Share

Syarat yang Berat

Si gadis yang waktu itu baru saja putus dengan pacarnya akibat menempuh studi S2 di Amerika Serikat, merasa terhibur dengan kehadiran James. Sikap pemuda itu yang cool namun pandai merayu membuatnya bagaikan melayang di awang-awang. Setelah dua bulan pendekatan, gadis itu memutuskan untuk move on dari patah hatinya dan menjalin hubungan percintaan yang baru dengan James.

“James,” kata Aileen sungguh-sungguh. “Gimana kalau kamu kukenalin sama Samuel? Dia orangnya logis, kok. Bisa diajak ngomong. Kalian sesama kaum adam pasti bisa merasakan laki-laki yang dihadapi itu orang baik atau nggak.”

“Nggak perlu,” tandas James tegas. Dia lalu membaringkan dirinya di atas tempat tidur. Matanya dipejamkan, seolah-olah bersiap-siap untuk masuk ke alam mimpi.

“Sayang, jangan tidur, dong,” pinta kekasihnya sendu. Digoyang-goyangkannya bahu pemuda itu. Namun James tak menanggapi. Dia masih berlagak tidur. 

Aileen lalu menunduk. Didekatkanya wajahnya pada sang kekasih. Ia bermaksud membisikinya mesra. Tiba-tiba James membuka mata. Direngkuhnya tubuh sang kekasih dan dibaringkannya di atas ranjang. Gadis itu terkejut. Dia berusaha meronta namun bibirnya langsung dikulum hangat  oleh sang pemuda.

Pasangan kekasih itu berciuman selama beberapa detik. Tiba-tiba James mengakhiri ciuman panas itu. Dia duduk sambil menatap sang kekasih penuh kemenangan.

“Nah, kamu lihat sendiri, kan? Cowok itu lemah. Nggak tahan berduaan terus dengan lawan jenis. Gimana kalau hal ini terjadi saat kamu sudah menikah dan tinggal satu atap dengan Samuel? Aku mungkin bisa percaya padamu. Tapi tidak mempercayai sesama kaumku sendiri!”

Aileen mendesah. Dia lalu duduk berhadapan dengan sang kekasih. “Makanya aku tadi  mengusulkan supaya kalian berdua bertemu saja. Kan bisa berunding gimana enaknya,” ujarnya lirih.

James menggeleng. “Nggak ada gunanya ngobrol sama orang itu, Leen. Cukup kamu saja yang bersepakat dengannya. Aku mau menunggumu bercerai setelah dua tahun menikah dengannya.  Tapi dengan syarat….”

“Syarat apa?” tanya si gadis antusias. Semangatnya timbul seketika karena sang kekasih mulai menunjukkan dukungan terhadapnya.

Pemuda itu menatap Aileen lekat-lekat. “Syarat pertama, aku minta kalian kalau sudah menikah nanti nggak pakai jasa pembantu rumah tangga. Karena aku nggak mau kedatanganku untuk menemuimu dimata-matai. Kita kan sudah nggak bisa bebas lagi bertemu muka di depan umum. Terus-terusan pacaran di kamar kosku ini juga nggak mungkin. Jadi dalam satu minggu aku bisa dua-tiga kali datang menemuimu di rumah kalian….”

“Siap, Bos!” seru gadis itu mantap. Dia sendiri sudah biasa melakukan pekerjaan rumah tangga di rumah. Baginya persyaratan James itu tidak sulit dipenuhi.

Pemuda tersebut nyengir melihat antusiasme kekasihnya. Lalu dia berdeham perlahan. Ditatapnya gadis itu sungguh-sungguh. “Setelah kamu menikah, aku mau kamu menjadi milikku seutuhnya, Sayang. Aku nggak percaya suamimu bisa bertahan dua tahun tanpa menyentuh istrinya sama sekali.”

Aileen tertegun mendengar permintaan kekasihnya yang di luar dugaan itu. Apa? Menyerahkan keperawanannya? Harta paling berharga yang telah dijaganya dengan baik selama dua puluh tahun lebih?

Yaaa…, dia memang mencintai James dengan tulus. Tapi…, biar bagaimanapun dia kan belum resmi menjadi suamiku? batin gadis itu gundah. Perasaannya berkecamuk tak karuan.

Meskipun James kerap berusaha menyentuh bagian-bagian sensitif tubuhnya, namun Aileen selalu berhasil menghentikan perbuatan nakal kekasihnya itu. Pun dirinya tak menaruh dalam hati. Gadis itu tahu hubungan percintaan zaman sekarang memang semakin bebas. 

Berhubungan intim sebelum menikah sudah lazim dilakukan anak-anak muda. Namun gadis itu tetap merasa lebih nyaman jika melakukan hubungan sesakral itu dengan laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya.

