Vanika memandang pria itu dengan kedua mata bulatnya. Pria muda bertubuh tinggi itu baru saja meminta izin untuk memeluknya. Sedikit aneh bagi Vanika, tapi seperti itulah Adrian.“Sure. We’re friends,” jawab gadis itu sambil memeluk Adrian.Adrian yang mendengar itu sedikit merasa kecewa, namun merasa nyaman ketika gadis yang ia sayangi memeluknya. Pelukan singkat itu meninggalkan kesan berbeda bagi Vanika. Berbeda dari setiap pelukan Hayden yang penuh dengan gejolak remaja, Adrian memberikan kesan sederhana yang penuh ketulusan.“Ya sudah, aku pulang ya. Jaga diri baik-baik, Van,” ucap pria muda itu sambil menepuk bahu gadis yang berdiri di hadapannya.“Wah, wah, wah. Mencoba untuk berbicara informal ya?” ujar Vanika dengan tawa ringannya.“Ya,” jawab Adrian dengan senyum yang terkesan sedikit canggung.“Hati-hati di jalan ya,” pesan gadis bertubuh ramping itu sambil melambaikan tangannya seiring dengan perginya pria muda itu.***Vanika terbangun dari tidurnya karena Clarissa memasu
Vanika duduk di teras rumahnya sambil menatap lekat-lekat wajah gadis yang duduk di sebelahnya. Rambut gadis itu begitu gelap, lurus, dan indah. Kedua alisnya begitu tebal dan cantik. Bulu matanya lebat dan lentik. Kedua matanya sedikit sembap karena habis menangis.“Emily, are you okay?” tanya Vanika dengan sedikit cemas dan dibalas oleh anggukan kecil dari gadis di sebelahnya itu.Vanika meraih salah satu tangan Emily yang sedang meremas-remas gaun hitamnya. Seorang gadis cantik dengan wajah muram dan mengenakan gaun hitam adalah pemandangan yang sangat menyedihkan. Gadis berambut kecokelatan itu mengelus tangan Emily dengan lembut.“Ada apa, Emily?” tanyanya dengan lembut.“Vanika, maafkan aku,”“Untuk apa?”“Hayden…”“Kami sudah berakhir, Emily,” potong Vanika.“Aku mohon kembalikan dia jadi seperti dulu lagi, Van,” ucap Emily dengan pelan.“Kenapa?”“Dia berubah total sejak berpisah dengan kamu. Aku pikir hanya kamu yang bisa mengembalikan Hayden yang dulu,”“Emily, dulu kamu yan
Gadis bergaun tidur putih itu berlari-lari menuju gerbang depan rumahnya. Rambut ikal panjangnya diterpa angin malam yang dingin.“Kak Adrian! Oh bukan! Adrian!” panggil Vanika dengan gembira.“Ah,, kenapa kamu berlari-lari seperti itu di malam hari? Menyeramkan,” ucap pria muda itu sambil melepaskan jaket tebal berwarna cokelat tua dari tubuhnya dan memberikannya pada gadis itu.“Loh kenapa di lepas?” tanya gadis itu sambil mengambil jaket itu.“Pakai saja,” jawab Adrian.Tidak lama kemudian mereka sudah duduk di teras rumah itu. Adrian terlihat sibuk mencari sesuatu dari tas ranselnya.“Loh kamu cari apa?” tanya Vanika penasaran.“Aku ke sini untuk kasih kamu sesuatu,” jawab pria muda itu yang masih sibuk dengan ranselnya.“Oh begitu. Ah, aku masih belum terbiasa pakai bahasa informal dengan orang yang lebih tua,” ujar gadis itu.“Gak apa-apa. Aku yang minta juga. Nah, ini ketemu,” ujar Adrian sambil mengeluarkan sebuah kotak kecil dan membukanya.Ia mengeluarkan sebuah gelang yang
Vanika melihat Akhtar dan Emily secara bergantian. Kedua matanya mengerjap-ngerjap. Begitu pun sebaliknya.“Heh, Van kenapa kamu lihat aku kayak begitu? Seolah-olah suatu hal yang luar biasa kalau aku bisa ajak seorang gadis jalan-jalan?” cibir Akhtar yang berlari mendekat dan tiba-tiba dengan susah payah merangkul Adrian.“Bukan begitu, tapi Emily?” tanya Vanika.“Ya! Akhtar ajak aku jalan-jalan untuk kesekian kalinya,” jawab Emily dengan riang sambil berjalan mendekat dan dibalas oleh senyum lebar Vanika.“Hebat, seorang Akhtar sudah berani ajak seorang gadis keluar,” ujar Adrian.“Ah kak Adrian semakin hari semakin tinggi menjulang, sedangkan aku gak ada perkembangan sama sekali,” keluh Akhtar.“Daripada kita ngobrol di sini ayo kita makan. Di dekat sini ada tempat makan yang enak,” ajak pria jangkung itu.“Ah pantas saja tinggi begitu karena kak Adrian begitu senang makan,” balas laki-laki berkumis tipis itu.***Tidak lama kemudian mereka sudah duduk di sebuah meja untuk empat or
