"Iya, sewaktu kamu ketiduran, karena memberi asi pada Aqilla. ibu menyeretnya menjauh dari rumah, agar bisa bebas memarahinya tanpa harus Aqilla mendengarnya, meski dia masih bayi!" ujar ibu.Aku tidak habis pikir dengan mertuaku, bisa-bisanya dia membelaku dari pada anak kandungnya yang sempat dia bangga-banggakan."Bu, ijinkan aku memperbaiki semua. Mungkin Mas Attar sedang khilaf ditambah dengan bumbu dukun, jadi dia lupa diri!" pintaku dengan sepenuh hati, aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya sebelum rumah tangga kami tidak dapat diselamatkan karena kata talak.Ibu memutar mata jengah dan berlalu dari hadapanku, mungkin dia merasa, jika menasehatiku tidak akan pernah aku dengarkan, padahal aku anya sedang mempertahankan rumah tangga yang kami bangun dari nol. Akan tetapi, aku tahu ibu pernah seperti diriku, yang yakin pada suaminya dan berharap semua akan baik-baik saja.[Hilman, apakah kita bisa bertemu?]Kukirimkan pesan pada Hilman untuk mencarikanku instruktur senam atau
Alisku naikkan, dan mata ini kembali fokus pada pesan yang kuterima. Tidak yakin, jika itu dari Mas Attar. Lalu, aku menarik sebelah sudut bibir. Mungkin orang iseng, batinku.Mbak Naura kembali memanggilku, membuatku melupakan pesan yang kuterima, entah dari siapa. berlari kecil mendekat ke arah ibu dan Mbak Naura yang sudah bersiap.Dalam perjalanan, aku hanya diam. Meski kami bertiga tertawa, tapi di dalam hati kami menyimpan luka tersendiri. terlihat dari sudut mata ibu yang terus berkaca-kaca dan sesekali mengusap matanya. Bukan karena tawa kami yang berlebihan."Mbak," tegurku, saat kupergoki dia meneteskan air mata."Tidak pernah terbayang. Kita bertiga akan menjadi janda," kekehnya dengan sesekali terisak. " Dan adikku sendiri yang menjandakan istrinya!" Terbit senyuman pahit di wajahnya yang teduh.Sesakit inikah yang mereka rasakan, melebihi sakit yang ada di hatiku. melihat mereka, hatiku malah teriris dalam dan terasa perih dan sakit."Bisa-bisanya Attar melakukan hal ini,
"Kamu itu laki-laki, tapi sangat kasar!" ardik Hilman yang entah sejak kapan sudah asa di dekatku.Dengan lembut, Hilman mengambil Aqila dan memberikannya pada Mbak Naura. Memintanya untuk menjaga anakku yang tadi hampir terjatuh bersamaan dengan diriku yang limbung, akibat Mas Attar menarikku."Tidak ada urusannya denganmu! Yumna istriku!" mas Attar teriak dan menghampiri Hilman.Dengan penuh emosi, dia menarik kerah baju Hilman dan menatapnya dengan sangat tajam. Mengulurkan tangannya yang sudah terkepal sempurna, ke wajah hilman yang terlihat sangat tenang."Mau masuk penjara, atau dihajar masa?" tanya Hilman dengan suara lirih, tapi mampu membuat Mas Attar melepaskan tangannya dari bajunya.Mas Attar mendorong Hilman dan berjalan mendekatiku, lalu mengajakku untuk mengambil uang yang sedang dia perlukan. Mas Attar, benar-benar terlihat tidak baik-baik saja."Mas, aku tidak membawa ATM-mu!" Aku menatap mata suami yang masih kurindukan.Wajah lelaki yang membersamaiku ini, sangat lu
"Aku tidak akan melepaskan dia! Dia istriku!" teriak Mas Attar.Pukulan demi pukulan saling beradu, membuat dadaku makin sesak. tamparan kuat yang kuterima dari mas Attar, masih sangat terasa. Bahkan sebelah telingaku masih berdengung, dan kepalaku masih pusing. Mas Attar benar-benar berubah 360 derajat, dia bukan lagi seperti suami yang selalu bersikaap baik dan hangat padaku. Dia seperti kembaali dari dunia lain, dunia yang tidak bisa menyatukan kami lagi."Kamu tidak bisa ikut campur Hilman!" maki Mas Attar dengan mendorong tubuh Hilman menjauh."Jika menyangkut Yumna, akuakan pasang badan!" balas Hilam."Brengsek kamu! Aku tidak akan melepaskannya, aku akan mempertahankan dia sampai kapan pun!" Dengan tegas Mas Attar mengatakannya, membuat hatiku sedikit berbunga. Namun, seketika terhempas saat mengingat perbuatannya baru saja."Untuk apa kamu mempertahankan dia, jika kamu terus menyakitinya. Apa kamu tahu saat ini dia rela diet dan olah raga demi membuat tubuhnya indah, semua dem
