Ayah? Tadi itu beneran Ayah? Shada bertanya-tanya di dalam hati."Hah.. mana mungkin," lirihnya lagi. Sebenarnya ia tak tahu ayah dan ibunya masih di Toronto atau tidak setelah mengurus resmi perceraian mereka. Demian yang mengemudi dengan sangat cepat lantas membuat penglihatannya menjadi buruk.Pasti Shada salah melihatnya. Beberapa orang juga berdiri di dekat Jennifer hendak menyeberang. Orang tadi itu pasti hanya mirip dengan ayahnya. Batin Shada memutuskan.Di tengah mengemudi kilatnya, Demian sempat menoleh ke arah Shada yang tampak dibebani banyak pikiran. Demian berdeham keras demi memecah suasana lengang yang menggantung sejenak.Shada langsung tergegau kemudian memukul bahu Demian keras. "Huh, bikin kaget saja!" ucapnya sembari mengerucutkan bibirnya.Demian tertawa lebar. "Makanya jangan melamun di dalam mobil. Apalagi satu mobil dengan vampir," ejek Demian.Shada kesal. Ia melipat tangan di depan dada lantas memasang wajah jutek. Tak berapa lama, ia segera mengecek ponseln
Demian terpaku. Ia merasakan aliran hangat darahnya mengalir deras selaras dengan tawa beberapa pria di depannya. Semua tertawa melihat kekalahan Demian yang begitu mudah mereka kerjakan.Beberapa dari mereka juga membangkitkan temannya yang telah rebah. Menyaksikan bersama bagaimana rasa sakit yang hebat menyerang Demian. Demian terlihat begitu tersiksa.Namun, itu tak bertahan lama. Senyuman di bibir mereka pudar tatkala kedua mata Demian semakin menggelap dan tajam menusuk. Sambil memandang murka satu per satu pria yang ada di hadapannya, Demian mencabut sebilah pisau dari perutnya.Semua orang yang ada di sana melebarkan kedua mata dengan mulut menganga. Ada sesuatu yang berbeda juga bahaya yang tengah mereka hadapi malam ini karena Demian sekarang justru menyeringai bangga.Beberapa pria tersebut otomatis memundurkan tubuhnya ke belakang seraya memasang mimik waspada."Siapa yang menyuruh kalian? Cepat jawab!" teriak Demian kepada orang-orang itu.Hening. Mereka semua bungkam ta
Max mematikan ponsel lalu meletakkannya ke atas nakas yang berada di sebelah kanan. Kedua matanya tertuju kepada sesosok wanita yang meliuk mendekatinya.Tubuh wanita tersebut masih diselubungi oleh bathrobe putih. Baru setelahnya ia melepaskan bathrobe itu dengan sangat gemulai.Wanita tersebut kini mengenakan set bustier lingerie berbahan lace warna hitam transparan. Bahan korset yang menutupi tubuh bagian atasnya mendesak dada sehingga membuat kedua payudaranya seakan berontak dan menyembul keluar.Ia menyibakkan rambut gelombang cokelat peanutnya yang tergerai panjang demi memamerkan kedua asetnya itu. Dari rambutnya langsung menguar aroma segar bunga peony. Max langsung tergegau. Harus ia akui, dada wanita tersebut sangat besar dan menggoda."Kau harus memuaskan aku malam ini, Jennifer," tandas Max tak bisa mengalihkan perhatiannya dari tubuh seksi milik wanita di depan.Jennifer mendekat lalu memperhatikan kedua mata biru jernih milik Max. Ia mendesis setengah mengerang."Tentu,
Seorang wanita muda berusia dua puluh tahun yang tengah memakai jas putih memanjang dikagetkan oleh hasil objek yang baru saja ia teliti. Ia cukup terkejut dan menutup mulutnya sendiri.Setelah itu, ia memutuskan segera membawa hasil penelitiannya untuk kemudian dilaporkan kepada kepala laboratorium di tempatnya bekerja. Rambut hitam gadis tersebut dikuncir rapi. Kedua matanya yang sipit menggambarkan sebuah kegelisahan yang tercetak jelas.Langkahnya cepat dan tegas menuju salah satu ruang di tempat yang didominasi oleh warna putih ini. Ia berjalan melalui lorong panjang hingga tiba di depan sebuah pintu di sana. Perempuan tersebut lantas mengetuk pintu beberapa kali dengan keras sampai seorang pria paruh baya yang berparas tampan membukakan pintu."Ada apa? Ada sesuatu yang terjadi?" tanya pria di depannya. Pria tersebut bisa menerka dari guratan cemas gadis berkulit terang itu.Bahkan suaranya pun mengalun merdu. Kedua mata yang berwarna bronze terang pada pria tersebut terlihat te
