Share

BAB 6 — GUGURKAN JANIN ITU!

Gamma berdiri di depan sebuah kamar VIP rumah sakit dengan gelisah. Kedua tangannya masih berada pada saku celananya. Meski raut wajahnya masih tampak tenang dan datar, tak bisa dipungkiri saat ini Gamma sedang memikirkan banyak hal.

Sedangkan Sera masih tergeletak lemas di atas brankar rumah sakit dalam ruangan itu. Perempuan itu harus menjalani rawat inap selama beberapa hari sampai kondisinya pulih dan stabil.

Mau tidak mau Gamma harus menyetujui usulan dokter agar Sera beristirahat total. Lebih parahnya lagi sekarang ia sedang bersandiwara menjadi suami Serra.

Dokter sudah memanggilnya beberapa saat yang lalu dan memberitahunya kabar yang seharusnya membuatnya bahagia— jika saja ia sudah menikah. Tetapi kali ini tidak. Kabar itu justru membuatnya pusing tujuh keliling.

Gamma tidak tahu harus berkata apa lagi. Semua ketakutannya selama dua minggu ini benar-benar terjadi. Malam yang kalap itu menghadirkan sebuah janin yang kini berusia dua minggu dalam perut Sera.

Anaknya. Darah dagingnya, keturunan keluarga Pranadipta.

Berulang kali Gamma memijit pelipisnya. Kepalanya saat ini terasa mau pecah. Pikirannya berkecamuk pada banyak hal. Hal serupa juga dirasakan William yang tengah berdiri mendampingi Gamma.

"Dia hamil," gumam William yang tidak dijawab dengan reaksi apapun oleh Gamma. "Mau tidak mau kau harus bertanggung jawab, Gam."

Sementara Gamma mengacak rambutnya prustasi. "Menikah tanpa cinta kau pikir itu mudah? Lagipula aku sudah bilang padanya aku tidak mau bertanggung jawab atas malam itu."

"Sudah kukatakan kemarin, jika benar dia hamil jangan jadi pria pengecut," balas William lagi.

"Tapi untuk ini—"

"Yang aku tahu, seorang Gamma Pranadipta tidak pernah mundur melawan apapun! Kau harus menikahinya, Gamma."

Laki-laki itu belum menjawab. Hanya terdiam dan bersandar pada dinding berkelir biru muda di belakangnya. Jika benar dia harus menikah, apakah ia siap menjalani rumah tangga itu tanpa cinta?

Sementara William hanya berdiri dengan kedua tangan bersedekap. Tidak tahu lagi harus bagaimana ia menyelesaikan masalah bosnya itu. Kemarin,Gamma memang meminta William untuk memberikan kompensasi sebagai permintaan maaf kepada perempuan itu, Karena ia pikir memang kesalahan biasa yang tidak akan menimbulkan kekacauan.

Tetapi, sekarang, begitu tahu perempuan itu sedang mengandung, William tidak bisa memberikan solusi selain menikahi Sera.

Tak berapa lama kemudian, tiga orang perawat keluar dengan membawa peralatan medis yang sudah mereka gunakan. Lantas Gamma menggiring langkahnya ke ruang bangsal dimana perempuan itu beristirahat. Sementara William mengikuti langkah para suster menuju administrasi.

Saat Gamma menginjakkan kakinya di sana, penampakan Sera yang terkulai lemas adalah hal yang pertama kali dilihatnya. Perempuan itu tidur dengan posisi miring ke kanan, kedua matanya terpejam, dan dahinya berkerut. Satu tangan Sera gunakan untuk menahan perutnya yang terasa mual. Satu tangannya lagi ia gunakan sebagai alas tidur.

Meski begitu, Gamma tahu bahwa Sera masih sadar sepenuhnya.

"Kau perlu sesuatu?" tanya Gamma saat melihat perempuan itu membuka mata. Sepertinya ia menyadari kedatangan Gamma.

Bukannya menjawab Sera justru melemparkan sebuah pertanyaan tanpa menatap Gamma. "Kenapa kau membawaku ke sini?"

Gamma lalu melangkah mendekati Serra dan Berdiri di samping kanan ranjang perempuan itu. "Tak penting. Tugasmu hanyalah beristirahat."

Namun, saat Gamma sudah berada di hadapan Sera, perempuan itu justru mengangkat tangan dan mengibaskannya pelan. "Menjauhlah, kau membuatku mual," perintah perempuan itu.

Dahi Gamma spontan mengkerut. "Apa maksudmu?" Pria itu kemudian memastikan dirinya sendiri barang kali ada sesuatu yang salah dengannya.

"Bau parfummu membuatku mual," jelas Sera lagi dengan nada yang malas.

Helaan napas kasar keluar dari bibir pria itu. Memangnya bisa begitu? Perempuan hamil selalu ada-ada saja. Gamma lantas menarik kursi di samping Sera dan duduk di sana. Menghiraukan perintah perempuan itu untuk menjauh.

