"Apa yang kalian lakukan di sana?!" tanya Max disertai kobaran api amarah.Max sangat kesal karena dua karyawannya telah berbuat mesum di perusahaan yang tengah ia perjuangkan demi kedua orang tuanya.Tadi Max berada di lantai 20 karena baru saja menemui Robert, ayahnya. Mereka membicarakan tentang Ell Food yang penjualannya semakin merajalela. Sampai Robert dan Max berdiskusi hendak mencontoh taktik perusahaan yang telah lama menjadi rivalnya dari dulu.Robert bahkan ingin Max melakukan kerja sama dengan pemiliknya, namun Max segera menolak demi harga diri. Selain itu, kabarnya pemilik asli Ell Food masih enggan untuk menunjukkan dirinya ke publik.Max berderap keluar dari ruangan ayahnya hendak kembali menuju ruangannya sendiri ketika ia mendengar keributan di ruang rapat di sisi kanannya.Karena pintu kayu ruang rapat di perusahaannya terdapat kaca persegi panjang kecil membujur vertikal, Max mencoba mengintipnya lewat situ. Betapa kaget Max saat dirinya melihat dua orang sedang me
Bel rumah berbunyi bersamaan dengan Shada yang berlari girang menuruni tiap anak tangga. Shada mempercepat langkahnya lalu segera membuka pintu.Begitu Shada bertatap muka dengan sosok pria di depannya, ia kembali terpukau. Paras tampan nyaris sempurna, pakaian rapi menggunakan setelan jas hitam formal. Bahkan tatanan rambut hitam legam yang tampak dipomade ke atas membuat Shada berbinar."Demian, ini beneran kau?" Shada terkejut. Ia kagum dan menikmati setiap detail penampilan Demian yang berbeda dari biasanya.Demian berdeham pelan lantas menunjukkan seringaiannya. "Jangan menatapku terlalu lama. Nanti jatuh cinta."Kini kedua pipi Shada muncul semburat kemerahan seperti cherry. Memandang pria tampan di depannya membuat dirinya lama-lama menjadi tersipu. Rasanya ingin sekali ia menampar pipinya sendiri karena dirinya harus ingat jika sudah memiliki tunangan.Lalu perhatian Shada teralihkan kepada mobil mewah hitam yang terparkir di depan rumahnya. Shada mengerjapkan kedua matanya ta
Ayah? Tadi itu beneran Ayah? Shada bertanya-tanya di dalam hati."Hah.. mana mungkin," lirihnya lagi. Sebenarnya ia tak tahu ayah dan ibunya masih di Toronto atau tidak setelah mengurus resmi perceraian mereka. Demian yang mengemudi dengan sangat cepat lantas membuat penglihatannya menjadi buruk.Pasti Shada salah melihatnya. Beberapa orang juga berdiri di dekat Jennifer hendak menyeberang. Orang tadi itu pasti hanya mirip dengan ayahnya. Batin Shada memutuskan.Di tengah mengemudi kilatnya, Demian sempat menoleh ke arah Shada yang tampak dibebani banyak pikiran. Demian berdeham keras demi memecah suasana lengang yang menggantung sejenak.Shada langsung tergegau kemudian memukul bahu Demian keras. "Huh, bikin kaget saja!" ucapnya sembari mengerucutkan bibirnya.Demian tertawa lebar. "Makanya jangan melamun di dalam mobil. Apalagi satu mobil dengan vampir," ejek Demian.Shada kesal. Ia melipat tangan di depan dada lantas memasang wajah jutek. Tak berapa lama, ia segera mengecek ponseln
Demian terpaku. Ia merasakan aliran hangat darahnya mengalir deras selaras dengan tawa beberapa pria di depannya. Semua tertawa melihat kekalahan Demian yang begitu mudah mereka kerjakan.Beberapa dari mereka juga membangkitkan temannya yang telah rebah. Menyaksikan bersama bagaimana rasa sakit yang hebat menyerang Demian. Demian terlihat begitu tersiksa.Namun, itu tak bertahan lama. Senyuman di bibir mereka pudar tatkala kedua mata Demian semakin menggelap dan tajam menusuk. Sambil memandang murka satu per satu pria yang ada di hadapannya, Demian mencabut sebilah pisau dari perutnya.Semua orang yang ada di sana melebarkan kedua mata dengan mulut menganga. Ada sesuatu yang berbeda juga bahaya yang tengah mereka hadapi malam ini karena Demian sekarang justru menyeringai bangga.Beberapa pria tersebut otomatis memundurkan tubuhnya ke belakang seraya memasang mimik waspada."Siapa yang menyuruh kalian? Cepat jawab!" teriak Demian kepada orang-orang itu.Hening. Mereka semua bungkam ta
