Share

BAB 5 — TIDAK MAU BERTANGGUNG JAWAB

Pria bernama William itu menarik sudut bibirnya kembali. Berbeda dengan Gamma yang memasang muka datar dan bersedekap mengamati pembicaraan antara William dengan Sera. Lelaki itu memilih untuk sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kami menawarkan jalur alternatif agar masalah ini tidak berbuntut panjang dan merugikan kedua belah pihak," ujar William lalu menyerahkan bendelan kertas yang ia pegang kepada Sera, dan perempuan itu menerimanya.

Sejenak, Sera kembali menatap kedua pria di depannya dengan seksama.

"Kami akan memberikan kompensasi yang setimpal, asalkan Anda tidak melaporkan Tuan Gamma kepada pihak yang berwajib dan membawa perkara ini ke jalur hukum," jelas William lagi.

Sera gegas mencermati kata perkata dalam barisan kalimat itu dengan seksama. Dahinya terus berkerut dari awal kalimat hingga akhir paragraf. Dalam perjanjian itu, tertulis Sera sebagai pihak terkait yang bersedia untuk tidak menggugat Gamma, dan mereka akan memberikan kompensasi uang senilai 800 juta.

Bagaimana bisa kedua pria itu berpikir seperti ini? Dasar laki-laki pengecut! Mau berbuat, tapi enggan bertanggung jawab! Kedua tangan perempuan itu mencengkeram bendelan kertas itu dengan kuat. Menahan emosi yang sejak tadi mengganggu suasana hatinya.

Bahkan, bisa Gamma lihat dengan jelas Sera membuka matanya lebar-lebar. Perempuan itu lantas menggeleng dengan cepat dan menatap ke arahnya dan William.

"Apa-apaan ini?!" murkanya seraya melemparkan kembali bendelan kertas itu di meja. Hal itu membuat William sedikit terlonjak kaget, bahkan Gamma sampai menegakkan tubuhnya.

“Apa maksud Nona Sera kompensasi tersebut masih kurang? Coba dipertimbangkan kembali, saya rasa uang 800 juta sudah lebih dari cukup membayar apartemen dan biaya hidup Anda selama beberapa waktu ke depan,”ujar William mencoba bernegosiasi.

Sementara Sera, dia justru menghela napas kasar. Dadanya sudah bergemuruh penuh dengan amarah, juga menahan rasa mual yang sejak tadi menyerang. Bukan masalah jumlah uang yang kurang, bahkan Sera tidak berharap Gamma membayarnya sepeser pun. Yang sera harapkan adalah pertanggung jawaban dari Gamma sebagai seseorang yang telah melakukan kesalahan.

Mereka pikir uang bisa menyelesaikan segalanya? Lalu jika mereka mengetahui janin dalam perutnya, mereka juga bisa menyelesaikannya dengan uang begitu saja?

Memang tidak punya perasaan.

"Kalian pikir harga diri seseorang bisa diganti dengan uang senilai 800 juta?" desis Sera. Perempuan itu kini bangkit berdiri dengan mata yang nyalang.

Mendengar jawaban Sera, kedua pria itu saling melempar tatapan. Namun, kini giliran Gamma yang angkat bicara. "Ya, Kurasa uangku bahkan terlalu banyak untuk membeli harga dirimu!"

“Jaga bicaramu! Harga diriku tak bisa kau nilai dengan uang itu!”

Oh, ayolah! Rasanya ia ingin menampar pria itu kencang-kencang, atau menghantam mulutnya agar tak bicara sesuka hati. Tetapi, saat Serra semakin menatap kedua netra Gamma rasa kesalnya justru berubah dorongan untuk memeluk tubuh kekarnya.

Apakah janin dalam perutnya itu tahu kedatangan sang ayah?

Namun, Sera menahan keinginan tak masuk akal itu.

"Oh, ya? Jika benar harga dirimu tak semurah itu, kau tak akan bekerja di hotel dengan pakaian yang terbuka, hm?" Gamma bangkit berdiri kemudian berjalan perlahan di hadapan Sera yang juga tengah berdiri. "Lalu mengeskpos seluruh bagian tubuhmu ini kepada pengunjung hotel dan para pria hidung belang. Atau jangan-jangan ...." Gamma menggantung kalimatnya, membuat Sera mengernyitkan dahinya, menanti penjelasan.

"Kau tidak ada bedanya dengan wanita penghibur dari Madam Lily?" lanjut Gamma yang kemudian dihadiahi oleh tamparan keras oleh Sera di pipi Kirinya.

"Jaga mulutmu!" Peringat perempuan itu. Jari telunjuknya mengacung keras di depan Gamma. Sementara kedua matanya menatap tajam lelaki yang berdiri menjulang di hadapannya dengan bengis. Pria itu sedikit terkejut, dan sekarang sedang mengusap-usap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Sera. Di sisi lain William sempat ternganga dengan tindakan Sera barusan.

