Share

Bab 5

"Hei! Aku, kan belum bilang mau ngapain!" protesku pada Hilman.

"Tapi ini penting, Yumna!" ujarnya dengan nada yang tidak bercanda seperti biasanya.

"Aku sedang bersama Mas Attar, dia tadi pulang kerja. Enggak enak badan, katanya. Jadi besok-besok saja kita ketemuannya," balasku.

"Ya sudah, saat ketemuan saja aku ajari cara membaca pesan yang terlanjur dihapus," imbuhnya dan langsung mengakhiri panggilan.

Akhirnya, aku akan tahu apa yang kamu takutkan, Mas! gumamku.

Kulirik Mas Attar yang sedang sibuk dengan sales mobil, mengacuhkanku dan Aqilla. Kuhampiri dia dan meminta ijin untuk pulang sendirian. Sangat terasa dia mengabaikanku, lebih fokus ke sales cantik di depannya.

Aku melangkah pergi, tanpa dirinya yang menemani. Menyusuri jalanan yang cukup panjang, merenungi rumah tanggaku yang tiba-tiba goyah dan perlakuan Mas Attar yang berubah drastis dalam hitungan jam.

***

Entah di mana aku berada sekarang, setelah berjalan sambil melamun. Aku menepuk dahiku, karena merasa bodoh. Bisa-bisanya berjalan tanpa arah dan tujuan, hingga tersasar. Aku mengambil ponsel untuk melihat jam, dan betapa terpananya aku. Berjalan selama dua jam tanpa henti, dan anrhnya, Aqilla anteng dalam gendonganku.

Aku menghentikan langkahku, melihat sekitar untuk mencari tempat istirahat. Cukup pegal rasanya kaki ini. Beruntungnya ada fasum di sekitarku, jadi bisa mengistirahatkan diri sejenak. 

Aqilla seperti mengerti diriku, dia terbangun saat aku sudah melepas lelah. Memberinya asi, meski belum ada makanan yang masuk sejak pagi.

"Minum, Mbak," tawar seorang gadis manis, yang entah sejak kapan duduk di sampingku.

"Enggak, makasih!" tolakku.

Aku bermain bersama Aqilla yang selesai meminum asi. Di depanku, ada pasangan yang sedang bertengkar hebat, aku dan gadis di sampingku hanya melihat mereka dengan tatapan miris. Kedua orang dewasa itu berkelahi tepat di depan anak mereka, yang menangis. Meminta orang tuanya untuk tidak lagi saling memaki dan berteriak. Aku melihat Aqilla, yang masih bisa tersenyum saat aku mencurigai Mas Attar. Lalu kembali melihat pasangan yang bertengkar hebat di depanku.

"Mereka enggak mikirin perasaan anaknya, ya!" ketus gadis di sampingku.

"Kala ego dan hati terluka!" jawabku.

Kami saling pandang, kemudian tertawa bersama, ada kepedihan dari tawa kami yang tersembunyi.

"Kamu terlalu muda untuk tahu permasalahan orang dewasa," ujarku.

"Karena aku masih muda, jadi bisa melihat dunia yang terlalu banyak orang munafik!" ucapnya dengan menyimpan tangannya di saku.

Aku menghela napas panjang, mencoba memposisikan dirinya yang terluka karena pertengkaran orang tuanya.

"Kamu terluka karena orang tua kamu?" tanyaku.

"Mbak terluka karena suami mbak yang egois dan menjalin cinta dengan wanita lain?" tanyanya tanpa menjawab tanyaku.

Pertanyaannya pun tidak bisa aku jawab, karena ini privasi keluargaku. aku tidak ingin mengumbar aib suamiku yang belum tentu melakukan apa yang kusangkakan.

"Rahayu, Mbak." Gadis itu memperkenalkan diri.

"Yumna," balasku dengan menjabat tangannya yang terulur.

Rahayu menceritakan kenapa dia duduk di taman ini, dengan membawa tas berisi baju-bajunya, tanpa aku tanya. Dia ingin pergi jauh dari keluarganya dan membina hubungan dengan laki-laki yang katanya mencintai dirinya, tapi sayangnya lelaki itu sudah menikah dan memiliki anak. Aku yang mendengarnya seperti sedang berbincang dengan pelakor yang akan merusak rumah tanggaku sendiri.

