Serra menanti penjelasan dari Romana tentang siapa wanita yang berada dalam foto itu. Jika sebelumnya tidak memiliki hubungan spesial, emngapa perempuan manis itu berani bergelayut manja pada lengan suaminya? Bukan bermaksud cemburu, hanya bermaksud menanyakan apa status perempuan itu kepada Gamma, suaminya. Agar tidak ada kesalahpahaman di kemudian hari. "Itu ...."Akan tetapi, sebelum Romana membuka suara dan menjelaskan panjang lebar mengenai hal itu, rasa mual yang sebelumnya reda muncul kembali, mengaduk-aduk isi perut Serra tanpa ampun membuat perempuan itu spontan menutup mulutnya dan berlari menuju kamar mandi.Sayangnya yang ia muntahkan hanya air saja.Fokus mereka pecah, berganti pada kekhawatiran akan kondisi Serra."Serra? Apa yang kau rasakan? Astaga, kenapa kau seperti ini?" tanya Romana begitu tiba di kamar mandi. Sang mertua itu mengusap-usap tengkuknya, memberikan dukungan kepada Serra yang kini tampak lemas."
"Maaf, Pak, untuk minuman soda merk tersebut kami tidak memiliki stok lagi. Kami sudah melakukan restock tetapi semua barang masih dalam proses pengiriman,d an diperkirakan tiba hari lusa, Pak."Gamma mendesah lelah kala seorang pramuniaga memberikan informasi terkait stok barang yang baru saja ia tanyakan. Lelaki yang tengah mengenakan kaos berkerah warna biru dongker dan celana coklat putih susu itu sedang prustasi karena tak bisa menemukan barang yang Serra minta. Kepala pria itu mulai berdenyut nyeri membuat tangan kanannya kini bergerak mengurut dahi sendiri, sementara lengan kirinya membawa keranjang belanjaan yang belum berisi satupun barang. Tangan kiri pria itu juga menggenggam sebuah ponsel dengan layar yang menyala menampilkan sebuah panggilan yang sudah berlangsung selama 30 menit lamanya.Sambungan telepon dengan seorang wanita. Serra.Istrinya itu sukses membuatnya pusing tujuh keliling, pasca meminta dibelikan sesuatu olehnya tadi siang.Bagaimana tidak pusing?Sudah
Gamma melangkahkan kakinya dengan hati-hati. Derap kedua kaki jenjangnya terdengar pelan menyusuri sebuah ruangan dengan penerangan yang remang-remang. Lelaki itu mengendap-endap bagai pencuri padahal ia sedang menapaki jajaran ubin pada rumahnya sendiri.Sebisa mungkin tidak membuat suara gaduh karena ia tiba di rumah tepat pukul satu pagi. Semua karena ide gila William. Adik angkatnya itu mengajaknya pergi ke gudang sebuah grosir minuman yang cukup jauh dari rumahnya. Mungkin, sekitar 50 km jaraknya, sementara waktu yang mereka tempuh kurang lebih 2,5 jam hanya untuk sekali jalan.Walau perjalanan itu cukup jauh dan membuat tubuhnya pegal bagai terkena amukan masal, Gamma cukup bersyukur karena minuman kaleng yang mereka cari tersedia. Jika tidak, Mungkin ia akan mengamuk kepada William, karena ia telah mengorbankan waktu dan tenanganya hanya untuk mencari minuman terkutuk itu. Dan, mungkin juga ia dalam masalah cukup rumit. Serra pasti akan mengadu pada Romana. Tidak terbayang bag
"Serra? Kenapa kedua matamu sembab seperti itu? Kau habis menangis?"Romana yang sedang mengaduk gula dalam dalam cangkir berisi teh spontan menghentikan aktivitasnya saat melihat keadaan Serra yang berbeda dari hari sebelumnya. Menantunya itu juga baru menampakkan diri di dapur, padahal, biasanya ia paling semangat untuk membuat sarapan. Hari ini, entah mengapa, Serra hanya menyiapkan bahan dan menyerahkannya kepada Bi Sumi lalu pergi kembali ke tempat cucian. Ia tahu, karena asisten rumah tangganya itu bercerita kepadanya beberapa saat yang lalu.Wajah ayu yang biasanya terlihat cerita kini telah terlihat kusut, kedua kelopak matanya terlihat lebih besar, dan kedua bulatan putih itu tampak memerah serta berair. Akan tetapi, sudah beberapa saat Romana menunggu, wanita paruh baya itu tak mendapatkan jawaban apa-apa dari Sang menantu. Serra hanya menundukkan kepala, membisu, tanpa berniat bicara sepatah kata pun."Apa Gamma menyakitimu?" tanya Romana kembali. Entah saat ini hanya pikir
