Share

Chapter 2

Di taman belakang rumah, Leon membawa neneknya yang berada di kursi roda ke hadapan Laura.

Demi mempercepat waktu agar bisa segera pergi dari sana dan mencari Devano, Laura benar-benar menuruti perintah Leon.

Nek Risa menyuruh Leon untuk masuk ke dalam rumah karena ia ingin bicara berdua saja dengan Laura.

Tak mau melawan perintah dari orang yang disayangi, Leon hanya diam. Ia pun masuk ke dalam rumah dan mempercayakan Nek Risa kepada Laura.

Di kursi taman, mereka duduk bersebelahan sambil menatapi indahnya langit yang membiru.

"Siapa namamu, Sayang?" tanya Nek Risa. Dengan sedikit gugup, Laura menyebutkan nama panggilannya.

"Nama yang cantik. Sama seperti orangnya," puji Nek Risa pada Laura yang membuatnya tak dapat merespon lebih dan hanya bisa tersenyum tipis.

Dalam hati Laura kembali tumbuh rasa grogi yang hampir tak terkendali.

Bagaimana tidak? Dia harus bicara empat mata dengan nenek dari seorang Leon Halton yang baru pertama kali bertemu dengannya.

"Laura," panggil Nek Risa yang membangunkan Laura dari lamunan.

"I---iya, Nek?" sahutnya pelan.

Nek Risa menjelaskan bahwa Leon adalah cucu kesayangannya. Sejak kecil, Leon sudah menjadi pria yang penurut dan tidak pernah membantah perintah darinya sedikit pun.

Leon memang sedikit pendiam dan terlihat seolah-olah tidak pernah tersenyum. Padahal tanpa disadari oleh orang banyak, terdapat hati lembut yang tidak pernah berubah sejak dulu.

"Kamu pasti tau bahwa umur saya sudah tidak muda lagi, 'kan?"

Laura mengangguk, lalu Nek Risa kembali melanjutkan perkataannya.

"Saat saya masih muda, saya ditinggal pergi oleh keluarga saya satu per satu. Mereka meninggalkan dunia ini dengan caranya masing-masing. Sekarang, saya sudah tidak sekuat dulu lagi. Saya sering sakit-sakitan bahkan bisa dikatakan menjadi beban untuk Leon."

Laura masih mendengarkan curahan hati sang nenek dengan tulus dan mencoba menebak-nebak apa yang sebenarnya ingin Nek Risa sampaikan.

"Tugas saya untuk menjadi Nenek bagi Leon sudah hampir selesai. Kapanpun maut hendak menjemput, maka saya siap menyambutnya dengan senang hati. Tapi ada satu hal yang membuat saya belum siap. Ya, saya tidak siap jika harus meninggalkan Leon. Walaupun saya tahu dia sudah dewasa dan mandiri."

Mendengar itu Laura hampir tak kuasa menahan air mata. Tapi ia tetap bersikeras mencoba untuk tidak menangis di depan Nek Risa.

Karena penasaran dan tidak ingin diam terus-menerus, Laura hendak bertanya dimana orang tua Leon. Baru saja ia membuka mulut, Nek Risa malah kembali melanjutkan ucapannya.

Ia meminta Laura untuk berjanji agar bisa menjadi peran pengganti di kehidupan Leon.

"Berjanjilah bahwa kamu akan menjadi orang kedua yang selalu ada untuk Leon setelah saya."

Seketika, Laura terpaku bisu. Ia tidak mau membuat janji untuk seseorang yang bahkan tidak ia kenal.

Dengan sedikit keberanian, Laura menolak permintaan Nek Risa. Kepalanya menunduk, mata pun tak berani menatap.

Tidak berhenti begitu saja, nenek dari Leon ini terus membujuk Laura. Ia berkata bahwa Laura adalah satu-satunya harapan bagi dia.

Sebagai seorang wanita berhati nurani, tentu Laura merasa kasihan dan tidak enak. Dia tau betul bagaimana perasaan Nek Risa yang masih memikirkan orang kesayangannya disaat-saat seperti ini.

Tidak ingin membuat Nek Risa bersedih lagi, Laura pun bersedia mengucapkan janjinya di hadapan sang nenek. Walaupun dia bingung apakah dirinya akan berdosa atau tidak jika mengingkari janji tersebut.

"Halo, Nenekku Sayang! Selamat pagi menjelang siang," sapa seorang pria muda dari arah belakang yang membuat Laura terkejut.

