asyik bermain bersama neneknya.Untuk sejenak melepas penat, pasangan suami-istri itu memutuskan untuk beristirahat selama beberapa jam di kamar resort sekaligus menunggu terik mentari sedikit meredup di kala senja. Dan kini mereka telah berada di tepi pantai Jimbaran, pantai terbaik di Bali untuk pasangan penganti baru.Pantai Jimbaran menawarkan pantai pasir putih bersih dengan bentangan garis pantai yang sangat panjang. Ombak di pantai Jimbaran tidak terlalu besar dan kedalaman air sangat dangkal, sehingga cukup aman untuk berenang ataupun berselancar. Kiranya hal tersebutlah yang me
Tak terasa sudah seminggu berlalu mereka menghabiskan waktu berbulan madu. Menikmati waktu intim berdua merupakan suatu hal yang bermakna dan kini waktunya mereka untuk kembali ke Jakarta setelah kurang lebih satu minggu berada di pulau Dewata.Beberapa oleh-oleh khas Bali sudah memenuhi satu tas ransel, sedang dimasukkan oleh kedua tangan Reanna. Buah tangan khusus yang mereka berikan untuk putri tercinta pula orang-orang di rumah. Ada berbagai baju, pie khas Bali, dan berbagai macam pernak-pernik yang hanya akan di temui di pulau itu."Apakah segini akan cukup?" kepala dengan rambut hitam tergerai panjang itu menoleh pada presensi Sang suami yang sedang duduk di sofa, sedang menikmati secangkir kopi. Asap tipis tampak mengepul pertanda bahwa kopi itu manis panas."Itu semua sudah lebih dari cukup, Sayang." Nathan menjawab setelah menyesap minumannya, memberikan senyuman yang selalu tampak menawan nan menenangkan. Namun, tatapan Reanna kembali pada oleh-oleh yang masih terhampar di
Langkah kaki panjang itu terdengar bergema di antara keheningan pagi yang baru saja menyapa. Reanna memutar kepalanya, melihat seseorang yang semakin mendekat ke arah ia dan Kia. Dan senyuman manisnya terbit begitu saja kala pandangan mereka saling berjumpa. Pria bersurai pirang yang kini dipangkas cepak itu sudah terlihat begitu rapi dengan kemeja hitamnya pagi ini. Nathan memotong rambutnya tadi malam, setelah kepulangan mereka dari bulan madu di Bali. Potongan rambut yang sejujurnya tak begitu Reanna sukai, sebab ia tak akan bisa lagi menjambaknya ketika mereka bermain kuda-kudaan di ranjang. Hal yang menjadi kebiasaannya ketika memadu cinta bersama pria itu.Astaga, bisa-bisanya Reanna mengingat hal tersebut di pagi-pagi begini!Wanita itu sedikit terkekeh melihat suaminya. Kemeja hitam dan putih hampir setiap hari pria itu kenakan. Ia tak habis pikir, suaminya sering sekali memakai baju berwarna Hitam—atau jika tidak, pasti warna putih. Sehingga jika ada yang tidak tahu, mungkin
"Sepertinya kamu mengalami kenaikan berat badan, Rea. Kamu terlihat lebih berisi daripada sebelumnya." Tisha mendudukkan dirinya di sisi sang sahabat ketika berucap begitu. Berbagai jenis bunga bergelar di hadapan mereka. Ah, mereka memang sedang mengerjakan beberapa pesanan pagi ini.Atas ucapan Tisha, Reanna mengalihkan tatapannya pada sekuntum bunga mawar di tangannya pada wajah sang sahabat yang menatap intens padanya. "Aku gendutan, ya?""B-bukan begitu." Tisha berujar panik. Ia takut jika Reanna tersinggung dengan kata-kata yang baru saja ia lontarkan padanya meskipun ia tidak bermaksud demikian. Ia memutar otaknya, mencoba memilih kata yang lebih bisa diterima. "Maksudku, kamu terlihat ... lebih bahagia. Begitu, Re," ucapnya kemudian dengan tawa kaku di akhir kata.Reanna sejenak terdiam. Jujur saja, ia tak merasa tersinggung atau apa pun itu ketika mendengar ungkapan sahabatnya. Sebaliknya, ia justru merasa senang. Bahkan Sang suami tidak menyadari perubahan pada dirinya. Pada
