Lengkap dengan jaket tebalnya, Shada mengembuskan napas hangat. Diam-diam ia mencuri pandang ke arah Demian yang menyetir di sebelah kirinya.Shada mengamati detail paras yang nyaris sempurna dari pria tersebut. Mata tajam bagai elang, hidung mancung, rahang tegas, juga bibir yang terbilang tipis dan ranum. Bahkan Shada baru sadar jika bulu mata Demian cukup lentik."Apa kau akan memandangiku seperti itu terus?" Demian menoleh ke arah Shada sekilas seraya mengembangkan senyum di bibirnya.Astaga! Shada tercekat lantas segera berpaling dari Demian. Kini kedua pipi Shada memerah akibat menahan malu. Ternyata Demian menyadarinya."Aku tidak melihatmu. Pemandangan di sebelahmu yang tadi aku perhatikan," elak Shada pelan.Demian setengah mati menahan agar tawanya tidak meledak. Sikap Shada terlalu imut baginya."Sabar, Tuan Putri. Sebentar lagi kita akan sampai di bandara."Shada mengernyit, lalu protes. "Sabar bagaimana?""Sambil menunggu pesawat nanti, kau bisa memandangi wajahku sepuasm
Darwin mengernyit. Tapi ia bisa menebak apa yang sedang terjadi. Dari tadi ia memang sudah mendengarkan pergerakan di belakang punggungnya.Di saat yang bersamaan dengan pelatuk yang mulai ditarik ke belakang, Darwin memutar serta memiringkan tubuh secara cepat.Peluru yang dilepaskan akhirnya meleset melewati bahu sisi kanan Darwin. Peluru itu justru melesat dan menembus dinding tebal di belakang Max.Sontak Max tercekat. Kurang sedikit lagi, peluru tersebut bisa saja merobek lengannya.Dengan tangkas Darwin menangkis tangan Tonny yang semula memegang pistol hingga senjata api itu jatuh ke lantai lagi.Darwin langsung melompat dan menghantamkan tendangan kakinya menyasar ke dada Tonny. Tonny terhuyung ke belakang serta membentur dinding dengan keras.Setelah menendang Tonny yang menjadi tumpuannya, Darwin pun melompat ke arah Max. Ia melesatkan tinjunya ke wajah Max hingga tubuh pria itu terpelanting ke kiri.Tak punya banyak waktu, Darwin segera menendang kuat pintu keluar hingga te
Shada mengerjap, lalu berkeliling menikmati alam di sekitar rumah neneknya yang dulu. Sambil merapatkan jaketnya, ia berjalan dan mengedarkan pandang ke arah pepohonan tinggi nan lebat di belakang rumah sederhana yang bergaya rustic tersebut.Cuaca di Sierra Madre memang sedang dingin saat ini. Tapi tak sampai bersalju, lebih tepatnya memang tak pernah tersentuh salju di sini. Walaupun suhu bisa mencapai titik terendah 0 derajat celcius, kenyataannya matahari cerah sepanjang tahun di wilayah yang termasuk negara bagian Amerika Serikat sebelah barat ini.Rumah itu, juga lingkungannya, tetaplah sama. Tidak ada yang berubah. Bahkan meskipun sudah ditinggal selama kurang lebih dua belas tahun yang lalu oleh penghuninya.Tampak bangunan rumah nenek Shada yang didominasi oleh kayu terlihat masih kokoh dan asri. Shada menghela napas dalam-dalam. Ia begitu merindukan suasana hangat di dalam rumah tersebut.Demian yang berada di belakang Shada mengamatinya. Ia kemudian maju dan memposisikan di
Shada rebah dengan pasrah ketika Demian mendorongnya ke atas kasur. Setelahnya, Demian merayap di atas tubuh Shada dan kembali melumat bibir ranum milik wanita tersebut. Memagutnya penuh kelembutan yang memabukkan, Shada memang menyukai bibir Demian. Saat pertama kali bermimpi Demian di kamarnya, Shada kemudian obsesi ingin memiliki ciuman pria tersebut untuk selamanya. Meskipun waktu itu tidak dibenarkan. Namun untuk yang sekarang, ia hanya ingin lebih menyelami kenikmatan tersebut. Ciuman Demian mengalirkan sengatan yang candu terhadap tubuh Shada. Hingga kedua tangan Shada memeluk tubuh Demian erat, mengusapnya lembut dari bahu ke punggung. Bibir Demian lantas menyusuri leher Shada. Sontak jiwa Shada menggelinjang, merasakan bagaimana sentuhan lembut bibir Demian, juga lidahnya yang membelai leher jenjang miliknya. "Hmm, tunggu, Demian." Shada menghentikan gerakan Demian. Kini pria tersebut menatapnya heran. "Kenapa, Shada? Kau tidak menikmatinya?" "Bukan. Hanya saja, apa kau
