Seperti biasa, Leon tidak suka diperiksa lama-lama. Ia meminta sang dokter untuk mempercepat pemeriksaan.
Dokter yang sudah kenal cukup lama dengan CEO Halton Group ini pun menyayangkan keadaan.Ia bilang harusnya Leon datang ke sana lebih awal, tepatnya setelah luka itu baru saja didapatkan. Dengan begitu, kemungkinan besar luka Leon tak separah ini."Syukurlah luka Anda masih bisa diobati," tutur si dokter dengan ramah."Oh iya, satu lagi! Jika rasa sakitnya tak kunjung hilang, silakan segera datang kembali ke sini secepat mungkin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut," seru dokter seraya menggoreskan tinta pulpennya pada secarik kertas resep obat.Setelah tak ada lagi yang perlu dibicarakan, dengan senang hati Leon menerima resep obat tersebut."Terima kasih," ujar Leon yang kemudian beranjak untuk pergi.Keesokan hari.Leon tengah memakai dasi di depan cermin dengan Angel yang berada di sebelahnya.Sepertinya biasa, Angel selalu melayani Leon dengan sangat baik setiap kali hendak berangkat kerja.Dasi polos berwarna hitam pekat itu sudah terlihat rapi sempurna. Dengan sigap, Angel memakaikan jas yang ada di tangannya pada sang majikan."Nanti sore aku akan menghadiri undangan pernikahan dari salah satu rekan kerjaku. Tolong sampaikan pada Laura agar mempersiapkan diri sebaik mungkin. Aku akan usahakan untuk pulang sebelum jam 4 sore," jelas Leon dengan nada sangat lembut."Baik, Tuan. Akan segera saya sampaikan pada Nona Laura," balas Angel yang tak berani menatap Leon."Tuan, ngomong-ngomong sarapan sudah saya siapkan semuanya di ruang makan. Kalau Tuan butuh sesuatu, silahkan panggil saya," lanjut Angel dengan kepala masih tertunduk.Tanpa basa-basi, Leon langsung mengatakan kalau dia tidak sarapan di rumah."Aku sedang buru-buru karena ada urusan mendesak yang harus segera diselesaikan. Kemungkinan aku akan sarapan di kantor saja.""Baiklah kalau begitu, Tuan. Saya pamit keluar dulu."Dengan segera Angel berjalan cepat meninggalkan Leon sendirian dan menuju ruang makan untuk melayani majikannya yang lain.Sementara itu, Laura terlihat tengah menikmati semangkuk sop hangat. Melihat Leon turun tangga dengan wajah dinginnya, membuat Laura bertanya-tanya."Apakah dia tidak sarapan?" tanya Laura dengan nada kecil pada Angel yang sibuk menuangkan nasi ke piring Damian.Angel memberi jawaban persis seperti apa yang Leon katakan. Dimana Leon sedang terburu-buru ke kantor karena ada urusan penting."Oh, begitu ...," singkat Laura.Karena kebetulan Nek Risa duduk cukup berjauhan dari posisi mereka, tentu ia tak mendengar percakapan kecil itu sedikit pun."Leon," panggil Nek Risa.Tau ada sahutan pelan yang memanggilnya, Leon melayangkan pandangan pada sang nenek."Ayo, sarapan dulu! Tidak baik jika bekerja tanpa sarapan. Setidaknya makanlah sedikit," ajak Nek Risa dengan akrab.Sembari memakai jam tangannya, Leon melemparkan jawaban pada Nek Risa dari kejauhan."Tidak, Nek. Aku sedang ada urusan penting. Nanti aku sarapan di kantor saja," jelas Leon yang tak ingin menunda waktu."Huh, padahal kemarin dia bilang kesehatan adalah hal yang penting. Tapi sekarang dia malah menunda makan," ketus Laura dalam hati yang sebenarnya merasa khawatir."Oh ya, ngomong-ngomong di mana Felix? Apa dia sudah bangun?" tanya Leon dengan serius."Dia sudah bangun dari tadi dan sudah berangkat ke kantor duluan," sahut Damian yang kebetulan