Share

Chapter 3

Setelah selesai makan siang, Leon beranjak dari meja makan dan mengajak Laura agar segera pergi.

Tau bahwa Leon mau membawanya untuk mencari Devano, Laura malah mengurungkan niat dan berkata kalau ia berubah pikiran dan tidak ingin mencari Devano.

Leon menganggap kalau Laura berubah pikiran dan lebih memilih untuk tidak jadi pergi karena takut kebohongannya terbongkar.

Ya, Leon masih mengira kalau hilangnya kekasih Laura hanyalah sebuah alasan yang dibuat-buat untuk melarikan diri darinya.

"Aku sadar kalau sekarang aku adalah tunanganmu. Ma---maksudku tunangan palsu," seru Laura tak berani menatap mata Leon.

Waktu pun berjalan begitu cepat. Saat malam tiba, Laura tak keluar kamar sama sekali dan hanya terpaku diam di sudut ruangan barunya tersebut.

Perlahan ia mengambil ponsel miliknya di atas meja kemudian memberanikan diri untuk menghubungi kedua orang tuanya.

Sudah lebih dari 10 panggilan keluar, tapi tak ada satu pun yang di jawab. Di saat yang bersamaan, ada notifikasi pesan masuk dari ibunya Laura.

"Maaf, Anda salah nomor!" tulisnya, membuat Laura keheranan.

Selama ini ibunya memang suka melontarkan candaan padanya. Tapi tidak untuk keadaan darurat seperti ini. Apalagi dari kemarin hari Laura belum pulang. Seharusnya ibu Laura merasa khawatir, bukannya malah bercanda.

Tidak hanya itu saja, bahkan nomor Laura pun juga ikut di blokir. Semakin lama Laura merasa semuanya semakin aneh.

Ia mencoba mengingat kembali kejadian kemarin pagi, sebelum ia dibawa ke kediaman keluarga Halton.

Hari itu merupakan hari pertamanya bekerja di luar rumah. Selama bertahun-tahun menjauhkan diri dari banyak orang, kini Laura mencoba untuk memaksa dirinya agar bisa bekerja disebuah perusahaan meskipun sebagai karyawan biasa.

Karena itu merupakan hari spesial, sebagai sang kekasih pun Devano tak mau melewatkan kesempatan. Secara diam-diam, Devano mengantarkan Laura untuk pergi berangkat kerja tanpa sepengetahuan orang tuanya Laura. Karena kebetulan ibu dan ayah Laura tidak merestui hubungan mereka berdua.

Namun, sayangnya takdir tak selalu berjalan mulus. Di tengah perjalanan, mereka mengalami kecelakaan hingga membuat motor yang mereka gunakan rusak parah.

Tidak sampai di situ saja, bahkan Devano juga tak sadarkan diri.

Merasa panik, Laura meminta bantuan kepada orang-orang sekitar, tapi tak ada satu pun yang menanggapi. Mereka sibuk mengejar waktu masing-masing.

Tak lama kemudian, sebuah mobil datang dan berhenti tepat di sebelah mereka. Laura pun merasa bahwa ini adalah keajaiban yang dikirimkan untuknya.

Benar saja, saat itu juga turunlah satu orang pria yang segera memasukkan Devano ke dalam mobil. Ia mengatakan akan membawanya ke rumah sakit secepat mungkin.

Baru saja Laura hendak naik ke mobil yang sama untuk menemani sang kekasih, tiba-tiba pria itu malah melarangnya dan berkata bahwa mobil sudah penuh.

Padahal Laura sempat menyadari kalau di mobil itu hanya ada seorang wanita yang sedang duduk diam seperti patung. Namun, wajahnya tidak terlalu jelas jika hanya dilihat dari samping saja.

Karena merasa tidak enak apalagi sudah ditolong, akhirnya Laura pasrah dan meminta si pria agar segera menghubungi nomornya untuk memberitahu lokasi rumah sakit yang mereka datangi.

Setelah Devano dibawa pergi, kini Laura hanya berdiri gemetar di tepi jalan. Ia tidak tau apa yang harus dilakukan sekarang.