Max mematikan ponsel lalu meletakkannya ke atas nakas yang berada di sebelah kanan. Kedua matanya tertuju kepada sesosok wanita yang meliuk mendekatinya.Tubuh wanita tersebut masih diselubungi oleh bathrobe putih. Baru setelahnya ia melepaskan bathrobe itu dengan sangat gemulai.Wanita tersebut kini mengenakan set bustier lingerie berbahan lace warna hitam transparan. Bahan korset yang menutupi tubuh bagian atasnya mendesak dada sehingga membuat kedua payudaranya seakan berontak dan menyembul keluar.Ia menyibakkan rambut gelombang cokelat peanutnya yang tergerai panjang demi memamerkan kedua asetnya itu. Dari rambutnya langsung menguar aroma segar bunga peony. Max langsung tergegau. Harus ia akui, dada wanita tersebut sangat besar dan menggoda."Kau harus memuaskan aku malam ini, Jennifer," tandas Max tak bisa mengalihkan perhatiannya dari tubuh seksi milik wanita di depan.Jennifer mendekat lalu memperhatikan kedua mata biru jernih milik Max. Ia mendesis setengah mengerang."Tentu,
Seorang wanita muda berusia dua puluh tahun yang tengah memakai jas putih memanjang dikagetkan oleh hasil objek yang baru saja ia teliti. Ia cukup terkejut dan menutup mulutnya sendiri.Setelah itu, ia memutuskan segera membawa hasil penelitiannya untuk kemudian dilaporkan kepada kepala laboratorium di tempatnya bekerja. Rambut hitam gadis tersebut dikuncir rapi. Kedua matanya yang sipit menggambarkan sebuah kegelisahan yang tercetak jelas.Langkahnya cepat dan tegas menuju salah satu ruang di tempat yang didominasi oleh warna putih ini. Ia berjalan melalui lorong panjang hingga tiba di depan sebuah pintu di sana. Perempuan tersebut lantas mengetuk pintu beberapa kali dengan keras sampai seorang pria paruh baya yang berparas tampan membukakan pintu."Ada apa? Ada sesuatu yang terjadi?" tanya pria di depannya. Pria tersebut bisa menerka dari guratan cemas gadis berkulit terang itu.Bahkan suaranya pun mengalun merdu. Kedua mata yang berwarna bronze terang pada pria tersebut terlihat te
"Kau tadi bilang apa, Ruth?" Shada mengernyit tak mengerti. Meskipun suara Ruth pelan, tapi Shada sempat menangkap apa yang dibicarakan oleh temannya itu.Ruth tercekat, tidak menyadari ucapan dari mulutnya yang baru saja keceplosan."Eh? Tidak, bukan apa-apa. Maksudku kau jangan mudah mengasihani orang lain, Shada. Apalagi Jennifer. Seperti yang pernah aku katakan dulu, kau harus hati-hati," tandas Ruth agak kelimpungan. Mendengar penjelasan Ruth, Shada menghela napas dengan berat."Aku tahu kau tidak suka Jennifer dan Richard. Tapi, Ruth.. Jennifer barusan mengalami musibah. Kau beneran harus mengatakan itu kepadaku?" Shada tidak percaya kebencian Ruth telah menutup mata hati wanita tersebut. Bahkan rasa pedulinya juga sudah tumpul."Kau tidak tahu tentang apa yang sedang kau hadapi, Shada. Percayalah padaku," sembur Ruth dengan penuh penekanan.Shada menekuk wajahnya. Ia muak dengan sikap Ruth yang selalu mewanti-wanti dan seakan semua orang di sekitar Shada perlu diwaspadai. Tapi,
Langit menggelap, tanda malam tiba. Bintang-bintang menggantung dan bertaburan memenuhi lanskap luas langit malam. Keindahannya bagai berlomba serta berdampingan dengan adanya rembulan.Malam ini bulan di atas balkon rumah Shada membulat sempurna, sangat indah. Namun tetap saja membuat Shada sedih. Ironis memang.Dari tadi Shada menunggu Demian datang. Tapi sampai sekarang pria itu tak muncul juga di hadapannya. Shada berdiri di balkon sembari bergerak tak nyaman. Jemarinya mengetuk-ngetuk dinding pembatas balkonnya sesekali menengok ke belakang. Ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam."Ck.. dimana kau?" gumam Shada gelisah.Berkali-kali ia tertipu oleh suara kesiur angin malam yang membelai pepohonan di depannya. Ia pikir itu Demian. Ternyata hanya gerakan antara angin dan pohon yang normal.Semakin lama, Shada terusik. Demian juga belum datang-datang. Padahal Shada sudah menunggunya lebih dari satu jam. Shada ingin bertanya mengenai kehidupan vampir lebih