ada di sana juga.Dengan sigap, Leon berpamitan dan bergegas pergi meninggalkan kediaman mewahnya tersebut.Laura kembali melanjutkan bisikan lembut di telinga Angel. Ia bertanya apakah Felix bekerja di perusahaan yang sama dengan Leon atau tidak."Tentu saja, iya, Nona. Karena dia adalah adik sekaligus asisten pribadi dari Tuan Leon," jawab Angel.Laura tersedak saat mendengar lantunan jawaban itu. Cepat-cepat Laura mengambil segelas air putih dan langsung meminumnya.Saat tiba di kantor, terlihat semua orang yang ada di sana tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Leon berjalan cepat menyusuri luasnya bangunan tersebut menuju ruangan pribadinya.Setiap kali ada karyawan yang meminta waktu Leon untuk membicarakan hal penting, Leon selalu menolak karena dia merasa urusannya sekarang jauh lebih penting."Tapi ini tidak bisa di tunda, Tuan!" ujar salah satu diantara mereka.Leon berpikir sejenak dengan kedua jari memijat pelan dahinya."Baiklah! Kalau begitu, kalian sampaikan saja apa yang mau di bahas pada Felix. Setelah urusan saya selesai, saya akan menanganinya dengan segera."Tak bisa membantah perintah sang atasan, mereka hanya bisa menurut. Walaupun sebagian ada yang merasa sedikit kecewa.Sesampainya di ruang pribadi, Leon cepat-cepat menyalakan laptop kerja miliknya. Ia terlihat sangat panik, bahkan lebih panik dari hari-hari biasa."Ternyata benar," ucap Leon saat melihat beberapa notifikasi virus yang terdeteksi.Ya, sekarang perusahaan Halton Group sedang diserang oleh seorang hacker yang hendak mencari masalah dengannya.Beberapa pihak keamanan sudah berusaha mengatasi permasalahan tersebut, tapi tak kunjung selesai. Oleh karena itulah Leon turun tangan dan mengutamakan keadaan darurat ini dibandingkan yang lain.Virus-virus baru terus menyebar menguasai sistem keamanan Halton Group. Membuat emosi Leon terpancing dan berusaha mencari kode-kode tertentu untuk memusnahkan.Tangan Leon terus bergerak cepat, ia hampir kewalahan menghadapi musuh yang tidak ia kenal itu.BRAKK!!Tiba-tiba Felix datang mendobrak pintu ruangan Leon. Dengan ekspresi hebohnya, Felix memberitahu sang kakak kalau data perusahaan mereka sedang diretas oleh seseorang."Aku sudah tau, oleh karena itu aku berangkat lebih awal," balas Leon den pandangan yang masih terus melayang ke arah layar.Melihat Leon yang sedang panik dan sangat serius, Felix sedikit ragu untuk menawarkan bantuan.Dia takut bukannya malah membantu, tapi malah menyusahkan kakaknya. Felix juga merasa tak tenang jika nanti Leon malah menegurnya karena sudah mengganggu dia.Kini Felix hanya berdiam diri di tepi Leon."Pantas saja Nenek memilih Kak Leon untuk menjadi CEO di perusahaan miliknya. Memang jika perhatikan, Kak Leon adalah satu-satunya cucu Nenek yang paling bisa diandalkan. Tidak seperti aku, apalagi Kak Damian," gumam batin Felix yang malah melamun.Di tengah kesibukan, Leon sempat-sempatnya bercerita sedikit pada orang kepercayaannya itu.Dia bilang kalau beberapa minggu yang lalu ada sebuah perusahaan kecil yang mengajukan proposal untuk menjalin kerja sama dengan Halton Group.Tapi Leon tidak langsung menyetujui proposal tersebut dan mencari tau tentang perusahaan itu terlebih dahulu. Benar saja, ternyata kekurangan dari perusahaan yang Leon maksud sangatlah banyak.Mulai dari kinerja kerja yang kurang baik, data penjualan yang semakin lama malah semakin