Share

Chapter 9

Seperti biasa, Leon tidak suka diperiksa lama-lama. Ia meminta sang dokter untuk mempercepat pemeriksaan.

Dokter yang sudah kenal cukup lama dengan CEO Halton Group ini pun menyayangkan keadaan.

Ia bilang harusnya Leon datang ke sana lebih awal, tepatnya setelah luka itu baru saja didapatkan. Dengan begitu, kemungkinan besar luka Leon tak separah ini.

"Syukurlah luka Anda masih bisa diobati," tutur si dokter dengan ramah.

"Oh iya, satu lagi! Jika rasa sakitnya tak kunjung hilang, silakan segera datang kembali ke sini secepat mungkin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut," seru dokter seraya menggoreskan tinta pulpennya pada secarik kertas resep obat.

Setelah tak ada lagi yang perlu dibicarakan, dengan senang hati Leon menerima resep obat tersebut.

"Terima kasih," ujar Leon yang kemudian beranjak untuk pergi.

Keesokan hari.

Leon tengah memakai dasi di depan cermin dengan Angel yang berada di sebelahnya.

Sepertinya biasa, Angel selalu melayani Leon dengan sangat baik setiap kali hendak berangkat kerja.

Dasi polos berwarna hitam pekat itu sudah terlihat rapi sempurna. Dengan sigap, Angel memakaikan jas yang ada di tangannya pada sang majikan.

"Nanti sore aku akan menghadiri undangan pernikahan dari salah satu rekan kerjaku. Tolong sampaikan pada Laura agar mempersiapkan diri sebaik mungkin. Aku akan usahakan untuk pulang sebelum jam 4 sore," jelas Leon dengan nada sangat lembut.

"Baik, Tuan. Akan segera saya sampaikan pada Nona Laura," balas Angel yang tak berani menatap Leon.

"Tuan, ngomong-ngomong sarapan sudah saya siapkan semuanya di ruang makan. Kalau Tuan butuh sesuatu, silahkan panggil saya," lanjut Angel dengan kepala masih tertunduk.

Tanpa basa-basi, Leon langsung mengatakan kalau dia tidak sarapan di rumah.

"Aku sedang buru-buru karena ada urusan mendesak yang harus segera diselesaikan. Kemungkinan aku akan sarapan di kantor saja."

"Baiklah kalau begitu, Tuan. Saya pamit keluar dulu."

Dengan segera Angel berjalan cepat meninggalkan Leon sendirian dan menuju ruang makan untuk melayani majikannya yang lain.

Sementara itu, Laura terlihat tengah menikmati semangkuk sop hangat. Melihat Leon turun tangga dengan wajah dinginnya, membuat Laura bertanya-tanya.

"Apakah dia tidak sarapan?" tanya Laura dengan nada kecil pada Angel yang sibuk menuangkan nasi ke piring Damian.

Angel memberi jawaban persis seperti apa yang Leon katakan. Dimana Leon sedang terburu-buru ke kantor karena ada urusan penting.

"Oh, begitu ...," singkat Laura.

Karena kebetulan Nek Risa duduk cukup berjauhan dari posisi mereka, tentu ia tak mendengar percakapan kecil itu sedikit pun.

"Leon," panggil Nek Risa.

Tau ada sahutan pelan yang memanggilnya, Leon melayangkan pandangan pada sang nenek.

"Ayo, sarapan dulu! Tidak baik jika bekerja tanpa sarapan. Setidaknya makanlah sedikit," ajak Nek Risa dengan akrab.

Sembari memakai jam tangannya, Leon melemparkan jawaban pada Nek Risa dari kejauhan.

"Tidak, Nek. Aku sedang ada urusan penting. Nanti aku sarapan di kantor saja," jelas Leon yang tak ingin menunda waktu.

"Huh, padahal kemarin dia bilang kesehatan adalah hal yang penting. Tapi sekarang dia malah menunda makan," ketus Laura dalam hati yang sebenarnya merasa khawatir.

"Oh ya, ngomong-ngomong di mana Felix? Apa dia sudah bangun?" tanya Leon dengan serius.

"Dia sudah bangun dari tadi dan sudah berangkat ke kantor duluan," sahut Damian yang kebetulan ada di sana juga.

Dengan sigap, Leon berpamitan dan bergegas pergi meninggalkan kediaman mewahnya tersebut.

Laura kembali melanjutkan bisikan lembut di telinga Angel. Ia bertanya apakah Felix bekerja di perusahaan yang sama dengan Leon atau tidak.