Mata cantik itu mengerjap kala sinar dari layar handphone sang suami terasa begitu menyilaukan matanya. Ia membuka kelopaknya perlahan, seiring satu uapan kecil lolos dari bibir merah cherrynya. Tangan kanannya terangkat, dengan refleks menghalau cahaya yang menusuk retinanya yang baru saja terbuka.Reanna mengucek kedua belah matanya perlahan, kemudian memutar kepalanya—yang berbantalkan lengan besar sang suami—pada wajah rupawan itu. Dan ia menemukan jika pria itu telah terjaga, tangan kiri besar suaminya yang bebas tengah memegang ponsel yang menyala."Kamu sudah bangun?" Reanna bertanya dengan suara serak khas bangun tidur.Nathan menghentikan kegiatannya dengan ponsel sejenak, hanya sekedar untuk memberikan istrinya senyuman hangat. "Hanya beberapa menit yang lalu.""Kenapa tidak membangunkanku?"Kembali, senyuman manis tersungging pada bibir coklat kemerahan sang suami. "Kamu tidur dengan pulas, aku tidak tega jika harus membangunkanmu," ucap pria itu, yang kemudian kembali memu
Dokter tampan itu terlihat takjub menatap menu sarapan pagi kali ini. Bibimbap, makanan khas negeri gingseng itu tertata rapi di meja. Tidak biasanya sang istri menghidangkan makanan jenis ini. Ia sedikit heran, namun tetap saja dengan lahap memakannya. Ia tidak tahu saja kalau istrinya sedang mengidam. Pria itu menatap bergantian antara Reanna dan Kia yang memakan sarapannya dengan tenang, kemudian tersenyum bahagia. Ia sangat bersyukur keluarga kecilnya bisa kembali lengkap seperti sedia kala. Reanna benar-benar mampu menggantikan peran Anya dengan begitu sempurna."Sepertinya aku akan pulang sedikit terlambat nanti malam. Kalian tidak usah menunggu Papa saat makan malam, ya?" ungkap Nathan setelah berhasil menandaskan segelas air putih di depannya."Iya, Papa~" Kia menjawab riang seperti biasanya. Berbanding terbalik dengan raut wajah Reanna yang menyendu seketika.'Apakah kamu akan menemui wanita itu, Mas?' wanita hamil itu hanya mampu membatin menerka."Pelan-pelan makannya, Saya
Kesunyian adalah satu-satunya hal yang menyambut Nathan ketika pria itu pulang dari bekerja. Sesuai prediksinya ia pulang larut malam, bahkan jam dinding besar yang terpajang di ruang tamu sudah hampir menunjukkan pukul tengah malam. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa anak dan istrinya sudah jatuh terlelap dalam mimpi.Ketika menaiki anak tangga menuju lantai dua, ia tampak mengurai dua kancing teratas kemeja hitamnya. Sedikit menghela napas ringan, ia memasuki kamar dengan secercah senyuman hingga sosok sang istri terekam dalam pandangan. Ia melihat Reanna sudah jatuh dalam lelap, terlihat nyenyak sekali. Ia berjongkok ketika memperhatikan wajah wanitanya. Dan seketika itu pula ia teringat tentang kejadian pagi tadi, tentang tangisan Reanna dan kemarahan wanita itu padanya. Jujur saja sampai saat ini Nathan belum tahu kesalahannya di mana."I miss you." Mengabaikan sejenak rasa yang sedikit membuat hatinya tak nyaman, Nathan mendekatkan wajahnya lalu berbisik selirih mungkin di teling
Hening. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang saling bersentuhan dengan piring yang terdengar mendominasi, selebihnya hanya sunyi.Sudah berkali-kali netra biru itu mencuri pandang wajah cantik istrinya yang lesu. Ada suatu rasa cemas yang tak dapat ia sembunyikan dalam raut sendu. Istri cantiknya terlihat tidak baik pagi ini, apalagi dengan kantung mata hitam yang menggantung di atas pipi. Apakah Reanna kurang tidur? Ah, Nathan tidur terlalu lelap—setelah selesai bertelepon dengan Alona, tentu saja—sehingga ia tak tahu jika istrinya terjaga hampir semalaman. Ia lelah, akhir-akhir ini banyak sekali ibu hamil yang melahirkan pada malam hari, sehingga mau tak mau dokter tampan itu harus lembur dan berakhir harus kembali pulang hampir dini hari. Tapi, itu bukan masalah baginya, itu memanglah tugasnya.Sudah. Ia tak tahan jika hanya diam dan memperhatikan. Nathan meletakkan sendoknya di tempat semula, kemudian menggeser kursinya mendekati Reanna. Ia memperhatikan dengan seksama w