Share

Bukan Nona Pengganti
Bukan Nona Pengganti
Penulis: Vervitta

Chapter 1

Pagi ini, tepat satu hari setelah Laura terbaring lemas tak sadarkan diri.

Kepala terasa sakit, bahkan tubuh pun juga tak ingin lepas dari ranjang empuk yang sedang ia tempati.

Perlahan Laura membuka mata dengan tangan kanan terus memegangi sisi kepalanya. Merintis kesakitan, mencoba memperjelas penglihatan yang buram.

Begitu terkejut Laura saat menyadari bahwa ia sedang berada di sebuah kamar mewah.

Bingung? Tentu saja, iya. Bahkan rasa takut pun ikut menyertai. Laura terdiam bisu dengan detak jantung tak beraturan.

"Di mana ini? Bagaimana aku bisa ---"

Baru saja hendak melanjutkan perkataannya, tiba-tiba suara seorang wanita lain mengagetkan Laura.

"Selamat pagi, Nona. Baguslah kalau Anda sudah sadar. Ini saya bawakan sarapan dan teh hangat untuk Anda. Jika butuh sesuatu, Nona bisa panggil saya," ucap seorang pelayan cantik yang perkiraan usianya tidak jauh di bawah Laura.

Seketika, tubuh Laura semakin lemas. Ia mencoba mengingat semuanya.

Tapi di kondisi panik seperti ini, tentu saja sulit baginya untuk berpikir jernih.

"Tempat apa ini? Kenapa aku bisa ada di sini? Siapa yang membawaku?"

Laura terus melontarkan pertanyaan dengan air mata yang sedang ia tahan di ujung kelopak mata. Belum saatnya untuk menangis karena ia masih berharap bahwa ini hanyalah mimpi.

"Nona sedang ada di rumah Tuan Leon. Kemarin pagi, beberapa anak buah dari Tuan Leon membawa Anda ke sini."

Mendengar itu, pikiran Laura semakin tak karuan.

Sejak kecil ia jarang sekali keluar rumah. Dirinya takut untuk bertemu orang baru, apalagi sampai berkenalan dan menjalin hubungan dengan mereka.

Namun, sekarang dia malah dibawa ke tempat yang sama sekali tak terpikir di benaknya. Bahkan oleh orang yang tidak ia kenal sama sekali.

"Leon? Siapa dia? Apa tujuannya membawaku ke sini? Di mana Devano? Apa Devano baik-baik saja?" lagi-lagi Laura terus melontarkan pertanyaan yang tak cukup satu.

Ia sangat takut jika dirinya di bawa untuk hal-hal yang tidak benar.

Ditambah lagi kekhawatiran akan keadaan kekasihnya yang membuat hati Laura tak bisa terkondisikan.

"Maaf, Nona! Saya hanya menjalankan tugas saya saja sebagai pelayan rumah. Jadi ... saya tidak tahu-menahu tentang pria bernama Devano yang Anda maksud," kata si pelayan bernama Angel.

Merasa sudah tidak beres, Laura bersikeras bangkit dari kasur walaupun tubuhnya masih terasa sakit.

Tak sengaja dirinya malah menyenggol pundak Angel dan menumpahkan semua makanan serta minuman yang ada di genggamannya. Bahkan teh hangat itu juga membasahi baju Laura.

Dengan sedikit perasaan bersalah, Laura tetap bersikeras melarikan diri tanpa meminta maaf pada Angel.

Saat membuka pintu dan berhasil keluar, tiba-tiba dirinya menabrak tubuh seorang pria tampan yang jauh lebih tinggi darinya, kurang lebih sekitar 180cm.

Tubuhnya tegap, berkulit putih cerah, dengan kemeja yang lengannya digulung sampai siku.

Laura terdiam, kakinya tak bisa bergerak dalam sekejap. Biasanya ia hanya mengagumi pria tampan yang ada di film-film saja.

Tapi saat takdir mempertemukannya dengan pangeran tampan ini, Laura malah tak tertarik sama sekali. Terutama karena dirinya sudah dipenuhi rasa takut lebih dulu.

"Ma---maaf, Tuan. Tadi saya tidak sengaja menumpahkan teh hangat ke baju Nona. Sekali lagi saya benar-benar minta maaf sebesar-besarnya."

Angel terus-menerus menyampaikan perasaan bersalahnya dihadapan sang majikan sembari membungkukkan tubuh berulang kali.

Dalam hati, Laura sedikit terkejut. Semua ini adalah salahnya. Dia yang menyenggol pundak Angel hingga minuman tersebut tumpah. Tapi justru Angel yang malah minta maaf dan mengatakan bahwa itu merupakan ulahnya sendiri.

