Dengan fokus tingkat tinggi, Leon masih meladeni si hacker dengan penuh semangat yang membara.
"Hebat juga dia. Bisa-bisanya dia melawan diriku, seorang hacker yang tak mudah dikalahkan oleh orang lain," ujar seseorang yang menjadi pihak bayaran dari perusahaan pesaing.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Yang namanya seorang ahli, pasti akan menguasai hal di bidangnya. Sama seperti hacker yang sedang meretas perusahaan Leon. Tentu kemampuan dan keahliannya membuat dia berhasil mendapatkan data-data penting dari Halton Group."HAHAHA!" tawa hacker dengan keras, walau tak bisa di dengar oleh siapapun, apalagi Leon.Melihat kehebatan lawan, Leon mulai menghentikan jarinya dan tersenyum kecil.Ya, senyuman yang belum pernah dia tunjukkan pada siapa pun, kecuali saat dirinya sedang sendirian saja.Leon sangat paham bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya sia-sia. Begitu pun dengan usaha dia kali ini.Kekalahan Leon bukanlah masalah baginya. Justru dengan begini, Leon dapat mengetahui jika keamanan Halton Group masih harus ditingkatkan lagi.Seperti dugaan Leon, hacker itu melayangkan sebuah pesan kecil melalui salah satu aplikasi khusus yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang tertentu saja.Pasalnya, dia meminta Leon untuk mengirimkan sejumlah uang dan menerima permintaan kerja sama dari perusahaan pesaing. Jika tidak, maka data-data penting Halton Group akan ia bocorkan ke publik saat itu juga.Sudah tak sepanik sebelumnya, Leon membalas pesan singkat itu dengan santai."Berapa uang yang Anda inginkan?" tanya Leon."Tidak banyak, hanya 15 miliar saja.""Baiklah, akan segera saya atasi," lanjut Leon tanpa pikir panjang.Tak di sangka sama sekali, Leon malah mengeluarkan ponsel dari dalam saku.Dengan penuh keyakinan, dia memotret hasil percakapan mereka dan menjadikannya senjata."Sepertinya dengan bukti percakapan ini, saya bisa melaporkan kalian ke pihak berwajib. Dengan begitu, maka perusahaan kalian akan jauh lebih bangkrut, bahkan harus menanggung rasa malu yang luar biasa. Benar, 'kan?" tulis Leon.Sang hacker yang sudah terlanjur dibuat kegirangan, malah berteriak kesal saat itu juga. Cepat-cepat dia menghapus semua percakapan tersebut, tapi percuma saja."Sial! Tadi Anda bilang kalau Anda menyetujui permintaan saya. Itu berarti Anda harus menepatinya!" ketus Hacker yang kini dibuat panik."Siapa yang bilang bahwa saya menyetujui permintaan Anda? Saya 'kan hanya bilang akan mengatasinya. Ya, mengatasi hal sampah seperti ini."Kesal dan takut jika Leon benar-benar melaporkan perusahaan mereka dengan bukti yang ia punya, akhirnya hacker tersebut pun langsung menghilang begitu saja dan mengurungkan niat untuk membocorkan data-data Halton Group.Mereka takut malapetaka malah menimpa perusahaan mereka.***"Duh ... kira-kira mana yang lebih bagus, ya," bimbang Laura seraya mencocokkan beberapa dress ke tubuhnya."Apakah ini? Ah tidak, tidak. Itu terlalu ramai. Atau ini saja? Tapi yang ini terlalu polos. Heuh! kenapa sih para wanita tuh mau nyari pakaian yang cocok aja susah banget!" keluh Laura mulai sebal.Di saat yang bersamaan, Angel datang menemui majikannya tersebut."Permisi, Nona. Apa benar Anda memanggil saya?""Iya, betul. Ada yang ingin aku tanyakan padamu."Tanpa basa-basi, Laura langsung menanyakan dress manakah yang menurut Angel paling cocok dengan tubuh Laura.Mendengar itu, Angel sedikit kebingungan. Dia takut pilihannya salah, atau tidak sesuai dengan selera Laura."Maaf, Nona. Tapi kalau memang pada dasarnya Nona sudah cantik, apapun pakaian yang digunakan akan tetap terlihat cantik.""Heuh ...." Laura menarik napas sejenak, kemudian menghembuskan dengan pelan."Angel, tolonglah! Aku sedang serius. Katakan saja mana yang menurutmu