Bab 136 “Apa kamu mengingatnya?” Maria mengulang pertanyaannya. Dia melihat mata Eril yang tampak sedih. Adrien lalu memberikan ponselnya kepada Eril. “Ini chat kita, setelah kamu memesan kamar di Atauro. Lihatlah! Kamu bilang masih Jakarta dan berada di bandara.” Dia menunjukkan komunikasi sebelumnya bersama Eril. Eril membaca chat yang ditunjukkan Adrien. Setelah itu ia menghela napas berat. “Maaf, aku tidak ingat.” Dia terdiam sejenak. “Aku hanya ingat saat ombak besar menggulungku, kemudian aku tersadar dan melihat kalian berdua.” Adrien tercenung. “Nama kamu siapa?” tanyanya pelan. “Eril” “Kamu dari mana? Pekerjaanmu apa?” Adrien memberondong Eril dengan banyak pertanyaan. Pemuda itu menunduk. “Kepalaku pusing.” Dia mengelak dan berjalan menjauhi Adrien. Adrien kesal. “Eril, kamu jangan pergi dulu. Kamu harus memberitahuku! Kamu juga tidak bisa menakuti Jasmine,” protesnya. Namun, Eril tak mendengarkan. Dia tetap berjalan menjauhi mereka. “Nona, biarkan saja dia. Kita m
Bab 137Kedua mata Amina terbelalak. “Apa kamu bilang? Tante Iswati mau melaporkan kita ke polisi? Memangnya motifnya apa?” Kepalanya berdenyut – denyut.Reynard memperbaiki posisi duduknya. Dia mengambil ponsel dan memutar rekaman percakapannya dengan mamanya Eril.Tante tahu Eril. Dia tidak mungkin pergi begitu saja tanpa memberi tahu Tante sebelumnya. Tapi semenjak ada Amina, Eril menjauhi Tante!” Ada jeda sejenak. “Tante curiga, semua ini akal bulus Amina dan kamu untuk melenyapkan Eril!Amina menahan napas mendengarnya.Astahfirullah! Itu tuduhan ngawur dan kejam, Tante! Saya dan Amina baru kenal, bagaimana Tante bisa menuduh kami bersekongkol? Lagipula, saya sendiri yang mengantarkan Eril ke bandara. Kalau saya berniat jahat kepada Eril, ngapain mobilnya saya kembalikan ke Tante? Ini surat dari Eril kalau Tante tak percaya.Itu karena kamu ketahuan. Ia kan? Coba kalau saya dan Dokter Kartika tidak datang ke rumah Amina. Kamu dan Amina pasti akan mengambil mobil Eril.Reynard mem
Bab 138Suara muntahan itu berlangsung 5 menit.“Nak Tika… apakah kamu baik – baik saja?” tanya Iswati cemas sambil mengetuk pintu toilet. Dia meninggalkan Amina yang masih berdiri di depan pintu.Senyap, kemudian terdengar suara benda jatuh dari dalam.“Nak Tika, Nak Tika, buka pintunya.” Panggi Iswati. Dia mencoba membuka pintu toilet. Sayangnya pintu itu terkunci itu dari dalam.Menyadari tetap tidak ada jawaban dari dalam. Amina tergerak mendekat. “Maaf, Te.” Tanpa menunggu persetujuan Iswati, dia menempelkan telinganya ke pintu. Tidak ada suara maupun pergerakan di dalam.“Kita dobrak saja pintunya, Te,” usul Amina. “Saya khawatir terjadi sesuatu di dalam.”“Lakukan saja, bila kamu bisa,” kata Iswati gugup.Amina mengambil tempat perkakas di dapur. Ia hapal tempatnya, karena ia yang merapikannya sebelum pindah. Beberapa detik kemudian, dia mencoba mencongkel pintunya dengan obeng. Peluh bergerombol di dahinya.Iswati berdiri di samping Amina dan memperhatikannya dengan serius. “A
Bab 139Amina menahan napas, dan nalurinya mengatakan untuk segera pergi meninggalkan apartemen Eril, meskipun sejuta pertanyaan menggelayut di kepalanya, siapa yang menghamili Dokter Kartika?Beberapa menit kemudian, Iswati keluar bersama Dokter Ilyas. Raut muka perempuan itu berlipat – lipat. “Dokter, apa Anda yakin, Kartika hamil?” tanyanya galau.Dokter Ilyas menaikkan kaca matanya. “Saya yakin diagnosa saya 98% benar. Supaya lebih yakin, Ibu bisa membawa menantu Ibu ke dokter kandungan.”“Sayangnya Dok, dia bukan menantu saya, melainkan teman kami,” jawab Iswati jujur. Matanya tak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. “Oh ya, berapa biayanya Dok? Saya sampai lupa bertanya.”“Santai saja Bu. Saya teman baik Amina dan Eril.” Dokter Ilyas memberikan senyum kharismatiknya. “Oh ya, di mana Amina, saya mau pamit.” Matanya mencari – cari perempuan itu.“Sepertinya tadi saya mendengar Amina pamit pulang. Maklumlah Dok, dia artis yang super sibuk” Saat mengatakannya lidah Iswati terasa kaku.