"Setelah ini apa yang akan kau lakukan?" tanya Gamma dengan nada datarnya membuat Sera menatap serius laki-laki di sampingnya.

Perempuan itu hanya menggelengkan kepalanya. "Memangnya aku harus apa?"

"Seperti yang aku katakan tadi. Aku tidak akan bertanggung jawab atas kehamilanmu itu." Jawaban Gamma mengundang tawa sumbang dari Sera.

"Dan seperti yang aku katakan, aku tidak akan meminta pertanggungjawabanmu!" jawab Sera tak kalah ketus.

Dengan rahang yang masih mengeras, Gamma kembali memuntahkan kalimatnya. "Tapi anak itu hanya akan mempersulit hidupmu!"

Sejurus kemudian, Sera menatap laki-laki yang kini duduk di depannya. Ia akui Gamma adalah sosok pria tampan idaman para wanita. Namun, sayangnya, tindakan yang dilakukan Gamma justru membuat perspektif Sera menjadi berbeda. Tidak ada kekaguman, tidak ada simpati terhadap pria itu. "Lalu? Kau mau aku melakukan apalagi? Sudah kubilang, kau bisa hidup dengan tenang. Biar aku yang mengurus anak ini, aku tidak minta apapun darimu!"

Gamma menghela napasnya kembali. Pria itu lantas mengarahkan pandangannya kepada Sera. Mengamati setiap inci wajah perempuan itu dengan seksama. Lalu setelahnya pria itu berkata, "Gugurkan anak itu!"

Mendengar itu, Mata dan bibir Sera membulat sempurna. Tidak percaya jika Gamma memintanya melakukan hal sekejam itu. Ia memang tidak menginginkan janin itu hadir dalam hidupnya, tetapi bukan berarti ia menjadi seorang pembunuh. Melenyapkan nyawa yang tumbuh tak bersalah.

Sera meremas selimut yang digunakan untuk menutupi tubuhnya. Sungguh ia geram dengan orang-orang seperti Gamma. Menghalalkan segala cara agar namanya terlihat bersih.

"Aku tidak tahu bagaimana ibumu mendidikmu. Tetapi, aku tidak akan pernah menjadi seorang pembunuh, apalagi melenyapkan nyawa anakku sendiri."

"Jangan membawa nama ibuku! Ini masalah antara kau dan aku!" tegas Gamma dengan rahang yang semakin mengetat.

Sera lantas tersenyum miring. "Dengar juga, Tuan Gamma! Aku memang tidak menginginkan anak ini hadir dalam hidupku. Tapi sampai kapan pun aku tidak akan melenyapkan anak ini!"

Di sisi lain, Gamma tidak ingin kalah. Pria itu masih bersikukuh dengan keinginannya. "Kuberi tahu, dia akan membuat hidupmu semakin menderita. Jadi, lebih baik kau gugurkan anak itu, dan masalah antara kita selesai."

Kedua alis Sera kembali bertaut. apakah pria itu tidak berpikir kalau dengan mengugurkan anak ini, masalah tidak akan selesai begitu saja? Bukankah Gamma adalah pria yang berpendidikan?

"Jika kau takut suatu hari nanti anak ini akan mencarimu, kau salah! Aku tidak akan pernah memberi tahu siapa ayahnya. Dia pasti malu kalau tahu ayahnya adalah seorang pengecut!" sentak Sera membuat Gamma melebarkan matanya. Kedua tangan pria itu mengepal sempurna.

"Gugurkan anak itu atau—"

Secepat kilat Sera menggelengkan kepalanya."Tidak! Silakan pergi kalau kau ke sini hanya menyuruhku melenyapkan anak ini!" perintah Sera dengan nada datarnya.

Gamma kembali memejamkan matanya sesaat. "Jadi, kau tetap tidak mau mengugurkan anak itu?"

Raut wajah Sera berubah menjadi dingin, tak gentar dengan sosok Gamma terlihat menakutkan. Perempuan itu memperlihatkan kilatan amarah di kedua bola matanya, lalu dengan sangat tegas menjawab, "Ya! Biar kuurus anak ini sendiri! Kau tidak perlu repot-repot peduli atau khawatir aku akan menuntutmu masalah ini. Jadi pergilah!"

Gamma menuruti perintah Sera. Pria itu bangkit berdiri lalu berjalan menuju ke luar ruangan. Namun, ayunan kakinya terhenti ketika ia berada di ambang pintu. Lelaki itu diam, selanjutnya berkata, "Kalau begitu, kita menikah minggu depan."

Sinar Rembulan

Hai, guys. Ini adalah novel pertama saya, semoga suka ya! Jangan lupa Vote and comment. Sincerely, Sinar Rembulan 🤍

| 44
Komen (98)
goodnovel comment avatar
Tita Partini
saya sangat membacanya...
goodnovel comment avatar
Nazmah Nay
cerita seru jga lanjut kk
goodnovel comment avatar
Marsya marsya
mcm film korea kk namax sama persis tp tak apa seru jg kk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status