Share

8. Perihal Dusta dan Curiga

Pria bermata perunggu terang itu dengan hati-hati meneliti wanita cantik yang ada di sampingnya. Setelah ia mengucapkan siapa sebenarnya dirinya, ia takut kalau Shada akan langsung menjauh. Ia tak mau itu terjadi.

Pengakuan itu akhirnya terlontar bebas dari mulut Demian. Ia lega sekaligus kalut, tidak terlalu siap dengan bagaimana setelah ini wanita di sampingnya akan meresponnya.

Sementara Shada hanya diam mematung. Wajahnya memucat. Ia tak terlalu yakin dengan apa yang baru saja Demian ungkapkan.

Vampir? Berarti dia seorang pembunuh? Batinnya meraung bertanya.

Sekarang Shada tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Setelah mendengarkan jawaban yang ditunggu, justru ia malah takut kalau reaksinya akan menyinggung Demian.

Kaki Shada bergetar. Demian melirik kaki Shada sekilas lalu tertawa.

"Kau takut, Shada?" Demian bertanya selembut mungkin agar wanita di sebelahnya tidak mendadak berlari sambil berteriak.

"Kau pernah membunuh manusia?" ucap Shada setelah berhasil mengumpulkan kembali kepingan keberanian yang tadinya sempat runtuh.

"Dulu. Tapi sekarang aku tidak akan membunuh manusia. Setidaknya jika tanpa alasan." Seringaian Demian muncul kembali, membuat bulu kuduk Shada meremang lagi.

"Jadi.. kalau ada alasan, kau akan membunuh?" tutur Shada untuk memastikan keselamatannya malam ini. Ia tetap mengawasi Demian jika pria itu mendadak membunuhnya. Demian tetap bergeming. Terdengar helaan napas yang teratur dari pria tampan tersebut.

"Kau tak perlu takut padaku, Shada. Sungguh," lirih Demian. Ia ingin Shada segera memercayainya. Bila perlu, segera mengingat siapa dirinya.

Shada mendalami ekspresi dan maksud Demian. Ia juga perlu bukti untuk bisa memercayainya, apalagi setelah Demian mengaku pernah membunuh manusia.

"Apa buktinya? Bukti supaya aku tidak takut lagi padamu," tawar Shada, menghunjam lawan bicaranya melalui sorot mata.

"Aku tidak minum darah manusia. Aku vegetarian," sahut Demian santai. Lalu sambil terkekeh, ia mengobservasi raut wajah Shada yang terlihat semakin bingung.

"Hah, kau vegetarian? Maksudnya?!" Shada mendelik tak paham. Semakin ke sini, Shada tak bisa mengerti Demian, ini terlalu rumit baginya. Shada sadar, dunia yang sedang ia huni ini sangatlah luas.

"Sebagai ganti darah manusia, aku minum darah hewan," jelas Demian nyengir sampai menunjukkan barisan gigi putih rapinya.

Bagaimanapun wajahnya tetap tampan, bahkan terlalu tampan. Sekilas Shada heran, gigi pria itu tak menunjukkan gigi taring panjang nan tajam seperti beberapa film yang sudah ditonton.

"Lalu.. dimana gigi taringmu?" Telunjuk Shada menuding giginya sendiri kemudian mengacungkan ke mulut Demian.

"Oh, hahaha.. gigi taringku hanya muncul waktu menggigit saja." Demian tak bisa menahan tawanya.

Betapa lucu manusia yang sering menyamakannya dengan sosok seram vampir di film maupun di sebagian besar buku. Meskipun sangat kuat, kebanyakan vampir yang sudah mengenal darah hewan tidak akan mengambil darah manusia lagi.

Darah manusia bagi mereka memang tak ternilai harganya seperti makanan mewah yang terbilang cukup eksklusif. Mereka memiliki prinsip untuk tidak meminum darah manusia karena setelah mengenal manusia lebih dekat, mereka bersimpati sehingga tidak bisa lagi membunuh manusia. Kecuali, karena hal mendesak dan terpaksa untuk dilakukan.

Namun, saat ini masih ada beberapa vampir yang tidak segan menghisap darah manusia. Seperti vampir baru atau vampir yang benar-benar egois dan tidak memiliki hati nurani. Mendengar penjelasan Demian, membuat Shada langsung mencebik.

"Kau terlihat seperti manusia pada umumnya, padahal lebih menyeramkan," gerutu Shada, kemudian tubuhnya bergidik ngeri.

Demian mengernyitkan dahi singkat mendengar umpatan Shada, lalu kembali tertawa. Ia merasa Shada sangat lucu bersikap seperti itu.

"Tapi.. kau cantik, Shada," goda Demian kesekian kali. Mata Demian tak bisa mengalihkan pandangannya dari wanita itu. Shada hanya bergeming, ia jadi salah tingkah. Semburat merah di pipinya muncul lagi.

Perlahan namun pasti, Demian mendekatkan wajahnya. Jarak mereka sekarang hanya kurang dari 10 centimeter. Demian menatap lekat wajah Shada yang sudah memejamkan kedua matanya. Ia menimbang sebentar jika Shada sebenarnya justru malah sedang ketakutan. Namun, ia tak mau menundanya.