"Tidak apa-apa, aku tidak akan marah. Ini bukan salahmu, dan juga bukan salah dia. Lebih baik sekarang kamu kembali melanjutkan pekerjaanmu saja dan jangan terlalu dipikirkan," kata Leon dengan tangan kanan yang sedang merangkul jas miliknya.

Lantunan kalimat bernada lembut terus berkeliaran di telinga Laura. Ini adalah pertama kalinya ia mendengar suara pria selembut itu.

Walaupun Leon tak tersenyum sama sekali, tapi Laura bisa menebak bahwa dia adalah lelaki yang penuh kelembutan.

"Apa! Dia memanggilnya dengan sebutan Tuan? Jangan-jangan dia adalah pria bernama Leon yang dimaksud oleh pelayan tadi," gumam batin Laura penuh rasa penasaran.

Tak disangka, Leon malah meletakkan salah satu telapak tangannya di atas kepala Laura dan mengelus pelan rambut indahnya.

"Lebih baik sekarang kamu ganti baju terlebih dahulu. Aku sudah membelikan pakaian yang baru untukmu. Semoga kamu suka," ujar Leon yang membuat Laura hampir kehilangan akal.

Tapi setelah mengingat bahwa dia dibawa secara tiba-tiba dan menganggap Leon adalah orang asing baginya, tentu Laura masih bersikeras untuk pergi.

Laura mengatakan kalau ia ingin mencari Devano, yaitu kekasihnya selama ini.

Tak menanggapi, Leon hanya diam dan memberikan sebuah paper bag berisi sejumlah pakaian wanita yang baru ia beli berdasarkan rekomendasi dari Angel.

"Aku tau apa tujuan kamu membawaku ke sini," seru Laura dengan maksud menakut-nakuti Leon. Seolah-olah rencana yang sudah Leon buat telah diketahui oleh Laura lebih dulu.

Leon menarik napas pelan, lalu berkata, "Tentu saja kamu tau, karena kamu sendiri yang memutuskan untuk tinggal di sini bersamaku."

Dalam sekejap, ucapan Leon membuat Laura merasa sedang dimanipulasi.

Ia berpikir apa mungkin ia telah hilang ingatan, atau Leon hanya mengatakan kebohongan dan membalikkan fakta.

Namun, Laura sadar bahwa ia tidak mungkin kehilangan ingatannya karena dia masih mengingat jelas semua kejadian di hari kemarin. Terutama saat terakhir kali dirinya melihat Devano.

"Aku tidak mengerti sama sekali dengan apa yang kamu katakan. Bahkan aku juga tidak mengenal dirimu. Apapun tujuanmu, tolong izinkan aku terlebih dahulu untuk bertemu kekasihku, Devano. Aku sangat ingin melihat kondisinya sekarang," pinta Laura dengan mata berbinar. Berharap Leon mengabulkan permohonannya.

Leon yang sama sekali tidak tau tentang Devano, tentu tak merespon permohonan Laura. Dia mengira bahwa itu hanyalah alasan Laura agar bisa kabur dari tanggung jawabnya.

"Launa, aku sama sekali tak ingin memarahi apalagi berkata kasar padamu. Jadi tolong jangan bersandiwara lagi dan selesaikan saja tugasmu sekarang. Cepat ganti bajumu, karena kita akan menemui Nenek."

Dalam sekejap, Laura dibuat heran oleh dirinya sendiri. Ia ragu harus menganggap Leon sebagai orang jahat atau baik.

Sikap yang Leon tunjukkan bagaikan malaikat tak bersayap. Tapi dengan membawa seseorang secara tiba-tiba, Laura menganggap itu adalah perbuatan tak pantas.

Meski bagaimana pun juga, ia masih menganggap Leon sebagai orang asing yang tidak bisa dipercayai sepenuhnya.

"Namaku bukan Launa! Aku adalah Laura," jelas Laura yang mencoba untuk menegaskan nada bicaranya walau sedikit ragu.

Leon menatap Laura tajam.

Ia semakin yakin kalau Laura ingin lari dari tanggung jawab yang seharusnya sudah dilaksanakan sejak beberapa hari lalu. Hanya saja ia tidak pernah datang dan malah membawa pergi uang 5 miliar yang telah Leon berikan.

Tidak ingin membuang-buang waktu lagi, Leon memilih untuk mengikuti alur permainannya saja dan berkata bahwa ia akan membawa Laura kepada pria yang dimaksud, asalkan Laura mau memenuhi tugasnya terlebih dahulu dan bertemu dengan sang nenek.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status