paling cocok."Angel berpikir sejenak seraya menatapi beberapa dress yang sudah tertata dengan rapi."Padahal tadi aku jawabnya juga serius," ujar batin Angel dengan ekspresi imut.Setelah berpikir cukup lama, Angel menunjuk sebuah dress panjang berwarna navy dengan model yang cukup simpel."Kenapa harus yang itu? Ma---maksudku, apa alasan kamu merasa dress itu cocok untukku? Maaf jika aku terlalu banyak tanya, karena aku memang seperti ini. Setiap kali meminta pendapat orang lain, aku selalu bertanya alasannya juga supaya aku tahu.""Tidak apa-apa, Nona. Lagi pula ini 'kan memang sudah tugas saya untuk melayani Anda," balas Angel."Kalau dari segi warna, dress ini tidak terlalu terang maupun gelap. Lalu modelnya pun juga cukup simpel, tidak ramai dan tidak terlalu polos. Kemudian alasan utama saya memilih dress ini adalah karena ukurannya lebih panjang dari yang lain. Sehingga akan terkesan lebih sopan," lanjut Angel dengan sabarnya ia menjelaskan.Mata Laura berbinar seketika, kemudian memeluk Angel dengan erat."Makasih, makasih, makasih ...," seru Laura kegirangan.Angel kembali mengeluarkan pendapatnya lagi dan berkata bahwa kemungkinan besar rambut Laura akan terkesan lebih anggun jika ditata dengan gaya yang berbeda.Walaupun model rambut Laura yang sekarang memang sudah mendekati kata sempurna, hingga terkadang membuat Angel merasa iri padanya."Tapi ... aku tidak bisa mengubah-ubah gaya rambut sesuai yang kamu maksud. Karena aku selalu membiarkan rambut panjangku ini terurai begitu saja. Mentok-mentok juga hanya di ikat biasa."Seperti sebelumnya, Angel siap membantu majikannya yang sedang kesusahan. Dengan senang hati, ia berkata bahwa dialah yang akan menata rambut Laura.Setelah selesai berganti pakaian, Angel mulai menyisir perlahan rambut indahnya Laura. Kemudian, ia merombak dengan model andalan yang menurutnya terbaik.Laura begitu kagum melihat model rambutnya kali ini yang sangatlah menakjubkan. Tanpa ragu ia terus memuji Angel berkali-kali hingga Angel sedikit lelah mendengarnya."Kalau boleh tau, apa Nona punya parfum? Karena menurut saya parfum adalah salah satu hal yang terpenting untuk kaum wanita. Apalagi jika ingin pergi ke acara penting seperti ini.""Ah iya, aku lupa membelinya waktu itu," tutur Laura seraya memukul dahi pelan.Seperti biasa, Angel meminta izin untuk keluar ruangan sebentar dengan nada yang amat sopan.Setelah dia kembali, Laura terkejut melihat sebotol parfum yang terlihat masih penuh di tangan Angel."Bolehkah saya memakaikannya untuk Nona?"Tak merasa keberatan, Laura mengiyakan permintaan kecil itu. Menghirup wangi yang sangat khas, membuat Laura hampir kehilangan akal karena baru kali ini ia menemukan parfum yang wanginya sangat enak.Hal ini dikarenakan Laura yang selalu salah membeli parfum dan malah mendapat wangi yang terlalu mencolok. Bahkan terkadang membuatnya mual karena tidak suka dengan baunya.Laura bertanya dimana Angel membeli parfum tersebut. Tanpa menutupi, Angel menjawab bahwa dia tidak membelinya."Lalu?""Tuan Leon yang memberikannya pada saya. Dia memang orang baik dan sering membelikan sesuatu untuk para pelayan di rumah ini.""Oh ... jadi itu pemberian Leon," gumam batin Laura."Tapi karena saya tau harganya tidaklah murah, maka saya selalu ragu untuk memakainya. Bahkan hingga sekarang pun parfum ini belum pernah saya pakai karena takut habis begitu saja."Seketika bola mata Laura melebar dan membulat. Dia kaget saat tau kalau Angel belum pernah memakainya sama sekali dan malah dipakai oleh dirinya lebih dulu.Seperti biasa, mereka selalu meminta maaf setiap kali merasa bersalah. Karena bagi mereka, kata maaf adalah kata yang wajib.Hal itu jugalah yang Laura lakukan sekarang.Meskipun dia merupakan majikan Angel dan berhak