"Apa yang kamu lihat dari lelaki itu, dia sudah membina hubungan terlebih dulu dengan istrinya dan kamu yang datang merusak. Bukankah sama saja seperti wanita yang merusak hubungan ibumu dan ayahmu?" tanyaku.

"Dia memberikan kehangatan orang tua yang kuharapkan," ujarnya lirih.

"Tapi anaknya pun saat ini terluka sama seperti dirimu. kamu terluka karena seorang wanita yang mengancurkan keluarga dan inumu, kan!" ketusku.

"Mbak enggak tahu rasanya dicintai dan dibuang!" serunya dengan membuang muka.

"Aku tahu, Rahayu. Aku sedang di masa di mana suamiku menjalin cinta dengan gadis seusia kamu, dan kamu lihat. Di sini aku dan anakku sekarang," ucapku, dan kusandarkan tubuhku yang terasa lelah.

Rahayu menatapku dengan pandangan yang entahlah. kemudian dia berdiri, mengambil ponsel miliknya dan menghubungi seseorang.

"Kita akhiri hubungan yang tidak sehat ini, rangkullah anak istri yang menemanimu dari nol, aku tidak ingin istrimu mengalami apa yang dialami oleh ibuku. Aku terlalu naif, masuk dan tergoda oleh kenyamanan yang semu!" 

Setelah berkata demikian, Rahayu membanting ponselnya. Mengucapkan terima kasih karena telah membuka mata hatinya, agar tidak ada anak yang terluka sepertinya hanya karena keegoisan diri sendiri. 

"Kamu mau ke mana, jangan lakukan hal yang membuat ibumu semakin menderita!" pesanku.

"Tidak, Mbak. Aku akan sekolah dengan baik dan kemudian bekerja untuk membahagiakan ibu di sisa hidupnya," Lantang dia berucap. "Sekali lagi terimakasih, ya. Aku terselamatkan menjadi bagian perusak rumah tangga orang atau yang biasa dicap sebagai pelakor!" imbuhnya dengan memelukku.

Rahayu pergi dengan meninggalkan kebahagian, sedangkan aku di sini masih berharap untuk bahagia. Memohon agar tidak ada pelakor cilik yang merasa nyaman dengan suami orang, seperti Rahayu dan Shanum.

Ponselku berdering dan kulihat nama Mbak Naura terpampang di sana. Aku rasa dia sangat khawatir denganku,

"Ya, Mbak," sapaku setelah menerima panggilan darinya.

"Kamu ke mana aja sih, bikin orang repot aja!" 

Bukan suara Mbak Naura yang kudengar, melainkan Mas Attar yang tiba-tiba berubah kasar. Tidak menyangka, kepergiannya menuju kantor tadi merubah dia menjadi dingin dan ketus padaku. Ada apa dengannya.

Kudengar Mbak Naura memarahi adiknya yang berani bicara kasar padaku--istrinya. Memintanya untuk menjemputku dan Aqilla, bukan berlaku kasar! Aku hanya bisa diam mendengar pertengkaran mereka dan memilih menutup panggilan darinya.

Baru saja ponsel kumasukan ke dalam tas, kini sudah berdering lagi. Kulihat nama Hilman di layarku, enggak menerimanya, kuabaikan panggilan darinya. Pesan pun masuk darinya.

[Kamu bisa temui aku sekarang?]

[Aku kemarinnya melihat suamimu dengan seorang gadis cantik!]

Lalu, Hilman mengirimkan beberapa poto hasil jepretannya. Mataku terbuka lebar dan mulutku membentuk O, kala melihat betapa mesranya Mas Attar dengan seorang wanita yang tidak menampakan wajahnya, karena gambar itu di ambil dari samping. Wanita misterius itu bergelayut manja di dada Mas Attar, sedangkan Mas Attar tersenyum bahagia.

"Brengsek kamu Mas!" makiku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status