Bab 140“Maaf Dok, saya tidak mengerti apa yang Dokter bicarakan,” sahut Amina gemetar.Dokter Kartika menatap mata Amina lekat. Dia lalu memegang perutnya. “Janin yang ada diperutku adalah anak Eril. Selama ini kami diam – diam berselingkuh di belakangmu. Amina,” katanya tergugu.DEGJantung Amina serasa disambar petir. Wanita itu menggelengkan kepala. Sekuat hati ia menolak mempercayai kata – kata Dokter Kartika. “Tidak, tidak mungkin. Eril tidak seperti itu. Aku tahu siapa Eril lebih dari kamu, Dokter!”Suara Amina terdengar kuat dan keras, hingga Bik Susi yang hendak membawa minuman urung dan kembali ke dapur.“Terserah kamu boleh percaya apa tidak, tapi Eril telah menitipkan janin kepadaku. Dia menginginkan keluarga. Sedangkan kamu selalu menolaknya.” Dokter Kartika berdiri. Kekuatannya mulai bangkit.“Apa Dokter sangat mencintai Eril?” tanya Amina sinis.“Iya, aku sangat mencintainya sedari awal kita bertemu,” matanya berbinar – binar saat mengucapkannya, kemudian berubah sendu.
Bab 141 “Pa, Papa Eril dengerin Ayang, gak?” tanya Ayang berulang kali. Tidak ada jawaban dari seberang. “Halo, kamu siapa?” Ayang terkejut, karena yang menjawab teleponnya seorang perempuan. “Ini siapa? Ayang mau bicara Papa Eril,” kata Ayang. Tidak ada jawaban, hanya bunyi kresek – kresek. “Halo, halo!” “Ayang menelpon siapa?” tanya Amina yang matanya masih sembab. “Papa Eril, Bu. Tadi ada suara perempuan, setelah itu tidak ada,” kata Ayang. Amina terperanjat. “Coba Ibu yang menelpon.” Ia segera berlari ke kamar dan mengambil telepon. Telpon Eril sudah tidak aktif. Ia mencoba berkali – kali dan hasilnya tetap sama. Wanita itu mengeluh panjang. “Telponnya tidak aktif,” kata Amina. “Apa Ayang yakin, tadi menelpon Papa Eril?” Ayang memberikan ponselnya pada Amina untuk diperiksa. Anak itu betul, dia menelpon nomor pribadi Eril. “Ngomong – ngomong, kenapa Ayang menelpon Papa Eril?” Ayang menunduk. Ekor matanya melirik Bik Susi dan Fahri yang turun ke bawah. “Ayang kangen Papa
Bab 142 “Kenapa Tante melimpahkan semua masalah ke sini?” tolak Amina tegas. “Saya sudah pusing dengan masalah saya sendiri!” Iswati memijit kepalanya yang pening. Masalah kehamilan Dokter Kartika membuat pikirannya buntu. “Saya tidak mau tahu, Eril pergi gara – gara kamu! Sekarang kalian berdua yang harus tanggung jawab membawa Eril kembali kepada saya!!” teriaknya membabi buta. “Terserah Tante! Saya tidak mau!!” Saking kesalnya, Amina meninggalkan Iswati dan pergi ke kamarnya dengan wajah bersungut – sungut. Reynard menarik napas. Ia melihat Iswati. Meski dalam hatinya kesal, ia masih bisa menahan emosinya. “Amina benar. Ini tidak adil baginya. Beban dia banyak. Dia harus melunasi hutang bapaknya yang pinjam ke rentenir 300 juta. Kemudian kepergian Eril. Asal Tante tahu, uang Amina yang dipegang Eril tidak main – main lho. Lebih dari 5 Milyar! Bisa saja Amina melaporkan Eril melakukan penggelapan uang, tapi dia tidak melakukannya. Sekarang ditambah lagi dengan kehamilan Dokter
Bab 143 "Ngagetin saja kamu," canda Reynard, saat melihat Amina melangkah ringan ke dapur. "Tante Iswati tidak mau pulang, dia bersikeras mau menginap di rumahmu." "Apa aku harus panggil satpam untuk mengusirnya?" Reynard mengintip Iswati dari balik tirai yang menghubungkan rumah makan dan dapur. Perempuan setengah baya itu, menyandarkan badannya ke sofa, sedangkan matanya terpejam. Entah dia tidur atau tidak. "Biarkan saja dia menginap di sini," kata Amina seraya membuka kulkas dan mengambil buah apel. Ia lalu menggigitnya dalam gigitan besar. "Ngapain kamu memasukkan singa ke dalam rumahmu? Apa kamu belum puas mendengarkan cemohannya?" Reynard geregetan mendengar jawaban Amina. "Aku hanya mau membalas perbuatan Tante Iswati," kata Amina pelan, ia melenggang anggun ke kamarnya. Reflek, Reynard mengikuti langkah Amina ke kamarnya. "Kamu jangan bikin aku deg – degan! Beri tahu aku sekarang apa yang mau kau lakukan?" tuntut Reynard. Suaranya sengaja ia pelankan supaya Iswati tid