Tak ingin dimarahi oleh bos barunya, Laura mengirim pesan pada si bos dan meminta izin untuk tidak masuk di hari pertamanya tersebut.

Berselang beberapa menit, sebuah mobil berwarna hitam pekat pun berhenti. Tak disangka, 3 orang pria turun secara bersamaan dan malah menyekap Laura dengan sebuah kain hingga membuatnya pingsan.

Sejak saat itu Laura sudah tak ingat apa-apa lagi dan malah terbangun di rumah Leon. Hal ini jugalah yang Laura ceritakan pada Felix tadi siang.

Mendengar pengakuan Laura, Felix menjelaskan bahwa beberapa hari yang lalu Leon memang bercerita padanya kalau ia baru saja membayar uang sebesar 5 miliar rupiah pada seorang wanita untuk berpura-pura menjadi tunangannya di hadapan Nek Risa. Tapi Felix tak menyangka bahwa Leon malah salah sasaran.

"Lagi pula ... ke mana perginya wanita bayaran itu? Padahal seharusnya dia datang dengan sendirinya ke rumah ini setelah uang yang Kak Leon kirim diterima. Memangnya semirip apa sih wanita itu dengan Kak Laura? Bisa-bisanya Kak Leon sampai tak bisa membedakan."

Itulah pertanyaan Felix yang sedikit menganggu pikiran Laura hingga saat ini.

Tapi setiap masalah pasti ada jalan keluar. Oleh karena itu Felix menyuruh Laura untuk tetap berpura-pura menjadi tunangan palsu Leon di hadapan Nek Risa.

Dengan begitu Nek Risa bisa lebih tenang saat tau jika Leon sudah mendapatkan pengganti dari tunangan lamanya yang telah meninggal dunia. Bisa dikatakan kalau Laura harus menjadi nona pengganti di kediaman mereka.

Ditambah lagi Felix tau betul bahwa Leon sudah sangat menderita dengan kehidupannya. Leon merasa dunia ini tidak membagi kebahagiaan untuknya.

Oleh karena itu Felix ingin Laura menemani Leon dan membuat Leon tak merasa kesepian lagi. Bahkan tunangan lamanya saja tidak bisa mendapatkan hati Leon hingga akhir hayatnya.

Sebagai imbalan, Felix akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari Devano dan menguak semua yang terjadi pada Laura.

Merasa tawaran Felix tidaklah buruk, Laura pun menyetujui. Apalagi dia juga sudah membuat janji dengan Nek Risa dan tidak bisa mengingkari begitu saja. Dengan begini ia bisa menjadikan keadaan Nek Risa dan Leon menjadi lebih baik.

"Secara tidak langsung, aku dapat membantu seseorang dan menjadi peran penting dalam hidup mereka. Tidak ada gunanya juga kalau aku hidup hanya untuk diriku sendiri. Lagi pula ... mereka tidak mencari masalah denganku dan bahkan memperlakukanku dengan sangat baik."

Ditambah lagi Felix merupakan adik dari sosok Leon Halton. Tentu Laura merasa kalau dia memiliki kuasa yang jauh lebih hebat dibanding dirinya. Pasti akan lebih mudah untuk menemukan informasi yang Laura butuhkan, daripada dirinya sendiri yang mencari tahu.

Sudah mulai pasrah oleh keadaan, Laura mematikan ponsel dan menuju balkon kamar. Kebetulan kamar tempat Laura tinggal berada di lantai paling atas, yaitu lantai 3.

"Kalau seandainya aku diberikan kesempatan untuk mengatakan yang sebenarnya pada Leon, tentu aku akan bilang bahwa aku bukanlah Nona pengganti yang selama ini ia incar. Bahkan aku juga tidak pantas untuk menginjakkan kaki di rumah ini," seru Laura sambil menancapkan pandangannya pada langit gelap.

Dari kejadian yang baru saja ia alami, Laura merasa kemungkinan besar ini semua adalah karma yang tuhan berikan untuknya.

Sejak dulu, orang tua Laura tidak pernah menyetujui hubungan putrinya dengan Devano.

