Gamma sedang membutuhkan konsentrasi yang tinggi saat ponsel di sebelahnya meraung meminta perhatian. Tanpa menoleh pun ia tahu jika panggilan itu bukan berasa dari ponsel miliknya, melainkan milik Serra. Ponsel berwarna putih dengan seri yang sudah jauh tertinggal peradaban itu berdering terus menerus. Gamma saja tidak tahu bagaimana cara menggunakannya, meskipun sudah menggunakan teknologi layar sentuh.
Awalnya ia acuh saja, tapi lama-kelamaan dering itu memecah fokus yang telah ia bangun sejak William meninggalkannya. Pria itu mendesah, ia jengah, lantas tangannya terulur mengambil ponsel berwarna putih yang layarnya sedang menyala dengan dering yang begitu nyaring. Tertulis sebuah nama pada sang pengirim panggilan.Madam Lily.Ada perlu apa perempuan itu dengan Serra? Sementara ia tahu jika istrinya sedang sibuk di kamar mandi."Serra!" panggil Gamma tetapi tidak ada jawaban dari Serra. Hanya ada suara gemericik air shower yang sedang digunaSerra berniat mengantarkan makan siang dan obat untuk Gamma, tetapi langkah kakinya terhenti ketika menemukan Gamma berbaring di atas ranjang. Pria itu tengah tertidur pulas,nampak bergelung nyaman di balik selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Apakah pria itu masih sakit? Serra meletakkan nampannya, kemudian buru-buru memeriksa keadaan Gamma. Ada sedikit rasa khawatir yang menyelinap dalam dadanya karena sewaktu ia tinggal tadi, lelaki itu masih sibuk bekerja dengan laptopnya bersama William. Kini komputer jinjing itu hanya dibiarkan menganggur di atas nakas dan William sudah pergi.Setelah berhasil menggapai dahi Gamma, Serra bisa bernapas lega, Suhu tubuh Gamma yang sempat tinggi bagai air mendidih itu sudah mereda. Sejurus kemudian Tangan wanita itu bergerak memeriksa bagian yang lain, mulai dari pipi hingga leher suaminya.Tanpa disangka, gerakan tangan itu mengusik mimpi indah Gamma. Pria itu membuka mata saat telapak tangan Serra masih berada pada wajahny
Suasana malam ini begitu hening meskipun kedua penghuni rumah sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Gamma yang sedang melipat lengan kemeja yang ia kenakan dan Serra yang bersiap-siap di dalam kamar yang terkunci rapat itu. Setelah selesai dengan kegiatannya, Gamma melirik ke arah jam arlojinya. Jarum panjang menunjukan angka 5 sementara jarum pendeknya mengarah pada angka 7. Sebentar lagi makan malam akan dimulai. Tangan kanan Gamma meraih gelas berisi air teh hangat buatan Serra beberapa waktu lalu. Berniat menghabiskan cairan itu sembari menunggu Serra. Tetapi perempuan itu belum jua keluar dari persembunyiannya. Apakah wanita selalu berdandan selama itu? Bahkan hingga air itu tandas, Serra belum juga keluar.Gamma meletakkan gelasnya, lantas mengetuk pintu itu tak sabar. "Serra! Kau sudah selesai belum?"Tak berselang lama pintu itu terbuka. Seorang wanita bertubuh ramping dengan rambut yang panjangnya sebahu tengah berdiri di sana. Wanita itu mengenakan dress hitam selutut
Gamma menuruni tangga dengan langkah cepat. Laki-laki berkemeja putih dan berdasi motif polkadot hitam dengan jas senada yang sedang menyampir di tangannya itu sedang mengejar waktu. Mendikte dirinya agar segera pergi ke kantor dan menyiapkan diri untuk kegiatann yang cukup krusial hari ini.Pagi ini Ada meeting yang harus ia hadiri dan tak berselang lama setelah meeting akan ada tamu penting yang harus ia terima di perusahaannya, lalu di siang hari setelah makan siang ia harus melakukan kunjungan pada salah satu proyek yang sedang ia kerjakan.Saat Gamma hampir menuruni setengah dari jumlah anak tangga itu, ponsel dalam sakunya bergetar dan mengeluarkan dering. ada sebuah panggilan masuk. Dengan terpaksa ia memelankan tempo langkahnya, lalu merogoh benda pipih itu keluar dari persembunyiannya. Begitu melihat nama kontak yang terpampang pada layarnya dahi Gamma menekuk dalam. Sedikit bertanya-tanya dalam hati mengapa Anna menelponnya sepagi ini, walau sebenarnya it
