Share

Bab 3

Sudah Bu jangan marah-marah, nanti darah tingginya kambuh," Mas Jaka berusaha menghentikan ibu mertuaku.

"Kamu mendoakan darah tinggi ibu kumat, Jaka? Tega sekali kamu! Pasti karena hasutan istri kamu ini kan jadi kamu berani melawan ibu sekarang?" maki ibu mertuaku. Dia sekarang ikutan marah kepada mas Jaka, padahal apa yang dikatakan Mas Jaka benar. Ibu mertuaku ini memang punya riwayat penyakit darah tinggi, apalagi kalau terlalu banyak pikiran pasti kambuh lalu masuk rumah sakit.

Sudah berulang kali ibu mertuaku diingatkan oleh Mas Jaka agar mengurangi beban pikiran, toh sekarang semua biaya hidup sudah ditanggung Mas Jaka. Memang sejak Mas Jaka sudah bekerja, ibu mertuaku tidak berjualan sembako di depan rumah lagi karena dilarang oleh Mas Jaka untuk bekerja terlalu berat. Benar bukan yang aku bilang kalau Mas Jaka ini sayang sekali sama ibu dan adiknya. Dia bekerja dengan giat hingga bisa seperti sekarang menjadi supervisor di usia yang masih relatif muda.

"Bukan begitu, Bu. Jaka hanya ingin ibu sehat selalu. Yasudah Jaka berangkat kerja dulu Bu. Ibu baik-baik dengan Kinan di rumah ya. Assalamualaikum," pamit Mas Jaka pada ibunya.

Aku mengantar Mas Jaka sampai di depan pintu depan. Kubawakan ransel kerjanya yang sudah kuisi dengan bekal makan siang untuknya dan juga sekalian minumnya. Meskipun Mas Jaka lelaki, tapi dia tidak pernah malu untuk membawa bekal ke tempat kerja. Bisa menambah semangat kerja katanya. Ah Mas Jaka, kamu memang lelaki terbaik yang Allah berikan untuk aku.

"Hati-hati ya Mas, semangat kerjanya, jangan lupa bekal makan siangnya dihabiskan ya," tukasku sambil mencium tangannya dan menyerahkan tas ransel.

"Iya sayangnya Mas, hati-hati ya nanti, jangan terlalu sore pulangnya, sebelum Mas pulang kamu sudah harus sampai di rumah," pesan Mas Jaka mengingatkanku.

Akhirnya mobil Mas Jaka pun berangkat, ku tatap mobil itu sampai tak terlihat lagi. Lalu aku pun masuk ke dalam untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda.

Akhirnya kelar juga semua pekerjaan rumah, mulai dari mencuci baju hingga menjemur baju. Tak lupa ku sapu dan pel seluruh lantai hingga kinclong. Sayur asem, empal daging, tahu tempe goreng dan sambal terasi juga sudah kusiapkan untuk makan siang ibu mertuaku dan adik iparku. Kulakukan pekerjaan dengan cepat agar aku bisa langsung bergegas menuju panti asuhan. Entah mengapa perasaanku dari semalam tidak enak. Aku takut terjadi sesuatu di panti.

Untung saja ibu mertuaku setelah sarapan tadi langsung main ke rumah Bu Nenny, tetangga sebelah rumah. Sejak tidak lagi berjualan sembako, ibu mertuaku memang lebih sering main ke rumah Bu Nenny. Karena di depan rumah Bu Nenny ada pohon mangga yang cukup lebat buahnya jadi para tetangga suka berkumpul disana untuk rujakan sekaligus bergosip ria. 

Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Setelah mandi, shalat dhuha 2 rokaat, berganti baju dan berdandan sedikit, aku pun memesan taksi online. Aku langsung ke depan rumah jadi saat taksi onlinenya tiba aku bisa langsung berangkat.

Ternyata saat keluar dari pintu kamar, adik iparku baru keluar dari kamarnya. Aku hanya bisa geleng kepala. Anak gadis jam 10 baru bangun. Tapi aku hanya diam tidak ada niatan basa basi bahkan untuk sekedar menyapanya. Aku kapok karena pernah dibentak saat menegur dia yang selalu bangun siang. Dan ujungnya malah aku yang dimarahi ibu mertua.

Tiin.. Tiiiin.. Tiiiiiiin....

Suara taksi onlineku sepertinya, aku langsung bergegas menuju depan gerbang. Baru saja sampai di gerbang ternyata berpapasan dengan ibu mertuaku yang menatap sinis kepadaku.

"Kinan berangkat ke panti dulu ya, Bu. Assalamualaikum," pamitku pada ibu mertua seraya mencium tangannya.

"Heleh dasar mertua benalu, anakku kerja keras banting tulang dari oagi sampai sore. Eh uangnya kamu berikan kepada anak-anak panti. Dasar mantu tidak tahu diri," maki ibu mertuaku.

"Astaghfirullah Ibu, kenapa Kinan selalu saja salah di mata Ibu. Dosa apa Kinan sampai ibu tega seperti ini?" ucap Kinan kepada ibu mertuanya.

"Dosa kamu adalah karena kamu menikah dengan anakku. Karena menikah dengan kamu anakku tidak bisa punya anak. Dasar mantu mandul!!" jerit ibu mertua.

Aku berusaha mati-matian menahan air mata ini agar tidak luruh. Aku pun pergi menuju taksi online sambil terus beristighfar untuk meredam amarahku.

"Kuatkan aku ya Allah. Bukakanlah pintu hati ibu mertuaku agar beliau kembali sayang kepadaku. Berikanlah keluarga kecil hamba anak-anak yang bisa menjadi pelita dalam keluarga kami," dalam hati kupanjatkan doa sambil terus beristighfar. Ku tatap ibu mertuaku dari dalam mobil dengan tatapan nelangsa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status