"Kau tadi bilang apa, Ruth?" Shada mengernyit tak mengerti. Meskipun suara Ruth pelan, tapi Shada sempat menangkap apa yang dibicarakan oleh temannya itu.Ruth tercekat, tidak menyadari ucapan dari mulutnya yang baru saja keceplosan."Eh? Tidak, bukan apa-apa. Maksudku kau jangan mudah mengasihani orang lain, Shada. Apalagi Jennifer. Seperti yang pernah aku katakan dulu, kau harus hati-hati," tandas Ruth agak kelimpungan. Mendengar penjelasan Ruth, Shada menghela napas dengan berat."Aku tahu kau tidak suka Jennifer dan Richard. Tapi, Ruth.. Jennifer barusan mengalami musibah. Kau beneran harus mengatakan itu kepadaku?" Shada tidak percaya kebencian Ruth telah menutup mata hati wanita tersebut. Bahkan rasa pedulinya juga sudah tumpul."Kau tidak tahu tentang apa yang sedang kau hadapi, Shada. Percayalah padaku," sembur Ruth dengan penuh penekanan.Shada menekuk wajahnya. Ia muak dengan sikap Ruth yang selalu mewanti-wanti dan seakan semua orang di sekitar Shada perlu diwaspadai. Tapi,
Langit menggelap, tanda malam tiba. Bintang-bintang menggantung dan bertaburan memenuhi lanskap luas langit malam. Keindahannya bagai berlomba serta berdampingan dengan adanya rembulan.Malam ini bulan di atas balkon rumah Shada membulat sempurna, sangat indah. Namun tetap saja membuat Shada sedih. Ironis memang.Dari tadi Shada menunggu Demian datang. Tapi sampai sekarang pria itu tak muncul juga di hadapannya. Shada berdiri di balkon sembari bergerak tak nyaman. Jemarinya mengetuk-ngetuk dinding pembatas balkonnya sesekali menengok ke belakang. Ia menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam."Ck.. dimana kau?" gumam Shada gelisah.Berkali-kali ia tertipu oleh suara kesiur angin malam yang membelai pepohonan di depannya. Ia pikir itu Demian. Ternyata hanya gerakan antara angin dan pohon yang normal.Semakin lama, Shada terusik. Demian juga belum datang-datang. Padahal Shada sudah menunggunya lebih dari satu jam. Shada ingin bertanya mengenai kehidupan vampir lebih
Seketika Demian menekuk wajahnya. Apa yang barusan dia bilang? Terbayar lunas? Tidak bisa. Kata-kata Demian yang tidak terima menggema di seluruh pikirannya.Pasalnya, karena Darwin hidupnya menjadi berubah seketika. Mungkin hidupnya yang dulu tidak sebaik yang sekarang ia rasakan. Namun jauh di dalam dirinya, Demian tidak mau dan tidak menerima sebuah takdir yang mengubah hidupnya menjadi 180 derajat hanya dalam semalam. Itu hanya membuat jarak antara dirinya dan cinta pertamanya semakin jauh. Bahkan bisa pupus.Vampir tidak akan bisa bersama manusia. Sudah tertulis jelas di sana. Hidup secara berdampingan mungkin masih bisa. Para vampir di dunia manusia selalu menutupi identitasnya. Bekerja dan makan layaknya manusia biasa.Tetapi untuk menikah bersama manusia serta menghasilkan anak yang lucu? Bahkan rasanya alam akan menolak lebih tegas lagi.Vampir dan manusia seperti hidup di tempat yang sama, namun pada dimensi yang berlainan. Bak sebuah uang koin yang memiliki dua sisi berbeda
"Tidak!" erangnya saat menatap Shada.Meskipun kedua matanya tengah tertuju kepada Shada yang tertidur pulas. Namun lebih dari itu, Demian sedang melihat sebuah masa depan. Masa depan miliknya juga Shada.Demian sedih bercampur kecewa. Ia menyaksikan sebuah penggalan Shada yang marah dan semakin menjauhinya. Wanita itu tak mau bertemu dengan Demian lagi. Tiba-tiba dada Demian sesak. Ia meraup udara sekitar sebanyak-banyaknya. Mencoba berusaha tenang dengan mengisi banyak oksigen di paru-paru. Apa yang telah ia lakukan sampai Shada menjauhinya? Demian mencoba menganalisis.Demian kembali memandang Shada yang masih lelap dengan tatapan nanar. Ia frustasi karena tak menemukan kemungkinan perbuatan salah yang dilakukan olehnya."Aku harus bagaimana?" lirih Demian sembari menyentuh pelan pintu yang memantul samar bayangan wajah tampannya.Demian menyerah. Ia paham jika dirinya tak bisa berbuat apa-apa. Masa yang akan datang adalah sesuatu yang misterius dan tidak bisa dicegah. Untuk sement