menurun, bahkan kerap kali ada pegawai perusahaan yang berkeluh kesah karena fasilitas yang diberikan sangat tidak layak."Mungkin dia dendam karena aku sudah menolak pengajuannya," tebak Leon."Oh, jadi begitu ...," balas Felix singkat."Ngomong-ngomong apakah Kakak butuh bantuan? Mungkin aku bisa membantu Kakak untuk menyelesaikannya," tanya Felix setelah pikir panjang."Tidak usah! Kamu urus saja para karyawan di luar sana. Tanyakan pada mereka apa saja yang mau disampaikan. Setelah itu, beritahu padaku dan aku akan segera mengurusnya.""Ba---baik, Kak!" balas Felix yang kemudian pergi.Dengan fokus tingkat tinggi, Leon masih meladeni si hacker dengan penuh semangat yang membara."Hebat juga dia. Bisa-bisanya dia melawan diriku, seorang hacker yang tak mudah dikalahkan oleh orang lain," ujar seseorang yang menjadi pihak bayaran dari perusahaan pesaing.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Yang namanya seorang ahli, pasti akan menguasai hal di bidangnya. Sama seperti hacker yang sedang meretas perusahaan Leon. Tentu kemampuan dan keahliannya membuat dia berhasil mendapatkan data-data penting dari Halton Group."HAHAHA!" tawa hacker dengan keras, walau tak bisa di dengar oleh siapapun, apalagi Leon.Melihat kehebatan lawan, Leon mulai menghentikan jarinya dan tersenyum kecil. Ya, senyuman yang belum pernah dia tunjukkan pada siapa pun, kecuali saat dirinya sedang sendirian saja.Leon sangat paham bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya sia-sia. Begitu pun dengan usaha dia kali ini. Kekalahan Leon bukanlah masalah baginya. Justru dengan begini, Leon dapat mengeta
Sesampainya di lokasi, Laura dan Leon hendak memasuki gedung besar yang ada di depan mereka.Melihat semua tamu datang bergandengan tangan dengan pasangan masing-masing, membuat Laura teringat akan Devano. Ia kembali memikirkan di mana keberadaan kekasihnya itu."Bolehkah aku menggandeng tanganmu juga?" izin Leon dengan sangat lembut.Laura yang tidak keberatan pun mengangguk senyum. Tanpa berlama-lama lagi mereka bergegas masuk ke dalam gedung pernikahan tersebut.Dengan segera Leon mengajak Laura untuk bersalaman dengan pengantinnya terlebih dahulu. Lagi-lagi Laura hanya nurut saja dan tidak membantah perintah dari pria yang ada di sampingnya.Mereka menuju kedua mempelai, kemudian bersalaman dan berbincang-bincang kecil. Leon memperkenalkan pada Laura bahwa mempelai pria ini adalah rekan kerjanya. Mereka sudah saling kenal cukup lama.Setelah selesai menyapa, dengan ramahnya si pengantin wanita menyuruh Laura dan Leon untuk segera menduduki kursi tamu dan menyantap hidangan yang s
Alice melihat Laura sudah tak menunjukkan respon lagi. Tak mau perbuatannya di ketahui oleh orang lain, dia memanggil supir yang sejak tadi ada di dekatnya.Alice berjanji akan membayar gaji sang supir sebanyak tiga kali lipat bulan ini asalkan dia mau membantunya untuk mengeluarkan Laura dari kolam dan segera membawanya ke mobil.Sebelum itu Alice sempat bertanya terlebih dahulu apakah di luar penjaganya masih banyak seperti saat dia baru datang atau sudah tidak ada. Si supir menjawab bahwa memang masih ada penjaga, tapi tidak banyak dan hanya sekitar 1 atau 2 orang saja.Alice bilang itu adalah hal yang mudah. Ia tinggal menyogok saja dan masalah langsung selesai.Sambil mengikuti si supir yang sedang membawa Laura, Alice mengeluarkan ponsel milik Laura dari dalam tas yang tadi dia rebut. "Syukurlah tidak di kasih password," kata Alice.Dengan terburu-buru, dia mencari kontak Leon di ponsel tersebut dan berniat mengirimkan pesan palsu padanya."Leon, maaf jika aku membuatmu menung
