“Vanika, apa ketakutan terbesarmu?”Pertanyaan itu terdengar sangat sederhana, tapi rasanya seperti membuka luka lama yang pernah ia rasakan. Suatu perasaan yang membuat semacam luka permanen dalam dirinya. Raut muka gadis itu berubah.“Ketakutan terbesarku?” ia mengulangi pertanyaan Hyden dan dibalas oleh kekasihnya dengan sebuah anggukan kepala.“Entahlah, tapi sejak perpisahan kedua orang tuaku aku begitu takut untuk memulai suatu hubungan. Teman-temanku dengan mudah jatuh cinta, tapi gak dengan aku. Aku selalu cemas dan takut gimana suatu hubungan itu akan berakhir. Terlalu banyak yang aku khawatirkan,” jawab gadis itu.Hayden menatap wajah kekasihnya yang terlihat semakin serius dan begitu emosional. Gadis itu seperti meluapkan sesuatu yang sebelumnya ia pendam dalam waktu yang lama.“Aku benci pengkhiatan dan aku benci pertengkaran. Pernikahan mereka adalah suatu hubungan yang sulit. Terlalu banyak menyebabkan kerusakan,” lanjut Vanika dengan sedikit menundukkan kepalanya.“Kena
Hayden tidak menghiraukan semua tatapan di ruangan itu. Ia berbalik dan berlalu begitu saja meninggalkan kekasihnya yang juga masih begitu syok mendengar ucapannya. Emily berlari ke luar dengan wajah yang kesal diikuti Nesya.“Luar biasa,” ucap Aida dengan senyum tipis.“Sungguh kepribadian yang sensasional dan kontroversial,” celetuk Haikal.Joe mendekat pada Vanika dan berbisik, “Itu bercanda ‘kan? Kalian gak sungguh-sungguh tinggal bersama?”“Bisa dibilang ya kami tinggal bersama, tapi hanya untuk beberapa hari. Itu karena ibunya harus ke luar kota selama beberapa hari. Neneknya sakit. Jadi selama ibunya gak ada, dia dan adiknya tidur di rumah aku. Itu pun atas ajakan mamaku,”“Oh begitu. Ah, Hayden itu memang selalu buat orang terkejut. Kamu lihat wajah Emily tadi? Dia murka,” bisik gadis jangkung itu.“Aku sendiri gak tahu Joe gimana cara menyelesaikan urusan dengan Emily,”“Mungkin dia terbawa perasaan karena perilaku baik Hayden ke dia?” tanya Joe pada Vanika.“Ya mungkin dia t
Emily merenung di jendela kamarnya. Ia mencoba memproses kata-kata ayahnya yang selama ini selalu mengabaikannya. Menikah. Ayahnya telah menemukan sosok wanita baru di hidupnya dan memutuskan akan menikahi wanita itu dalam waktu dekat. Gadis itu berpikir bahwa ia akan semakin terasingkan dan pada akhirnya tersingkirkan. Mungkin ayah sudah melupakan ibu dan sudah tidak menyayangi aku, pikirnya.Hati gadis itu semakin hancur karena Hayden sama sekali mengabaikan panggilan darinya. Ia merasa semakin jauh dengan laki-laki itu. Ia mencoba menelepon kedua sahabatnya, Nesya dan Aida. Namun, Nesya sedang menghabiskan waktu dengan keluarganya di luar dan Aida sedang sibuk membantu kakaknya yang baru saja melahirkan.Kedua sahabatnya sedang sibuk bersenang-senang dengan keluarga mereka. Suatu keluarga bahagia yang selalu diimpikannya. Ia merasa masa remajanya begitu menyedihkan, tidak seperti teman-temannya yang penuh kesenangan. Ia berpikir kenapa ia tidak bisa mendapatkan kehidupan seperti it
Hatinya hancur melihat pemandangan itu. Ia tidak bisa menggerakan kakinya. Salah satu tangan laki-laki itu berada di punggung gadis yang dipeluknya dan satunya lagi mengelus lembut kepalanya. Gadis itu pun memeluknya dengan erat. Wajahnya terbenam dalam dada laki-laki yang dicintainya.Mereka terlihat sangat dekat. Bahkan lebih dekat dari sebelumnya. Mereka terlihat sempurna dan saling mengisi. Mungkin sebagian orang akan berpendapat bahwa mereka telihat manis saat bersama.“Mengapa harus berbohong?” pikir Vanika.Gadis berambut ikal itu mencoba menggerakan kedua kakinya dan berlari dari tempat itu seolah-olah ia tidak pernah melihat hal itu. Seolah-olah hal itu tidak pernah terjadi. Ia membereskan makanan-makanan di atas tangga dan itu membuat Joe sedikit terkejut.“Mau pindah ke mana?” tanya gadis jangkung itu.“Ayo pindah ke ruang tim kalian, tim panahan,” ajak Vanika sambil menahan tangisnya agar tidak pecah.Tanpa banyak basi-basi, Joe mengemasi barang mereka dan membawa Vanika k