Demian pun akhirnya mendaratkan ciumannya pelan. Mereka saling menikmati pagutan itu, terutama Shada. Ia selalu menginginkan Demian. Meskipun kini ia tahu bahwa pria tersebut adalah vampir. Napasnya semakin memburu. Kesadaran Shada terjun jauh melampaui keinginannya, sampai tidak tahu ponselnya sudah berdering sebanyak lima kali.

Sedangkan Max ada di bawah sana, di dalam mobilnya. Sekarang Max berada di depan rumah Shada. Ia tengah menelepon wanita itu tanpa memalingkan pandangan dari tirai kamar Shada yang memantulkan bayangannya dengan seseorang yang sedang berciuman. Max menurunkan ponselnya lemas. Lalu mengeratkan pegangan tangannya di setir mobil.

♡♡♡

Kicauan burung yang riuh namun merdu terdengar dari belakang rumah, pertanda pagi telah datang dan menjemput. Shada bersiap untuk berangkat ke kantor. Entah kenapa, di pikirannya sedang dipenuhi oleh ciuman Demian semalam.

Shada ingat setelah Demian pergi, ia baru bisa melihat ponselnya dan mengernyit ketika ada notifikasi Max telah meneleponnya sebanyak lima kali. Terbesit keinginan Shada untuk menelepon balik Max. Tapi setelah melihat angka yang dituju jarum jam dinding, ia mengurungkan niatnya. Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 waktu itu.

Ketika sampai di kantor, sekali lagi Shada melihat Richard berada di meja Ruth. Keduanya terlihat sedang bercakap. Tinggi Ruth dan Richard hampir sama. Yang membedakannya adalah warna kulit keduanya yang jika sedang bersama terlihat sangat kontras. Ruth memiliki kulit putih pucat, sedangkan Richard berkulit gelap manis khas ras Negroid, rambutnya hitam legam bergelombang kecil.

Mereka terus berbincang sampai menyadari kehadiran Shada. Kemudian Ruth terlihat memberi kode tentang kehadiran Shada kepada Richard. Richard sontak ikut menatap Shada, menunggunya hingga mencapai meja.

Setelah cukup dekat, Richard menengadahkan tangannya kepada Shada, meminta dokumen yang telah dikerjakan Shada dengan Ruth kemaren. Ia memeriksa sekilas, menganggukkan kepala setuju lalu menuntun kakinya pergi.

Shada dan Ruth saling bertatapan sekilas ketika Shada mulai mendudukkan dirinya di kursi sambil meletakkan tas yang sedari tadi tersampir di lengannya. Ruth berdeham pelan, kemudian berbicara terlebih dahulu.

"Shada, barusan Richard bilang padaku, ia sudah menyelesaikan proses rekrutmen karyawannya," celetuk Ruth membuka pembicaraan agar tidak canggung.

"Oh, sudah selesai? Bukannya masih beberapa bulan ke depan ya?" sanggah Shada yang tak terlalu tertarik dengan topiknya. Tapi karena Ruth yang mengajaknya bicara, maka ia akan meresponnya dengan baik.

"Iya kan? Ini aneh. Aku tidak suka kalau yang dipilih Richard ternyata tidak berkompeten." Ruth menggerutu sambil bersedekap.

"Sudah bisa ditebak, Ruth. Kandidat yang terpilih pasti perempuan." Shada tertawa. Namun jauh di lubuk hatinya, ia juga kesal jika yang terpilih memang perempuan. Apalagi yang tak tahu kerja keras, pasti sangat merepotkan.

"Tuh kan! Aku lebih suka karyawan laki-laki yang terpilih nantinya. Tapi rasanya tidak mungkin. Iya kan, Shada?" imbuh Ruth kesal, lalu melanjutkan, "Tadi aku dengar si karyawan baru akan masuk hari ini." Ruth nyaris berbisik ketika menyelesaikan kalimatnya yang terakhir, penuh penekanan.

Shada terkekeh setuju. Ia sempat mengamati perubahan warna mata Ruth. Semula warnanya coklat terang lalu berangsur gelap ketika Ruth menggebu-nggebu membahas perihal karyawan baru.

"Kau sedang memakai lensa kontak, Ruth?" tanya Shada memicingkan kedua matanya, menelaah lebih lagi tentang mata Ruth.

Ruth terdiam lalu tatapannya teralihkan pada Max yang mendatangi ruangan mereka, langkahnya tegas menuju Shada. Ruth melihat kobaran api pada mata Max.

"Shada, semalam aku menghubungimu. Kau kemana saja?!" ketus Max kepada Shada.

Shada terlihat panik dan sebagian dari dirinya kebingungan. Shada bangkit dari duduknya dengan kelimpungan. Ruth hanya terpaku melihat keduanya. Setelah mengerti situasinya, ia berpaling dan menyelesaikan pekerjaannya.

"Aku sudah tertidur, Max. Aku baru saja melihat notifikasimu tadi pagi," jelas Shada berbohong.

Max menatap nyalang Shada, lalu sedikit menggertak.

"Apanya yang tertidur, hah?! Aku berada di depan rumahmu semalam dan kamarmu juga masih nyala! Dan siapa pria itu?!"

- Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status