"Ayo, Hilman!" Mbak Naura, mengajak Hilman. "Aku adikmu, Mbak! Kenapa kamu malah membela lelaki sialan ini!" teriak Mas Attar. "Karena aku adalah kakakmu, maka aku tidak ingin kamu menyakiti Yumna lebih dari ini!" Mbak Naura berkata lirih, tapi cukup membuat hati terenyuh. "Lelaki sialan ini, lebih pantas menggantikanmu. Wanita memang bisa mengubah seorang pria, dari tidak punya apa-apap, hingga berjaya. Wanita pula yang menghancurkan kejayaan seorang lelaki, mengubah hidupnya bagai neraka!" MBak Naura benar-benar mengatakan hal-hal yang sebenarnya ingin aku utarakan, tapi masih tidak tega mengutarakannya. Mas Attar berteriak frustasi, dan tetap memintaku mengirimkan uang yang dia minta. Namun, lagi-lagi Mbak naura mengatakan hal yang luar biasa. "Kamu masih bekerja, dan seharusnya kamu masih menafkahi anak istrimu. Bukan malah meminta uang yang sudah berpindah tangan!" Dengan entengnya Mbak Naura mengatakan hal itu. "Sekarang pergi, sebelum kami meminta pihak lingkungan dan para k
"Apa yang aku utarakan tadi, tidak ada kebohongan di dalamnya!" tegas Hilman. Mendengar ucapan Hilman, mataku langsung membulat. Ternyata bukan hanya aku yang bodoh karena cinta, tapi dia juga. "Kamu bodoh, jika semua ucapan kamu benar!" Aku tertawa saat mengatakannya. "Sakit!" pekiknya, saat aku menekan luka di wajahnya. "Tadi kamu santai aja di pukul!" ejekku. "Dan jangan pernah mengharapkan sesuatu yang belum pasti, kamu tau bagaaimana hatiku, kan?" Aku benar-enar tidak ingin Hilman berharap dengan apa yang dia ucapkan. Dia lelaki baik dan aku mendoakan dia mendapatkan wanita yang lebih baik segalanya dariku. Aku beranjak menjauh dari Hilman dan menemui Mbak Naura, belajar sedikit tentang bagaimana memanagenent waktu. Juga belajar bagaimana membangun usaha dari nol. "Sekarang, kamu pikirkan mau buka usaha apa?" Mbak Naura menatapku dengan lekat. Manik coklat itu cukup membuat hatiku bergetar, seakan menegaskan untuk keluar dari zona nyamanku. Aku hanya bisa melipat bibir, me
"Iya, Mbak," jawabku lesu dan kembali mempelajari apa yang sudah di tulis Mbak Naura dalam buku pribadinya."Kamu juga harus memberitahukan perihal Attar pada orang tua kamu, jangan sampai orang tua kamu membenciku dan ibu," Mbak Naura kembali melanjutkan pembicaraan, ketika aku memilih fokus membaca. "Dan kamu juga harus memikirkan tentang Aqila, juga Hilman.Aku memundurkan tubuhku dari meja, dan menatap Mbak Naura. Mengernyitkan dahi, karena tidak mengerti apa yang dimaksud oleh wanita di depanku ini."Apa hubungannya dengan Hilman?" tanyaku penasaran."Aku tahu Hilman sejak dulu, apa yang dia katakan semua benar. Dia sudah lebih dulu mengingankanmu sebagai istrinya, tapi aku yang membuatnya mundur." Cerita Mbak Naura masih belum bisa kucerna denan baik.'Ada apa sebenarnya ini?'Saat hendak bertanya lebih lanjut, ibu masuk dan mengajak kami pulang. Tadi ibu membersihkan Aqila yang pup, saat aku sedang serius belajar."Iya, sepertinya mendung juga," timpal Mbak Naura yang terlihat
Aku menghela napas, setelah mengataklannya. Bukan ingin menjadi anak durhaka, tapi aku mengingat setiap pesan yang disampaikan bapak padaku sebelum akau resmi menikah dengan Mas Attas. "Tapi bapak enggak rela, kamu dipermainkan seperti ini!" kesal bapak. "Anak ini bapak sudah dewasa," ujarku dengan senyum semanis mungkin, agar bapak tidak terlalu banyak pikiran. kesehatannya, sudah tidak sebagus dulu, dan aku menghidari pertengkaran. Bapak menghela napas berat, Pasti bapak mengingat moment saat kami berbincang berdua di malaam sebelum aku dan Mas Attar akad nikah. Bapak tahu pernikahan itu seperti apa dan dia tidak bisa ikut campur selagi aku tidak memintanya. "Lalu kamu mau apa di sini? Bukankah Attar sudah memilih menikah dengan gadis itu?" tanya bapak, dan membuatku terkejut. Kapan Mas Attar menikah, apakah selama dia tidak bersamaku? "Tiga bulan lagi, aku akan bertanya pada Mas Attar langsung, Pak. Setelah itu aku akan mengambil keputusan untuk kehidupanku dan Aqilla selanjut