"Apa yang harus aku jaga? Jika kau benar-benar gadis baik, kau tentu tidak akan bekerja seperti itu, Nona! "Jawaban Gamma telak membungkam Sera.

Sesaat kemudian, Gamma menerbitkan sabit di bibirnya. Kedua matanya masih mengawasi raut wajah Sera yang kini diam seribu bahasa. "Kau jangan naif, Sera. Aku tahu kau membutuhkan uang membayar semua hutangmu hingga lunas, aku juga memberimu kesempatan untuk bebas dari masalah ini. Aku rasa jalan ini sudah menguntungkan untuk kita berdua."

"Tidak! Aku tetap dirugikan di sini! Aku memang miskin! Tapi, aku tidak seperti kau yang tidak memiliki rasa manusiawi!" ketusnya pada Gamma.

"Dengar—"

"Diam!"

"Listen, Me!"

"Tidak!"

"Aku tidak menawarimu dua kali, Nona Sera!" balas Gamma dengan nada memperingati. Sudah cukup ini semua bertele-tele.

Sera hanya tertawa sumbang. "Kau yang harusnya mendengarku! Dengar ini baik-baik, Tuan Gamma Pranadipta yang terhormat, saya bisa menafkahi hidup saya sendiri! saya tidak butuh penawaran Anda!" hardik perempuan itu setelah menoleh ke arah Gamma.

"Tapi, aku tidak akan bertanggungjawab apapun asal kau tahu. Jadi, Jika setelah ini kau mengeluh hamil dan memintaku bertanggung jawab atas malam itu, kau hanya akan menghancurkan reputasiku dan nama baikmu sendiri!" balas Gamma tak ingin kalah. Pria itu menatap lekat manik mata hitam milik Sera.

"Aku juga tidak akan berlutut dihadapanmu untuk minta pertanggungjawaban!" Suara Serra menggema di seluruh ruangan. Gamma yang mengira Sera adalah perempuan lemah sempat terhenyak karena ternyata wanita itu adalah orang yang keras kepala.

"Aku masih sanggup menghidupi diriku sendiri," tegasnya lagi.

“Hati-hati dengan kalimatmu, Sera. Lebih baik, kau tanda tangani perjanjian itu dan urusan kita selesai. Aku tidak mau berurusan lagi denganmu."

"Aku tidak mau!" Perempuan itu masih teguh dengan pendiriannya. Tidak akan ia menerima sepeser pun. Karena ini, bukan niat baik Gamma. Pria itu hanya ingin masalah ini  cepat selesai dan menguntungkannya. Ia tidak peduli dengan keadaan Sera bagaimana. Bahkan, dia tidak ada niatan sama sekali untuk bertanggung jawab secara adil.

"Jangan memperpanjang masalah. Jika menurutmu uang itu kurang, aku akan menambahnya. Satu Miliar, bagaimana?" rayu Gamma yang ingin masalah ini segera selesai. Pria itu mendekat, menatap lekat kedua netra Sera yang hitam legam. Belum sempat Sera menjawab, bau parfum maskulin milik pria itu menusuk indra penciumannya. Memicu isi perut Sera bergejolak kembali, hingga rasa mual itu lagi-lagi mendera. Dengan spontan, Serra menutup mulutnya dan melangkahkan kaki lebar-lebar ke kamar mandi, menumpahkan isi perutnya.

Sementara Gamma dan William yang tadi sempat menurunkan ketegangan, berubah menjadi lebih tegang. Gamma membisu dan William yang tidak bisa mengeluarkan kata sepatah pun.

Lalu entah dorongan dari mana, dengan sendirinya, Gamma memngikuti perempuan bernama Sera itu. Di depan kamar mandi, ia hanya berdiri terpaku. Kepalanya sibuk menerka-nerka ada apa dengan perempuan itu. Beberapa detik kemudian William menyusul.

"Kenapa dia?" tanya William kepada Gamma yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh pria itu.

Sesaat kemudian Sera keluar dari kamar mandi. Perempuan itu berjalan sempoyongan. Bisa Gamma lihat Wajahnya benar-benar pucat dan tubuhnya lemas.

"Sera?" panggilan itu keluar dari bibir Gamma, tetapi Sera tidak menjawab. Perempuan itu masih fokus memegangi kepalanya.

Hingga detik berikutnya, Sera jatuh dalam pelukan Gamma.

Perempuan itu pingsan.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
bagus ceritanya 🫰
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
tepat sekali jatuh di pelukan bang gama
goodnovel comment avatar
Yustin Milla
gamma kamu harus tanggung jawab kasian Sera...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status