Potret gadis itu terlihat tidak asing. Hayden mengambil dompet itu dari Vanika dan mengeluarkan foto dari dalamnya. Ia menunjukkan foto itu pada kekasihnya.“Kamu gak tahu dia?” tanya Hayden dengan senyumnya.Foto yang sedikit usang mungkin karena sudah cukup tua. Ia memakai seragam sekolah yang sama dengannya, rambut cokelat tua yang ikal, dan wajahnya tertunduk karena ia sedang membaca buku.“Ini aku?” tanya Vanika dengan wajah yang sedikit terkejut.“Ya. Maaf aku foto kamu diam-diam waktu itu,” ucap laki-laki itu.“Itu kapan?” tanya gadis itu yang bahkan tidak ingat kapan ia membaca di dekat kolam.“Dua tahun yang lalu? Ya aku ingat itu dua tahun yang lalu. Waktu kita masih kelas 10. Aku ingat waktu itu hari Kamis. Kamu selalu kemana-mana bareng Akhtar dan di foto ini aku pikir kamu lagi tunggu dia jualan,” jawab laki-laki itu yang membuatnya sangat terkejut.“Ini ada di dompet kamu selama dua tahun?!” tanya gadis itu lagi.“Ya, Van. Ah kenapa kesannya aku itu seperti orang aneh ya
Vanika menatap ke luar melalui kaca jendela mobil itu. Ia teringat ekspresi Emily yang terlihat begitu kesal dan murka. Sebenci itukah gadis itu padanya, pikir Vanika. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku rok sekolahnya. Ia memastikan semua note pemberian dari kekasihnya tersimpan aman di sakunya. Hayden yang sedang menyetir beberapa kali melirik ke arah gadis itu.“Kenapa? Ada apa?” tanya Hayden yang membuat gadis itu mengalihkan pandangannya pada kekasihnya.Vanika hanya tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. Hayden menyalakan lagu agar gadis itu terlihat lebih ceria.“Kamu suka Taylor ‘kan?” tanya laki-laki itu sambil memutar lagu Run.Gadis berambut ikal itu tersenyum manis. Hayden mengambil tangan kanan gadis itu untuk ia genggam. Satu-satunya hal yang ia inginkan hari itu adalah menghabiskan waktunya dengan Vanika. Laki-laki tampan itu tersenyum ketika melihat kekasihnya bersenandung seiring dengan lagu yang diputarnya.Give me the keys, I’ll bring the car back around
Hayden melirik ke arah jam dinding. Jam hampir menunjukkan pukul 17.30 sore. Hayden bangkit dari tempat duduknya.“Nek, sepertinya kami harus segera pulang. Kami tadi ke sini dengan berjalan kaki,” ujar Hayden sambil merapikan bajunya.“Wah padahal nanti bisa diantar kakek,” jawab nenek.“Jangan, Nek. Terlalu merepotkan,” tambah Vanika.“Ya sudah bawa ini ya,” ujar nenek sambil memberikan dua tas besar berisi berbagai macam hasil pertanian.“Terima kasih, Nek. Saya janji nanti pasti saya main ke sini lagi ya untuk ketemu kakek juga,” ucap Hayden seraya berjalan ke luar rumah itu.“Jangan lupa kamu juga harus ikut berkunjung ya, Nak,” kata nenek pada Vanika.“Pasti, Nek,” balas gadis itu dengan senyumnya.“Hati-hati di jalan!” pesan nenek pada dua remaja itu.***Mereka menyusuri hutan dengan tenang. Hayden berjalan dengan cepat sehingga Vanika sedikit kesulitan untuk menyusulnya. Perjalanan terasa lebih singkat dan lebih sunyi. Mereka sampai di holiday house dengan cepat. Vanika kehab
Vanika berbalik dan berlalu. Mengabaikan semuanya. Ia mungkin terlalu sensitif, egois, dan menyebalkan, pikirnya. Namun, ia tidak tahan lagi dengan semua ini. Beberapa tetes air mata mengalir di pipinya karena rasa kesal.Learning from you that I can walk away tooAnd you had me for a minute too(Sabrina Carpenter - decode)***Gadis itu mengabaikan beberapa panggilan masuk datang dari laki-laki itu. Vanika duduk di dalam bus. Ia sama sekali tidak berniat untuk turun. Ia ingin pergi ke manapun bus itu membawanya. Hayden mungkin sedang bersama Emily. Lagipula akhir-akhir ini mereka sering menghabiskan waktu bersama.Vanika turun di sebuah pusat perbelanjaan. Ia membeli beberapa makanan ringan dan sebotol susu. Gadis berambut ikal itu memasuki sebuah tempat hiburan arkade. Sudah lama ia tidak bermain di tempat itu. Terakhir kali ia datang ke tempat itu bersama Hasna. Setelah mengisi powercard, ia menuju tempat Street Basketball berada.Vanika menyimpan semua barang bawaannya di atas lan