Meskipun Laura selalu menuruti perintah sang ibu dan ayah serta memperlakukan mereka dengan sangat baik, tapi Laura tak akan tinggal diam jika mereka menjelek-jelekkan Devano.

Tidak hanya itu saja, Laura juga kerap kali melawan perintah orang tuanya hanya demi mempertahankan hubungan dia dengan kekasihnya. Meski dalam hati selalu tersisa rasa penyesalan yang membuat ia selalu menangis di kamar.

Sekarang Laura sadar bahwa mengabaikan perkataan orang tua hanyalah pembawa takdir buruk untuknya.

Jikalau tidak bisa melakukannya dengan senang hati, setidaknya lakukanlah demi menyenangkan perasaan mereka. Karena kita tidak akan tau kapan kita akan kehilangan sosok penting tersebut.

Di saat yang bersamaan, Laura melihat sebuah mobil memasuki area halaman rumah.

Dia yakin mobil itulah yang digunakan anak-anak buah Leon untuk membawanya waktu itu. Dengan penuh rasa penasaran, Laura terus memperhatikan dari atas.

Setelah mobil itu berhenti, dirinya hendak melihat siapa yang turun. Ternyata itu adalah Leon yang entah habis dari mana. Laura mulai merasa ada sedikit kejanggalan.

Sesudah menutup pintu mobil, Leon hanya diam saja di tempat dan malah duduk lesehan begitu saja dengan tubuh bersandar ke pintu mobil tersebut.

Merasa kasihan apalagi setelah mendengar cerita masa lalu Leon yang kelam dari Felix, mendorong Laura untuk mendatanginya ke bawah.

Setibanya ditempat, Laura melangkah pelan mendekati Leon. Begitu terkejut saat melihat ada sebotol minuman memabukkan yang sedang Leon pegang di salah satu tangannya.

Meskipun sedikit ragu dan takut, Laura tetap mendekat dan ikut duduk di sebelah Leon.

"Leon," seru Laura membuat Leon membuka matanya yang terpejam.

Setelah menyadari ada Laura disebelahnya, Leon langsung mengalihkan pandangan dan kembali menutup mata. Isi dari botol minuman itu pun langsung ia tumpahkan dan dibuang begitu saja.

"Menjauhlah dariku, Laura," perintah Leon dengan nada lembutnya.

"Kenapa? Apa aku berbuat salah? Atau kamu sedang marah padaku karena kejadian tadi pagi?" tanya Laura mulai panik saat Leon malah mengusirnya.

Leon menghela napas pelan.

"Aku sedang mabuk. Tidak baik jika kamu terlalu dekat-dekat denganku sekarang. Aku takut jika akan melukai atau menyakitimu tanpa sadar," tutur Leon, matanya masih terpejam dan kepala juga masih bersandar pada mobil.

Seketika ucapan Leon membuat Laura sedikit kagum. Dalam keadaan seperti ini, ia masih sempat-sempatnya mengkhawatirkan orang lain agar tidak terkena imbas.

Mengingat kata Felix, Leon memang seorang penyendiri dan selalu meratapi masa lalunya. Bahkan terkadang ia juga sengaja memabukkan diri agar dapat menghilangkan stres dan melupakan kesedihan itu sejenak.

Walaupun Leon tau bahwa alkohol sama sekali tidak baik, bahkan dulu ayahnya juga meninggal karena kecanduan minuman beralkohol.

"Baiklah, kalau begitu ... ayo kita masuk ke dalam sekarang. Tidak baik jika terus-terusan di luar. Udara malam ini juga sedang tidak bagus. Apalagi sekarang sudah jam 2," bujuk Laura.

"Masuklah duluan! Aku masih ingin sendiri."

"Tapi---"

"Kamu juga jangan tidur malam-malam. Apalagi kamu 'kan seorang wanita, tidak bagus keluar rumah jam segini," kata Leon menatapi wajah Laura.

Tak bisa membantah lagi, Laura hanya mengangguk pelan dan langsung berdiri.

Setelah itu ia pergi meninggalkan Leon sendirian meskipun dengan berat hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status