Shada mengerjapkan kedua matanya, lantas menoleh ke arah Demian yang tertidur dengan memeluk tubuhnya. Keduanya masih tertutupi oleh selimut putih yang menyembunyikan tubuh polos mereka. Shada mengamati detail paras yang bahkan tidak realistis itu. Ketampanan Demian sungguh tak nyata. Tangan Shada mula-mula menelusuri lekuk wajah pria tersebut dari dahi hingga ke bibir yang menurutnya sangat seksi. Shada mengulum senyum. Rasanya ingin menangis dan masih seperti mimpi karena dapat menemukannya lagi. Demian menggeliat lalu semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Shada, hingga wajah wanita tersebut tertarik mendekat ke muka Demian. Mungkin jarak mereka hanya sekitar lima sentimeter. Shada melotot dan menahan napas, tak ingin membangunkan pria di depannya sekarang. Namun di luar dugaan, Demian justru terkekeh dan membuka mata. Menatap Shada lamat-lamat, Demian kembali menyambar bibir ranum milik wanita di depannya. Sontak Shada terkejut mendapat ciuman mendadak dari pria tersebut. D
Pria tampan yang sedang dikawal itu tak sengaja menatap Shada yang masih termangu, lantas menghentikan langkahnya.Berikutnya pemilik mata perunggu tersebut langsung mengenali dan melempar senyumnya ke arah Shada. Sontak beberapa orang di belakangnya berhenti mendadak dengan raut wajah kebingungan."Akhirnya kau kemari juga, Shada," ledek pria itu.Shada melebarkan kedua matanya tak percaya. Ia mengawasi pakaian pria tersebut dari atas sampai bawah."Demian? Sedang apa kau ke sini?" Pandangannya kemudian ia seret ke arah beberapa orang yang berada di belakang Demian.Demian terkekeh. "Aku kerja, Shada. Kau pikir aku sedang mengumpulkan massa untuk demo?"Beberapa pria di belakangnya langsung menahan tawa. Shada yang melihat situasi ini semakin keheranan."Aku pikir… temanmu yang bekerja di sini. Tapi kau juga?" Kini Shada mendelik serius.Demian meringis, lalu mengedikkan kedua bahunya. "Ya, begitulah."Bersamaan dengan itu, seorang wanita berambut pendek keemasan memanggilnya. "Nona
"Kan tadi aku sudah memberitahumu, Shada. Aku kerja." Demian tersenyum lebar. Ia memutar tubuhnya hingga kursi dengan sandaran tinggi tersebut ikut berputar.Shada menautkan alisnya, masih dengan tatapan tak percaya. Ia merasa kesal karena seperti dipermainkan Demian."Aku serius. Kenapa kau ada di sini? Dimana pemilik Ell Food sekarang?" tegasnya.Demian semakin tergelak. Ia menggelengkan kepala karena Shada begitu lucu."Shada, kau sudah melihatnya sekarang." Ia mengedikkan bahu.Sontak Shada melebarkan kedua matanya. Ia tercekat begitu menyadari sesuatu."Kau… kaukah pemilik asli Ell Food itu?" Shada menyadari jika suaranya serak. Tenggorokannya kering, ia butuh minum sekarang."Tepat sekali. Apa kau akan semakin menyukaiku?" cibir Demian. Bibir tipisnya tetap mempertahankan senyum.Shada mengerjap cepat. Tiba-tiba dunianya seperti terbalik. Shada pusing dan bahkan tidak menyangka jika Demian adalah pemilik yang sesungguhnya. Demian terlalu hebat untuk itu.Ia mendadak ingat jika D
Kedua netra kelam Demian tetap menghunjam ke arah Shada. Ia terpaku di tempat, sementara peserta rapat mulai kebingungan. Salah seorang pria di dekatnya beberapa kali memanggil dirinya. "Pak? Pak Demian? Apa bisa dilanjutkan lagi?" Shada yang mendengar suara Demian terhenti seketika mendongak. Begitu pandangannya bertabrakan dengan Demian, ia menjadi bingung. Kedua matanya melebar dan semakin buncah tatkala menyaksikan leleran bening meluap dari mata pria tersebut. "Demian?" ucapnya terpegun. Pria di dekat Demian lantas berdiri kemudian menepuk bahunya singkat. "Pak?" Demian tergegau. Setelah sadar ia menangis, tangannya segera menyeka kedua mata yang telah basah itu. "Oh, maaf," ujarnya merasa bersalah. "Anda tidak apa-apa, Pak?" "Apakah rapat bisa dilanjutkan?" Satu per satu suara muncul dari kursi yang mengelilinginya. Beberapa saling berbisik karena sikap Demian hari ini sangat aneh. Dari mereka juga ada yang mencuri pandang ke arah Shada, menebak apa yang telah wanita i