"Kamu itu laki-laki, tapi sangat kasar!" ardik Hilman yang entah sejak kapan sudah asa di dekatku.Dengan lembut, Hilman mengambil Aqila dan memberikannya pada Mbak Naura. Memintanya untuk menjaga anakku yang tadi hampir terjatuh bersamaan dengan diriku yang limbung, akibat Mas Attar menarikku."Tidak ada urusannya denganmu! Yumna istriku!" mas Attar teriak dan menghampiri Hilman.Dengan penuh emosi, dia menarik kerah baju Hilman dan menatapnya dengan sangat tajam. Mengulurkan tangannya yang sudah terkepal sempurna, ke wajah hilman yang terlihat sangat tenang."Mau masuk penjara, atau dihajar masa?" tanya Hilman dengan suara lirih, tapi mampu membuat Mas Attar melepaskan tangannya dari bajunya.Mas Attar mendorong Hilman dan berjalan mendekatiku, lalu mengajakku untuk mengambil uang yang sedang dia perlukan. Mas Attar, benar-benar terlihat tidak baik-baik saja."Mas, aku tidak membawa ATM-mu!" Aku menatap mata suami yang masih kurindukan.Wajah lelaki yang membersamaiku ini, sangat lu
"Aku tidak akan melepaskan dia! Dia istriku!" teriak Mas Attar.Pukulan demi pukulan saling beradu, membuat dadaku makin sesak. tamparan kuat yang kuterima dari mas Attar, masih sangat terasa. Bahkan sebelah telingaku masih berdengung, dan kepalaku masih pusing. Mas Attar benar-benar berubah 360 derajat, dia bukan lagi seperti suami yang selalu bersikaap baik dan hangat padaku. Dia seperti kembaali dari dunia lain, dunia yang tidak bisa menyatukan kami lagi."Kamu tidak bisa ikut campur Hilman!" maki Mas Attar dengan mendorong tubuh Hilman menjauh."Jika menyangkut Yumna, akuakan pasang badan!" balas Hilam."Brengsek kamu! Aku tidak akan melepaskannya, aku akan mempertahankan dia sampai kapan pun!" Dengan tegas Mas Attar mengatakannya, membuat hatiku sedikit berbunga. Namun, seketika terhempas saat mengingat perbuatannya baru saja."Untuk apa kamu mempertahankan dia, jika kamu terus menyakitinya. Apa kamu tahu saat ini dia rela diet dan olah raga demi membuat tubuhnya indah, semua dem
"Ayo, Hilman!" Mbak Naura, mengajak Hilman. "Aku adikmu, Mbak! Kenapa kamu malah membela lelaki sialan ini!" teriak Mas Attar. "Karena aku adalah kakakmu, maka aku tidak ingin kamu menyakiti Yumna lebih dari ini!" Mbak Naura berkata lirih, tapi cukup membuat hati terenyuh. "Lelaki sialan ini, lebih pantas menggantikanmu. Wanita memang bisa mengubah seorang pria, dari tidak punya apa-apap, hingga berjaya. Wanita pula yang menghancurkan kejayaan seorang lelaki, mengubah hidupnya bagai neraka!" MBak Naura benar-benar mengatakan hal-hal yang sebenarnya ingin aku utarakan, tapi masih tidak tega mengutarakannya. Mas Attar berteriak frustasi, dan tetap memintaku mengirimkan uang yang dia minta. Namun, lagi-lagi Mbak naura mengatakan hal yang luar biasa. "Kamu masih bekerja, dan seharusnya kamu masih menafkahi anak istrimu. Bukan malah meminta uang yang sudah berpindah tangan!" Dengan entengnya Mbak Naura mengatakan hal itu. "Sekarang pergi, sebelum kami meminta pihak lingkungan dan para k
"Apa yang aku utarakan tadi, tidak ada kebohongan di dalamnya!" tegas Hilman. Mendengar ucapan Hilman, mataku langsung membulat. Ternyata bukan hanya aku yang bodoh karena cinta, tapi dia juga. "Kamu bodoh, jika semua ucapan kamu benar!" Aku tertawa saat mengatakannya. "Sakit!" pekiknya, saat aku menekan luka di wajahnya. "Tadi kamu santai aja di pukul!" ejekku. "Dan jangan pernah mengharapkan sesuatu yang belum pasti, kamu tau bagaaimana hatiku, kan?" Aku benar-enar tidak ingin Hilman berharap dengan apa yang dia ucapkan. Dia lelaki baik dan aku mendoakan dia mendapatkan wanita yang lebih baik segalanya dariku. Aku beranjak menjauh dari Hilman dan menemui Mbak Naura, belajar sedikit tentang bagaimana memanagenent waktu. Juga belajar bagaimana membangun usaha dari nol. "Sekarang, kamu pikirkan mau buka usaha apa?" Mbak Naura menatapku dengan lekat. Manik coklat itu cukup membuat hatiku bergetar, seakan menegaskan untuk keluar dari zona nyamanku. Aku hanya bisa melipat bibir, me