Vanika yang mendengar itu seketika bangkit dari posisinya.“Kalian benar-benar berkencan?” tanya Vanika dan dibalas oleh anggukan kepala adiknya yang lengkap dengan senyum lebarnya.“Kenapa kamu begitu khawatir pada adikmu? Dia sudah besar!” ujar Emily yang tertawa melihat wajah kawannya yang penuh rasa khawatir.Vanika memakaikan masker ke wajah gadis bemata besar itu sambil terus membicarakan kekhawatirannya tentang Clarissa. Emily mendengarkan sambil sesekali tertawa kecil melihat kawannya yang begitu khawatir adiknya akan tersakiti. Kemudian Emily bangkit dari tempat duduknya dan menyalakan lagu.Ia menarik Vanika dari posisinya. Vanika tertawa melihat temannya yang menari-nari sambil bernyanyi dengan ramai.It’s alrightI’ve always liked my romance bittersweetIt’s what I needSome girls wanna dance in the spotlightSome girls just kiss and tellSome girls wanna movie momentWaiting by the wishing wellDon’t need to make you love meI got myself and I want to make musicTo make t
Gadis itu berjalan dengan riang. Wajahnya terlihat lebih cerah dari sebelumnya. Angin menerpa rambut hitam panjangnya. Gadis itu memakai pakaian serba merah muda yang membuatnya terkesan semakin ceria. Kedua mata indah itu terlihat lebih besar dan bersinar indah.“Kamu sudah menunggu lama ya?” sapa gadis itu dengan senyumnya.“Ya, kamu lama sekali jadi tadi aku hampir berpikir untuk pulang,” jawab laki-laki itu membalas senyum gadis yang berdiri di hadapannya.“Ish aku cuma terlambat 5 menit!” sahut gadis itu sambil meninju lengan kawannya.“Tapi itu sama saja terlambat. Ngomong-ngomong, kamu mau ajak aku ke mana?”“Keliling kota ini sebelum kamu pergi, Hayden,”“Keliling kota ini?”“Sebagai seorang sahabat yang baik, aku ingin kamu punya kenangan baik tentang kota ini,” jawab Emily dengan riang.“Sahabat yang baik?” goda Hayden dengan tawa kecilnya.“Karena selama ini aku selalu jadi sahabat yang buruk. Aku pikir, mungkin ini bisa menebus semua kesalahanku,”Tidak lama kemudian Hayde
“Adrian?” sapa Vanika dengan suara pelan.Tiba-tiba Hayden yang berjalan di belakang Vanika menahan tangan Vanika dengan sebuah genggaman di pergelangan tangan gadis cantik itu. Gadis bertubuh ramping itu membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah laki-laki yang menahannya dengan wajah yang kebingungan.“Aku harus segera pulang. Besok aku akan pergi dan malam ini aku datang untuk pamit,” ucap laki-laki itu yang dibalas dengan anggukan kecil dan wajah kebingungan dari Vanika.Tiba-tiba Hayden memeluknya dengan erat, “I’m gonna miss you, Van. I love you,” ucapnya yang membuat Vanika terkejut.Gadis itu melihat bahwa kekasihnya menyaksikan kejadian itu dari jauh. Kekasihnya tidak menampilan ekspresi apapun. Vanika tidak membalas pelukan itu. Tidak lama kemudian Hayden melepas pelukannya dan berjalan ke luar melewati pagar besar itu.Tatapan Hayden dan Adrian sempat bertemu. Dua pasang mata yang saling menatap dengan tajam itu melirik dengan dingin. Vanika berjalan ke luar pagar dengan pera
“Menurutmu gimana kalau aku minta Nanda jadi pacarku?” tanya sahabatnya kemudian.“Nanda? Jadi pacarmu?” ulang Joe dengan kedua mata yang membesar dan dibalas oleh sebuah anggukan dari laki-laki yang duduk di hadapannya.“Hmmm, aku bisa bayangkan kalau itu benar-benar terjadi,” ujar gadis jangkung itu sambil menatap ke langit-langit seolah-olah sedang membayangkan hal apa yang akan terjadi kepada sahabatnya itu.“Bayangkan apa?” tanya Bagaskara dengan tidak sabar.“Aku bisa bayangkan kalian kalau berkelahi akan saling lempar sesuatu seperti HCl atau NaOH,” jawab gadis itu sambil tertawa terbahak-bahak dan langsung mendapat satu ketukan di dahinya dari sahabatnya.“Kamu ini suka membayangkan yang aneh-aneh. Padahal aku tanya serius,” ujar mantan ketua kelas itu.“Aku gak tahu. Kamu bayangkan saja sendiri. Lagipula itu bukan urusanku,” hardik Joe dengan wajah yang cemberut.“Sepertinya kamu masih galau karena ditinggal Hayden ya,” ujar Bagaskara yang dibalas oleh tatapan tajam gadis ber