"Tentu saja, iya, Nona. Karena dia adalah adik sekaligus asisten pribadi dari Tuan Leon," jawab Angel.

Laura tersedak saat mendengar lantunan jawaban itu. Cepat-cepat Laura mengambil segelas air putih dan langsung meminumnya.

Saat tiba di kantor, terlihat semua orang yang ada di sana tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Leon berjalan cepat menyusuri luasnya bangunan tersebut menuju ruangan pribadinya.

Setiap kali ada karyawan yang meminta waktu Leon untuk membicarakan hal penting, Leon selalu menolak karena dia merasa urusannya sekarang jauh lebih penting.

"Tapi ini tidak bisa di tunda, Tuan!" ujar salah satu diantara mereka.

Leon berpikir sejenak dengan kedua jari memijat pelan dahinya.

"Baiklah! Kalau begitu, kalian sampaikan saja apa yang mau di bahas pada Felix. Setelah urusan saya selesai, saya akan menanganinya dengan segera."

Tak bisa membantah perintah sang atasan, mereka hanya bisa menurut. Walaupun sebagian ada yang merasa sedikit kecewa.

Sesampainya di ruang pribadi, Leon cepat-cepat menyalakan laptop kerja miliknya. Ia terlihat sangat panik, bahkan lebih panik dari hari-hari biasa.

"Ternyata benar," ucap Leon saat melihat beberapa notifikasi virus yang terdeteksi.

Ya, sekarang perusahaan Halton Group sedang diserang oleh seorang hacker yang hendak mencari masalah dengannya.

Beberapa pihak keamanan sudah berusaha mengatasi permasalahan tersebut, tapi tak kunjung selesai. Oleh karena itulah Leon turun tangan dan mengutamakan keadaan darurat ini dibandingkan yang lain.

Virus-virus baru terus menyebar menguasai sistem keamanan Halton Group. Membuat emosi Leon terpancing dan berusaha mencari kode-kode tertentu untuk memusnahkan.

Tangan Leon terus bergerak cepat, ia hampir kewalahan menghadapi musuh yang tidak ia kenal itu.

BRAKK!!

Tiba-tiba Felix datang mendobrak pintu ruangan Leon. Dengan ekspresi hebohnya, Felix memberitahu sang kakak kalau data perusahaan mereka sedang diretas oleh seseorang.

"Aku sudah tau, oleh karena itu aku berangkat lebih awal," balas Leon den pandangan yang masih terus melayang ke arah layar.

Melihat Leon yang sedang panik dan sangat serius, Felix sedikit ragu untuk menawarkan bantuan.

Dia takut bukannya malah membantu, tapi malah menyusahkan kakaknya. Felix juga merasa tak tenang jika nanti Leon malah menegurnya karena sudah mengganggu dia.

Kini Felix hanya berdiam diri di tepi Leon.

"Pantas saja Nenek memilih Kak Leon untuk menjadi CEO di perusahaan miliknya. Memang jika perhatikan, Kak Leon adalah satu-satunya cucu Nenek yang paling bisa diandalkan. Tidak seperti aku, apalagi Kak Damian," gumam batin Felix yang malah melamun.

Di tengah kesibukan, Leon sempat-sempatnya bercerita sedikit pada orang kepercayaannya itu.

Dia bilang kalau beberapa minggu yang lalu ada sebuah perusahaan kecil yang mengajukan proposal untuk menjalin kerja sama dengan Halton Group.

Tapi Leon tidak langsung menyetujui proposal tersebut dan mencari tau tentang perusahaan itu terlebih dahulu. Benar saja, ternyata kekurangan dari perusahaan yang Leon maksud sangatlah banyak.

Mulai dari kinerja kerja yang kurang baik, data penjualan yang semakin lama malah semakin menurun, bahkan kerap kali ada pegawai perusahaan yang berkeluh kesah karena fasilitas yang diberikan sangat tidak layak.

"Mungkin dia dendam karena aku sudah menolak pengajuannya," tebak Leon.

"Oh, jadi begitu ...," balas Felix singkat.

"Ngomong-ngomong apakah Kakak butuh bantuan? Mungkin aku bisa membantu Kakak untuk menyelesaikannya," tanya Felix setelah pikir panjang.

"Tidak usah! Kamu urus saja para karyawan di luar sana. Tanyakan pada mereka apa saja yang mau disampaikan. Setelah itu, beritahu padaku dan aku akan segera mengurusnya."

"Ba---baik, Kak!" balas Felix yang kemudian pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status