memakainya, tapi Laura tetap mengutarakan permintaan maaf dengan tulus karena merasa tidak enak pada pelayannya tersebut."Tidak masalah, Nona. Lagi pula memberi sesuatu pada seseorang tidak akan membuat kita rugi sedikitpun, 'kan? Justru hidup tak akan ada gunanya jika kita tidak berguna bagi orang lain," ucap Angel."Kalau bukan manusia yang membalas kebaikan kita, pasti Tuhanlah yang akan membalasnya. Bukankah malah lebih terhormat jika kebaikan kita dibalas langsung oleh yang Maha Kuasa?"Mendengar itu Laura merasa sedikit terharu. Bagi Laura, Angel bukanlah sekedar pelayan, tapi juga malaikat tak bersayap. Sama seperti namanya.Di saat itu juga salah satu anak buah Leon datang untuk memberitahu Laura bahwa Leon sudah tiba dan sedang menunggunya di bawah.Sesampainya di lokasi, Laura dan Leon hendak memasuki gedung besar yang ada di depan mereka.Melihat semua tamu datang bergandengan tangan dengan pasangan masing-masing, membuat Laura teringat akan Devano. Ia kembali memikirkan di mana keberadaan kekasihnya itu."Bolehkah aku menggandeng tanganmu juga?" izin Leon dengan sangat lembut.Laura yang tidak keberatan pun mengangguk senyum. Tanpa berlama-lama lagi mereka bergegas masuk ke dalam gedung pernikahan tersebut.Dengan segera Leon mengajak Laura untuk bersalaman dengan pengantinnya terlebih dahulu. Lagi-lagi Laura hanya nurut saja dan tidak membantah perintah dari pria yang ada di sampingnya.Mereka menuju kedua mempelai, kemudian bersalaman dan berbincang-bincang kecil. Leon memperkenalkan pada Laura bahwa mempelai pria ini adalah rekan kerjanya. Mereka sudah saling kenal cukup lama.Setelah selesai menyapa, dengan ramahnya si pengantin wanita menyuruh Laura dan Leon untuk segera menduduki kursi tamu dan menyantap hidangan yang s
Alice melihat Laura sudah tak menunjukkan respon lagi. Tak mau perbuatannya di ketahui oleh orang lain, dia memanggil supir yang sejak tadi ada di dekatnya.Alice berjanji akan membayar gaji sang supir sebanyak tiga kali lipat bulan ini asalkan dia mau membantunya untuk mengeluarkan Laura dari kolam dan segera membawanya ke mobil.Sebelum itu Alice sempat bertanya terlebih dahulu apakah di luar penjaganya masih banyak seperti saat dia baru datang atau sudah tidak ada. Si supir menjawab bahwa memang masih ada penjaga, tapi tidak banyak dan hanya sekitar 1 atau 2 orang saja.Alice bilang itu adalah hal yang mudah. Ia tinggal menyogok saja dan masalah langsung selesai.Sambil mengikuti si supir yang sedang membawa Laura, Alice mengeluarkan ponsel milik Laura dari dalam tas yang tadi dia rebut. "Syukurlah tidak di kasih password," kata Alice.Dengan terburu-buru, dia mencari kontak Leon di ponsel tersebut dan berniat mengirimkan pesan palsu padanya."Leon, maaf jika aku membuatmu menung
Saat Alice sudah meninggalkan tempat, Laura segera berlari menuju pintu dan berusaha membukanya. Tapi karena pintu tersebut telah dikunci dari luar, maka tidak akan ada yang bisa membukanya kecuali kunci itu sendiri. Laura sudah kelelahan dan mulai pasrah.Dengan wajah imut, Vani menatapi Laura. Ia duduk di sebelah Laura dengan sangat manis, membuat Laura merasa gemas dan ingin mencubit pipinya.Perlahan, Laura mendekati Vani dan ingin mencoba mengakrabkan diri. Tapi sayangnya anak itu malah menjauh dari Laura karena takut."Apakah aku terlalu menyeramkan?" tanya Laura pada diri sendiri.Masih tak mau menyerah, Laura terus mencoba untuk membuat Vani mengerti bahwa dia bukanlah orang jahat."Maaf jika pertanyaanku ini sedikit tidak sopan. Tapi, apakah benar kamu pembantunya Alice?"Vani hanya diam, ia tak merespon pertanyaan Laura sedikit pun. Laura berpikir sejenak, mencoba menebak-nebak lagi."Atau keponakannya?" lanjut Laura, tapi tebakannya masih tak di jawab oleh Vani."Baiklah.