Tanpa ragu sedikit pun, pria bernama Felix itu berpindah tempat dan kini ia berdiri di hadapan mereka berdua.

Melihat mata Nek Risa memerah, senyuman lebar Felix langsung hilang dalam sekejap.

"Apa! Nenek menangis? Kenapa?" tanya Felix dengan kedua tangan memegangi pipi sang nenek.

Dalam sekejap Felix langsung menancapkan tatapan sinis ke arah Laura dan membuatnya kebingungan.

"Oh ... jangan-jangan kamu yang sudah bikin Nenek menangis. Wah, wah, wah! Pasti kamu anak dari tetangga yang rumahnya di pojok sebelah sana, 'kan? Pokoknya orang yang paling nyebelin di komplek ini. Iya, 'kan?"

Laura masih tak membantah, merasa pria ini memang agak aneh dan sedikit menakutkan.

"Felix, jangan asal bicara! Dia itu adalah tunangan barunya Leon," tegas sang nenek.

Seketika, ucapan Nek Risa membuat Laura dan Felix tercengang.

"Hah! Tunangan? Apa-apaan ini. Kenapa dia mengatakan bahwa aku merupakan tunangan Leon?" tanya batin Laura, jantungnya kembali tak tenang.

Di saat itu juga Felix langsung membungkukkan tubuh berulang kali dan meminta maaf pada Laura karena dia sudah melontarkan tuduhan yang tidak-tidak.

"Ternyata Kakak pintar juga dalam hal memilih pasangan," canda Felix, tertawa kecil.

"Syuttt ... jaga bicaramu!" cetus Nek Risa.

Laura sudah merasa tidak kuat dan ingin cepat-cepat mendapat jawaban dari semuanya.

Baru saja hendak mengatakan bahwa sebenarnya ia tidak mengenal mereka dan juga tidak mengerti apapun yang dibicarakan, secara mendadak Nek Risa malah batuk-batuk. Kebetulan Angel datang dan segera membawa Nek Risa untuk diberi obat.

Ingin memantau keadaan sang nenek, Felix berniat untuk mengikutinya dan meninggalkan Laura sendirian.

Dengan spontan, Laura menarik tangan Felix hingga membuatnya terkejut.

"Astaga, apa-apaan aku ini! Kenapa aku malah memegang tangan dia," seru hati Laura.

Felix berbalik badan dan langsung menjauhkan tangannya.

"Duh, Kak! Tolong jangan macam-macam! Aku ini cowok baik-baik," tutur Felix, main asal bicara.

"Ih, apaan sih! Orang aku enggak sengaja."

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Laura langsung memulai ke intinya.

Pertama-tama, ia memancing Felix terlebih dahulu agar mau mengatakan apa hubungannya dengan Leon Halton.

Tanpa pikir panjang, Felix langsung menjawab bahwa dia adalah adiknya.

"Oh ... jadi Leon punya adik" ujar Laura dengan suara kecil tapi masih dapat didengar oleh Felix.

"Astaga! Tunangan macam apa yang tidak tahu tentang pasangannya. Jangan bilang kalau Kakak juga tidak tahu bahwa Kak Leon itu enam bersaudara!" cetus Felix.

"Hah! Enam?"

"Tuh 'kan, hal sepele begitu saja Kakak tidak tahu. Oh, ya! Aku juga mau pamer sedikit. Di antara kita semua, aku adalah adik terakhir dari Kak Leon sekaligus orang kepercayaannya. Kak Leon tidak pernah mau bercerita ke siapa pun selain aku."

Mendengar itu, Laura merasa bahwa kesempatan sudah ada di depan mata. Kalau memang Felix adalah orang kepercayaan Leon, pasti dia tau semua tentangnya.

Dengan begitu Laura bisa mendapat petunjuk mengapa dirinya dibawa ke sana secara tiba-tiba. Walaupun setelah ini ia tetap akan pergi untuk mencari Devano, sang kekasih yang selama ini sangat ia cintai.

Dengan nada membujuk dan ekspresi imut Laura, membuat Felix tak tega dan bersedia menjawab semua pertanyaan yang akan Laura tanyakan selagi dia bisa.

Tapi sebelum itu, Laura juga memohon agar Felix tak memberitahu siapa pun.

"Ya, ya, ya," respon Felix, memutarkan bola mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status