Share

Bab 3

Apa-apaan ini, bisa-bisanya mendukung perselingkuhan, aku dibuat geram karenanya. Langsungku stalking kedua akun, yang me-mentionku dan orang di balik komentar aneh. belum selesai akun mencari tahu siapa di balik akun-akun itu, suara seseorang di depan sana mengalihkan perhatianku.

"Assalamualaikum," salam sesorang yang kuyakin Mbak Naura.

Kuletakan posel di atas nakas dan bergegas membuka pintu, untuk menemuinya.

"Waalaikumusalam, Mbak. Ada apa?" tanyaku bingung, karena jarang sekali dia datang pagi-pagi.

Mbak Naura masuk tanpa aku suruh, dan langsung duduk. Memijat pelipisnya berulang kali. Apa dia ada masalah, ya, batinku.

"Mbak sudah sarapan?" tanyaku.

Dia tidak menjawab, hanya memandang dengan tatapan sendu. Kemudian memelukku erat, menepuk punggungku pelan.

"Ada apa, Mbak?" tanyaku.

Aku benar-benar bingung dibuatnya, takut terjadi sesuatu padanya saat pulang dari sini semalam. Kuurai pelukan darinya dan bertanya ada apa, untuk kesekian kalinya.

"Kamu adalah adik mbak, apa pun yang terjadi, mbak akan selalu di belakangmu!" serunya dengan menahan isakan.

Aku mengeryit, tidak mengerti sama sekali dengan apa yang diucapkannya. Perlahan aku bertanya padanya, tentang dirinya yang tiba-tiba seperti ini. Tapi dia hanya diam saja, dan beralih menanyakan aset milik Mas Attar.

"Semua atas nama Mas Attar, Mbak." Aku menjawab setelah yakin dengan pertanyaannya.

"Sekarang kamu harus memindahkan semuanya atas nama kamu, bagaimanapun caranya!" Dengan dagu terangkat, Mbak Naura mengatakan hal yang membuatku merasa semakin aneh.

"Mbak kenapa, sih?" Mata kusipitkan, saat bertanya.

Sepertinya mulai kebiasaan Mbak Naura yang mendadak diam saat aku tanya, dia malah asik bermain ponsel. Kemudian, dia berjingkat. Menatapku sayu dan kembali memelukku erat.

"Brengs*ek si Attar!" makinya.

"Mbak! Ada apa sih?" tanyaku yang benar-benar ingin jawaban darinya.

Dengan tangan bergetar, Mbak Naura menunjukan status seseorang yang kuyakini Shanum, karena hanya dia yang selama tiga bulan ini mengirimkan pesan untuk Mas Attar. Namun, status yang ini berbeda dengan status yang tadi aku baca.

"JIKA SUDAH SAMA-SAMA CINTA, KENAPA HARUS MENUNDA UNTUK BERSAMA. KITA TIDAK MERUGIKAN ORANG LAIN!"

Ujar status yang kembali me-mention akunku dan akun Mas Attar. Apa maunya gadis itu, apakah dia benar-benar mencintai Mas Attar, dan apakah Mas Attar juga mulai main hati dengannya?

"Udah, jangan kamu pikirkan. Sekarang kamu harus cerdik, untuk mempertahankan rumah tangga kamu. Minimal memiliki hak untuk masa depan Aqilla.

Aku tersenyum bangga melihat kakak iparku yang satu ini, jika di luar sana banyak sekali ipar yang saling sikut, tidak halnya dengan wanita yang selalu mendukungku.

Kecurigaanku mulai tumbuh pada Mas Attar, meski dia terbuka padaku. Akan tetapi aku tidak tahu isi hatinya yang terdalam.

"Mbak, tapi Mas Attar sudah mengatakan tidak melakukan itu!" ucapku seraya meringis.

"KIta tidak tahu hatinya, kan?" tanyanya seperti apa yang kupikirkan.

Aku mengangguk dan bertanya harus bagaimana menghadapi ini, karena aku tidak ingin keutuhan rumah tanggaku terganggu, apalagi di rusak oleh wanita lain.

"Pertama-tama, semua aset harus di balik nama atas namamu atau Aqilla. Kedua, kamu harus mempercantik diri, ikut semua senam dan perawatan!" saran Mbak Naura. "Jangan biarkan ulut bulu yang masih piyik mengganggu rumah tanggamu!" imbuhnya malah membuatku tertawa.

Aku pun sempat terpana, kala melihat lekuk tubuh Shanum yang aduhai. Benar-benar idaman para lelaki, berbeda denganku yang makin melebar setelah melahirkan Aqilla.

"Tapi aku tidak berani bilang ke Mas Attar, Mbak," lirihku.

"Nanti kita cari caranya," ujarnya. "Sekalian aku mau mencari tahu tentang gadis pengoda itu!" tambahnya penuh semangat.

"Oya, Mbak. Mas Attar bulan ini berniat membeli mobil, lagi nunggu bonus cair," ujarku saat mengingat perkataan Mas Attar yang berniat membeli mobil untuk jalan-jalan dan mengantar ibu mertua berobat, agar tidak terus menerus sewa.

"Bagus, coba minta atas namamu. Kalau tidak boleh, bilang ke Mbak!" tegasnya.

Ponselku beberapa kali menerima pesan beruntun, lalu suara dering terdengar berulang kali. Membuyarkan konsentrasiku berbincang dengan Mbak Naura.

"Mungkin Attar," ujar Mbak Naura dan aku membantahnya, karena ponsel Mas Attar rusak olehku dan tidak mungkin dia langsung membeli yang baru.

Saat ingin melihat siapa yang memberondongku dengan pesan dan panggilan, Aqilla bangun dan menangis kencang. Mau tidak mau aku mengurus Aqilla terlebih dulu, dan Mbak Naura ijin pulang, karena anaknya mau berangkat sekolah.

***

"Loh, kamu kok sudah pulang, Mas?" tanyaku kaget saat melihat Mas Attar pulang dengan wajah pucat, padahal tadi sudah sarapan.

"Aku hanya lelah dan tidak bisa konsentrasi di kantor," terangnya yang membuatku heran.

Kulirik jam dinding, waktu menunjukan jam sebelas siang. Mas Attar membersihkan diri, lalu mengajak Aqilla bermain dan mereka terlihat sangat bahagia, membuatku semakin tidak percaya, jika konsentrasinya hilang.

"Mas, katanya ...," tanyaku terhenti, karena dipotong oleh Mas Attar.

"Yuk, kita jalan-jalan. Tadi kamu bilang mau pergi, kan?" ajaknya, yang makin membuatku curiga.

"Aku siap-siap dulu, Mas!" Aku meninggalkan Mas Attar dan Aqilla.

Perasaanku agak aneh, saat akan berjalan ke kamar mandi. Pandanganku tertuju begitu saja ke nakas tempatku meletakkan ponsel tadi, dan benar saja kecurigaanku, Mas Attar memegang ponsel milikku. Tidak pernah Mas Attar memeriksa ponselku, dan jika ingin menggunakannya maka dia akan bertanya lebih dulu. Sebenarnya mau apa dia, apa yang dia curigai dari ponselku?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status