Vani memohon pada Laura agar mau membuatkan kue untuknya. Dia ingin mencicipi rasa yang sama untuk kedua kali, tapi dengan gaya yang berbeda."Maksud kamu?" heran Laura.Vani ingin kue yang kali ini dibuatkan untuknya adalah kue bolu, bukan kue kering. Sudah lama sekali Vani menginginkan kue tersebut. Sejak dulu dia memang senang sekali dengan makanan manis. Tapi semenjak tinggal bersama Alice, dia jarang sekali diberi makan. Bahkan di setiap hari ulang tahunnya, Vani tak lelah untuk menunggu hadiah kue impian yang akan Alice belikan untuknya.Dia tak berharap banyak, hanya sekedar kue murah pun juga sudah membuatnya sangat senang.Namun, Alice tak pernah menghiraukan keinginan adik kecilnya itu. Vani sudah terbiasa menunggu pemberian sang Kakak yang tidak akan pernah terwujud sampai kapan pun.Merasa kasihan, Laura mengiyakan permintaan Vani. Meski dia sedikit ragu karena takut rasanya berbeda dari buatan Launa.Tanpa menunggu lama, mereka mulai membuat adonan bersama menggunakan b
Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara bag
Nek Risa berkata bahwa ia ingin Laura kembali ke rumah ini. Dia juga meminta Leon agar menjadikan Laura sebagai pasangan hidupnya suatu hari nanti karena tau bahwa Laura adalah wanita baik-baik.Leon hanya diam dan tak merespon. Ia tidak yakin bisa memenuhi keinginan tersebut. Apalagi Leon sadar bahwa Laura tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Kebaikan dan perhatian Laura selama ini hanyalah cermin dari sikapnya saja, bukan karena sebuah perasaan.Leon hampir stres saat itu juga. Di satu sisi, dia harus mencari Laura agar bisa membuat neneknya senang. Di sisi lain, kondisi Nek Risa sudah semakin parah dengan banyaknya permintaan yang ia lontarkan.Ingin menenangkan diri, Leon pamit untuk keluar dan menyuruh sang nenek agar beristirahat.Seminggu kemudian, Laura terlihat tengah membereskan ruang makan di apartemen milik Alice. Jika dia tidak memenuhi perintah Alice , maka Laura takut malah Vanilah yang akan mendapat imbasnya.Dengan pikiran tak karuan, Laura terus mencari cara baga
Vani terlihat sangat gembira mendapatkan teman baru yang selama ini ia inginkan. Dengan antusiasnya gadis kecil itu memainkan boneka-boneka yang sudah rusak parah bersama dengan Laura.Meski tanpa bicara apa pun, Laura dapat melihat kegembiraan luar biasa di mata bulatnya Vani.BRAKK!!Tiba-tiba Alice datang mendobrak pintu, membuat Laura dan Vani terkejut. Tak ada angin tak ada hujan, Alice terus tertawa terbahak-bahak. Seolah-olah sedang ada lelucon yang berhasil mengocok perutnya."Hei, Laura!" teriak Alice memanggil nama wanita yang tengah duduk di karpet berbulu.Laura melirik dengan sinis, tak mau menyahut."Aku punya kabar gembira untukmu," seru Alice mendekat ke arah Laura.Laura pun dibuat keheranan, kabar apa yang Alice maksud."Si Nenek tua itu akhirnya mati. Woah, keren banget gak tuh?" ujar Alice masih dengan tawanya.Seketika Laura membuka mulut dengan spontan, dan matanya juga terbuka lebar. Ia masih mencoba berpikir positif dan berharap bukanlah Nek Risa yang Alice ma
Alice menyuruh Leon agar duduk terlebih dahulu, sementara dia akan ke dapur untuk mengambil minuman sebentar."Baiklah," ujar Leon pelan seraya melayangkan tatapan ke arah televisi Alice yang masih menyala.Dengan cepat Alice pun bergegas pergi. Ia menyuruh Laura untuk menuangkan minuman bersoda yang ada di kulkas ke dalam sebuah gelas.Laura dan Vani yang tengah mencuci piring pun dibuat keheranan melihat gerak-gerik Alice yang begitu gugup. "Untuk siapa?" tanya Laura penuh kecurigaan."Bukan urusanmu. Cepat lakukan saja!" balas Alice yang malah memarahi.Laura membersihkan tangannya yang dipenuhi sabun dan segera melakukan apa yang Alice perintahkan. Sedangkan Vani masih menyusun piring-piring yang baru saja dicuci ke dalam rak piring.Setelah selesai, Laura memberikan gelas tersebut pada Alice. Tak sengaja jarinya menyentuh tangan Alice dan terasa sangat dingin."Alice terlihat sedang ketakutan, ada apa sebenarnya?" tanya Laura dalam hati.Sebelum pergi, Alice menyuruh Laura dan V