"Target kita sudah tercapai dan klien puas, kenapa wajahmu masih saja seperti benang kusut? Jangan bilang kau belum sarapan?"William mendudukkan diri pada kursi kosong yang bersebrangan setelah meletakkan berkas dalam map berwarna merah di atas meja Gamma. Lelaki itu lantas menyilangkan kaki, dan menyandarkan tubuhnya seraya menatap sang sahabat yang terlihat cukup muram, meski terlihat datar dan tenang. Seusai meeting yang diadakan pagi ini, William dan Gamma harus membahas rencana mereka ke depannya untuk sebuah proyek lanjutan yang telah selesai mereka garap. Sementara Gamma yang mendapat pertanyaan hanya menjawab dengan dengusan. "Memang belum sarapan," katanya seraya meraih map merah dan membukanya. Sejenak pria yang telah berusia kepala tiga itu mencermati isi dari addendum yang telah disetujui William dan kini membutuhkan persetujuan dirinya. Tangannya lalu bergerak mengambil pulpen bersiap untuk membubuhkan tanda tangannya."M
Di tempat lain, di saat yang sama.Serra mematung ketika tangannya menarik gagang pintu berkelir cokelat. Wanita itu baru saja berlari karena Bel rumah ini berbunyi beberapa kali saat ia tengah asik mencuci baju. Ia pikir Gamma telah kembali, tetapi ternyata orang yang kini berdiri di depan pintu bukanlah suaminya. Kedua alisnya spontan bertemu begitu mendapati sosok tamu pria asing yang tengah berdiri menjulang di hadapannya. Sebelumnya Serra belum pernah bertemu dengannya karena memang ia belum mengenal tetangga sekitar rumah ini.Terlalu banyak dan membutuhkan waktu yang lama. Pun waktunya seharian kemarin ia gunakan untuk mengurus Gamma yang sedang sakit.Pria yang berdiri dihadapannya itu memiliki kulit putih namun tak sebersih suaminya karena memiliki tato naga hitam di lengan kiri. Membuat Serra menelan ludahnya kasar , membayangkan jika saja pria itu berniat jahat atau menyakitinya. Meski memiliki Wajah yang tampan, tetap saja Serra begi
Serra benar-benar menuruti permintaan Gamma. Ia rela menahan kantuk, demi menanti sang suami yang sudah hampir setengah jam berada pada area pribadinya. Bahkan, Serra sudah selesai merapikan baju dalam koper Gamma yang masih tertinggal di kamarnya, karena Bi Sumi meninggalkannya di sana. Kelalaian yang bisa menyulut amarah seorang Gamma Pranadipta. Akan tetapi, bagi Serra hal itu menguntungkan, karena kemarin Serra tak harus merepotkan diri melanggar perintah suami untuk tidak memasuki kamar pribadinya saat lelaki itu sakit dan membutuhkan pakaian untuk berganti. Ah, jangan tanyakan bagaimana cara Serra mengganti pakaian yang Gamma kenakan kemarin. Sampai saat ini Serra tidak bisa tidur jika mengingat kepingan kenangan itu. Dimana ia harus melepas baju dan celana yang digunakan Gamma. Untungnya, Serra bisa mengendalikan dirinya.Hampir sepuluh menit Serra tenggelam dalam lamunannya. Hingga detik ini pria itu belum turun juga. Entah apa yang dilakukannya, Serra ti
Gamma kira Serra akan meminta sesuatu hal yang berwujud materi atau benda seperti kebanyakan wanita. Tapi ternyata diluar jangkauan pikirannya, jika wanita itu meminta untuk memeluk tubuhnya saja. Sederhana, namun berhasil membuat Gamma mendadak kehilangan seluruh kosa katanya.Alasan mengapa Serra ingin memeluknya pun Gamma tidak bisa menebakknya.Apakah itu Bawaan bayi? Entahlah tapi Gamma merasa aneh dengan permintaan itu. Sisi liarnya kemudian mengintervensi. Mencoba membuat konspirasi dalam kepalanya jika itu hanya bentuk strategi yang dilakukan Serra untuk meraih sesuatu darinya. Betulan ngidam atau hanya alasan untuk mencari kesempatan?"Memelukku?" Gamma akhirnya membuka suara setelah beberapa detik diam berkutat dengan isi kepalanya.Wanita itu pun mengangguk, nampak ragu, dan tidak yakin. Ia menggigit bibir bawahnya tanda kegugupan telah mendominasi dalam diri, akan tetapi tindakan itu justru membuat pikiran nakal Gamma beraksi kembali. Oh, God! "Eh, tapi .... Lupakan sa
Usai pemeriksaan kandungan bersama dokter, Serra melangkahkan kaki dengan ragu di depan poli klinik obgyn. Kedua matanya bergerak ke kanan dan ke kiri memindai suasana di sekelilingnya, mencari sebuah lorong yang menghubungkan poli tempat periksa para ibu hamil itu dengan tempat tujuannya. Setelah menemukannya, ia bergegas membawa langkahnya ke sana melewati deretan wanita yang perutnya mulai membuncit.Beberapa bulan lagi perutnya akan membesar sama seperti mereka. Sungguh ia tak sabar ingin merasakan tendangan demi tendangan yang dilakukan buah hatinya, mengajaknya berbincang, dan melakukan aktivitas bersamanya. Serra lalu menggeser tubuhnya saat rombongan petugas kesehatan mendorong sebuah brankar yang berisi seorang ibu hamil tua sedang kesakitan berpapasan denganya, ia memberi ruang agar mereka bisa berjalan terlebih dahulu.Poli ini memang ramai, apalagi tidak sedikit yang datang bersama pasangan masing-masing menambah padatnya ruang tunggu yang hanya beruk