Seorang perempuan sedang menatap kosong sebuah pemandangan di hadapannya. Sebuah taman kecil dengan puluhan bunga yang tersusun rapi. Ada yang digantung, ada yang di susun memanjang di sebuah papan bertingkat. Sebagian lagi tersusun rapi di atas lantai. Indah. Itulah kesan pertama kali yang ada dalam benaknya.Ia menemukan taman itu secara tak sengaja, saat ia bosan, lalu hanya iseng saja berkeliling rumah besar ini untuk menghabiskan waktunya. Tak disangka, ia justru seperti bajak laut yang menemukan harta karun di tengah pulau. Ia menemukan sebuah taman asri dalam rumah suaminya. Walau sederhana pemandangan itu cukup meredakan rasa sedih yang sejak semalam mseperti ombak yang menggulung dalam dadanya. Entah kenapa Serra merasa ada yang aneh dengan dirinya sendiri Biasanya ia tidak pernah bermasalah dengan pedasnya kalimat Gamma. Bahkan perempuan itu nyaris menulikan telinga. Kadang, jika keterlaluan maka akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa saat. Sayangnya untuk kali ini,
Setelah beberapa saat membiarkan Serra larut dalam tangisnya dan membasahi kaus yang ia kenakan dengan air mata, Gamma membentangkan jarak di antara mereka. Pria itu mengurai dekapan dan mundur selangkah. Kemudian mendudukan diri pada sebuah pada kursi panjang berwarna cokelat yang berbahan dasar kayu jati.Sementara Serra kini berusaha mengusap wajahnya sendiri, menyusut air yang telah membanjiri wajahnya juga merapikan rambut yang telah terurai acak-acakan. sejurus kemudian perempuan itu menyusul Gamma. Ia duduk di samping suaminya pada kursi yang sama."Aku baru tahu ada tempat sebagus ini di rumahmu," ujar Serra memecah sepi yang kini mendominasi.Sementara suaminya hanya menatap lurus ke depan menikmati embusan angin sejuk menerpa kulitnya. "Aku mendesign-nya sendiri."Jawaban itu membuat kedua matanya melebar sempurna. "Sungguh?"Lelaki itu menanggukkan kepala. Ya, seluruh design interior hingga struktur bangunan rumah ini digarap oleh Gamma sendiri. Dulu, ketika ia semangat seka
"Aku tidak suka sepatu tinggi, Gamma," protes Serra kepada suaminya saat seorang pelayan menyusun beberapa display sepatu dihadapannya. Barang rekomendasi yang diminta Gamma beberapa menit yang lalu. "Aku takut jatuh," lanjut perempuan itu kembali.Gamma yang sedang mengamati sebuah sepatu kulit untuk pria segera menolehkan kepalanya ke arah Serra. Detik berikutnya kedua alis pria itu menyatu dengan sempurna. Lelaki itu menepati kata-katanya, mengajak Serra pergi ke sebuah tempat. Sepasang suami istri itu kini berada pada pusat perbelanjaan yang cukup ramai dan mereka telah berdiri di dalam sebuah fashion shop yang cukup terkenal. Hari ini Gamma cukup berbeda. Selain perlakuan manisnya pagi tadi, lelaki itu juga sejak tadi berikap lembut dengan Serra, meski dalam beberapa kesempatan lelaki itu masih menampakkan ekspresi datar. Dan anehnya lagi, Gamma tidak mengajak Romana ataupun William. Ia memilih menyetir sendiri dengan Serra.Ya berdua.Hanya berdua saja.Kedua pualam hitam mil
"Bian?" Gamma menghentikan gerakan tangan untuk membuka layar ponsel ketika mendengar suara Serra menyebutkan nama seseorang yang tidak asing di telinga. Pria itu kini sedang berdiri di sudut ruangan dengan maksud mencari tempat dengan suasana yang tidak terlalu ramai, mencari ketenangan karena Rencananya Gamma akan menelpon William untuk menanyakan pekerjaan. Akan tetapi ia urungkan niat itu karena terganggu dengan ucapan istrinya. Ponsel yang sudah ia keluarkan dari saku celana pun kini ia masukkan kembali. Setelahnya pria itu melangkah maju lebih dekat, ia memasang telinga baik-baik, dan menajamkan indera penglihatan. Benar, seorang pria bertato naga itu sudah berdiri di hadapan sang istri. Bian Aditama, orang yang sempat membuat hubungannya dengan Serra kacau. Untuk apa lelaki itu ada di tempat ini? Namun pertanyaan itu hanya ia simpan dalam hati tanpa berani menginterupsi. Nanti saja, ia hanya ingin tahu bagaimana interaksi Serra dan Bian jika mereka tak melihat dirinya. Gamm