“James, apakah tidak ada syarat lain?” tanyanya berusaha bernegosiasi. “Kamu kan tahu, aku mau  malam pertamaku itu sakral. Kegadisanku kuserahkan pada orang yang sudah resmi menjadi suamiku.”

Emosi pemuda itu naik seketika. “Ya sudah!” teriaknya garang. “Berikan saja keperawananmu pada si Samuel itu. Toh, dia yang akan menjadi suamimu yang sah!”

Aileen terpaku. Rupanya inilah yang dicemaskan James sampai menghendaki kesuciannya. Pemuda itu tak rela mahkota kekasihnya direnggut oleh pria lain.

Akhirnya dengan pasrah gadis itu menganggukkan kepalanya. “Baiklah, James. Akan kupenuhi permintaanmu ini,” ucapnya dengan berat hati. Tiba-tiba dadanya terasa sesak. Seperti ada beban berat yang hendak membuncah keluar.

Selanjutnya air mata gadis itu mengalir deras bagaikan air bah. James mengeluh dalam hati. Nangis lagi, nangis lagi! Haaahhh…. Salahmu sendiri, James. Pacaran sama cewek yang masih perawan. Satu tahun ini kamu nggak bisa ngapa-ngapain. Cuma ciuman sama pegang-pegang sedikit saja sudah ditampik. Haiz….

Demi menenangkan hati Aileen, pemuda itu terpaksa memeluknya lagi. “Kenapa kamu menangis lagi, Sayang?” tanyanya lembut. “Kamu tahu kenapa aku menghendaki malam pertama denganmu? Karena aku takut Samuel brengsek itu yang akan merenggut kehormatanmu dan membuatmu terlepas dari tanganku….”

Tangisan kekasihnya semakin keras. James mulai merasa sakit kepala. Dibelai-belainya rambut halus gadis itu dengan harapan isak tangisnya mereda.

“I love you so much, Aileen Benyamin. Aku benar-benar takut kehilangan dirimu. Hanya keperawananmulah yang bisa menjadi jaminan bahwa dirimu takkan meninggalkanku. Kamu bisa mengerti kan, Sayang?” ucap pemuda itu semanis madu.

Aileen mengangguk berkali-kali. Dia memahami maksud hati kekasihnya ini. Barangkali diriya pun akan bersikap demikian jika berada dalam posisi James. Meminta harta paling berharga sang kekasih demi mempertahankan cinta kasih mereka berdua….

Gadis itu tak menyadari bahwa pemuda yang tengah memeluknya erat itu tersenyum licik. Kena kau, Aileen Benyamin, batinnya penuh kemenangan. Akhirnya berhasil kutaklukkan hatimu untuk menyerahkan mahkota kesucianmu. Setelah keinginanku itu tercapai, kita lihat saja nanti bagaimana perkembangan hubungan kita. 

***

Malam itu Aileen menelepon calon suaminya. “Pacarku menyetujui rencanamu, Sam,” ujarnya memberitahu laki-laki itu. “Tapi dia mengajukan syarat….”

“Syarat apa?” tanya Samuel ingin tahu. Dia mencurahkan konsentrasinya pada suara gadis itu di telepon.

Si gadis mendesah sesaat lalu berkata, “James minta supaya kita nanti tidak memakai jasa pembantu rumah tangga. Dia tidak mau dimata-matai setiap kali datang menemuiku. Aku…aku menyanggupi permintaannya itu.”

Lawan bicaranya berdeham sejenak. “Kayaknya sulit untuk mengabulkan syarat itu, Leen,” sahutnya terus terang.

Aileen terkejut. “Lho, kenapa? Aku sudah biasa melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-hari, kok,” kilah gadis itu. Dia merasa tidak puas dengan jawaban calon suaminya tersebut.

“Yaaa…, itu kalau rumah kita nanti sebesar rumahmu, Nona,” celetuk suara di seberang sana penuh teka-teki.

“Hah?! Apa maksudmu, Sam? Memangnya rumah kita nanti sebesar apa?”

“Kamu belum pernah datang ke rumahku, sih. Kalau kita menikah, rumah kita nanti setidaknya sama besar dengan rumah orang tuaku.”

“Memangnya sebesar apa rumah papa-mamamu?”

Terdengar suara mendesah di seberang sana. Aileen semakin penasaran. Didengarkannya kata-kata Samuel selanjutnya dengan seksama.

“Tempat tinggal orang tuaku ini luas tanahnya delapan ratus meter persegi. Ada kolam renang di halaman belakang. Bangunan rumah terdiri dari dua lantai. Pemandangan di lantai dua bagian belakang menghadap golf view….”

Glek! Aileen menelan ludah. Ternyata dia dijodohkan dengan anak konglomerat! Gadis lain mungkin merasa beruntung. Sebaliknya dirinya justru merasa ini adalah sebuah malapetaka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status