Saat Alice sudah meninggalkan tempat, Laura segera berlari menuju pintu dan berusaha membukanya. Tapi karena pintu tersebut telah dikunci dari luar, maka tidak akan ada yang bisa membukanya kecuali kunci itu sendiri. Laura sudah kelelahan dan mulai pasrah.Dengan wajah imut, Vani menatapi Laura. Ia duduk di sebelah Laura dengan sangat manis, membuat Laura merasa gemas dan ingin mencubit pipinya.Perlahan, Laura mendekati Vani dan ingin mencoba mengakrabkan diri. Tapi sayangnya anak itu malah menjauh dari Laura karena takut."Apakah aku terlalu menyeramkan?" tanya Laura pada diri sendiri.Masih tak mau menyerah, Laura terus mencoba untuk membuat Vani mengerti bahwa dia bukanlah orang jahat."Maaf jika pertanyaanku ini sedikit tidak sopan. Tapi, apakah benar kamu pembantunya Alice?"Vani hanya diam, ia tak merespon pertanyaan Laura sedikit pun. Laura berpikir sejenak, mencoba menebak-nebak lagi."Atau keponakannya?" lanjut Laura, tapi tebakannya masih tak di jawab oleh Vani."Baiklah.
Vani memohon pada Laura agar mau membuatkan kue untuknya. Dia ingin mencicipi rasa yang sama untuk kedua kali, tapi dengan gaya yang berbeda."Maksud kamu?" heran Laura.Vani ingin kue yang kali ini dibuatkan untuknya adalah kue bolu, bukan kue kering. Sudah lama sekali Vani menginginkan kue tersebut. Sejak dulu dia memang senang sekali dengan makanan manis. Tapi semenjak tinggal bersama Alice, dia jarang sekali diberi makan. Bahkan di setiap hari ulang tahunnya, Vani tak lelah untuk menunggu hadiah kue impian yang akan Alice belikan untuknya.Dia tak berharap banyak, hanya sekedar kue murah pun juga sudah membuatnya sangat senang.Namun, Alice tak pernah menghiraukan keinginan adik kecilnya itu. Vani sudah terbiasa menunggu pemberian sang Kakak yang tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun.Merasa kasihan, Laura mengiyakan permintaan Vani. Meski dia sedikit ragu karena takut rasanya berbeda dari buatan Launa.Tanpa menunggu lama, mereka mulai membuat adonan bersama menggunakan b
Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara bag
Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara baga
Vani terlihat sangat gembira mendapatkan teman baru yang selama ini ia inginkan. Dengan antusiasnya gadis kecil itu memainkan boneka-boneka yang sudah rusak parah bersama dengan Laura.Meski tanpa bicara apa pun, Laura dapat melihat kegembiraan luar biasa di mata bulatnya Vani.BRAKK!!Tiba-tiba Alice datang mendobrak pintu, membuat Laura dan Vani terkejut. Tak ada angin tak ada hujan, Alice terus tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah sedang ada lelucon yang berhasil mengocok perutnya."Hei, Laura!" teriak Alice memanggil nama wanita yang tengah duduk di karpet berbulu.Laura melirik dengan sinis, tak mau menyahut."Aku punya kabar gembira untukmu," seru Alice mendekat ke arah Laura.Laura pun dibuat keheranan, kabar apa yang Alice maksud."Si Nenek tua itu akhirnya mati. Woah, keren banget gak tuh?" ujar Alice masih dengan tawanya.Seketika Laura membuka mulut dengan spontan, dan matanya juga terbuka lebar. Ia masih mencoba berpikir positif dan berharap bukanlah Nek Risa yang Alice ma