"Iya, Mbak," jawabku lesu dan kembali mempelajari apa yang sudah di tulis Mbak Naura dalam buku pribadinya."Kamu juga harus memberitahukan perihal Attar pada orang tua kamu, jangan sampai orang tua kamu membenciku dan ibu," Mbak Naura kembali melanjutkan pembicaraan, ketika aku memilih fokus membaca. "Dan kamu juga harus memikirkan tentang Aqila, juga Hilman.Aku memundurkan tubuhku dari meja, dan menatap Mbak Naura. Mengernyitkan dahi, karena tidak mengerti apa yang dimaksud oleh wanita di depanku ini."Apa hubungannya dengan Hilman?" tanyaku penasaran."Aku tahu Hilman sejak dulu, apa yang dia katakan semua benar. Dia sudah lebih dulu mengingankanmu sebagai istrinya, tapi aku yang membuatnya mundur." Cerita Mbak Naura masih belum bisa kucerna denan baik.'Ada apa sebenarnya ini?'Saat hendak bertanya lebih lanjut, ibu masuk dan mengajak kami pulang. Tadi ibu membersihkan Aqila yang pup, saat aku sedang serius belajar."Iya, sepertinya mendung juga," timpal Mbak Naura yang terlihat
Aku menghela napas, setelah mengataklannya. Bukan ingin menjadi anak durhaka, tapi aku mengingat setiap pesan yang disampaikan bapak padaku sebelum akau resmi menikah dengan Mas Attas. "Tapi bapak enggak rela, kamu dipermainkan seperti ini!" kesal bapak. "Anak ini bapak sudah dewasa," ujarku dengan senyum semanis mungkin, agar bapak tidak terlalu banyak pikiran. kesehatannya, sudah tidak sebagus dulu, dan aku menghidari pertengkaran. Bapak menghela napas berat, Pasti bapak mengingat moment saat kami berbincang berdua di malaam sebelum aku dan Mas Attar akad nikah. Bapak tahu pernikahan itu seperti apa dan dia tidak bisa ikut campur selagi aku tidak memintanya. "Lalu kamu mau apa di sini? Bukankah Attar sudah memilih menikah dengan gadis itu?" tanya bapak, dan membuatku terkejut. Kapan Mas Attar menikah, apakah selama dia tidak bersamaku? "Tiga bulan lagi, aku akan bertanya pada Mas Attar langsung, Pak. Setelah itu aku akan mengambil keputusan untuk kehidupanku dan Aqilla selanjut
Selesai makan siang yang kesorean, ibu kembali mengajakku berbincang. Menanyakan akan usaha apa dengan uang segitu. Aku pun bingung ingin usaha apa, karena aku hanya bisa mengerjakan pemasaran saja. "Mbak punya ide," sahut Mbak Naura, yang baru duduk setelah menidurkan Aqila. Aku dan ibu langsung melirik Mbak Naura, menatapnya penuh rasa penasaran. "Kamu dulu kerja di bagian pemasaran, gimana kalau kita buka toko baju atau butik sekalian?" ujarnya dengan semangat. "Akan tetapi, harga yang kita keluarkan bersaing dengan toko lain," imbuhnya. "Kalau pakaian tidak terlalu rugi, karena tidak basi. Harus dipikirkan matang-matang," ujar ibu menimpali. Mbak Naura nampak berpikir lagi, dia tidak ingin aku bekerja dan meninggalkan Aqilla tanpa pengawasanku. Katanya, jika ibu kandung yang mengasuh hasilnya akan berbeda. Aku menghela napas panjang, dan mengatakan seandainya Mas Attar ada di sini. Namun, ucapanku menundang decak kesal dari ibu dan Mbak Naura. "Dia tidak layak kamu pertahank
"Ba--!" Baru satu kata yang aku ucapkan, suara pintu terbuka dengan kasar terdengan dan mengalihkan perhatian kami.Mas Attar masuk dan baru mengucapkan salam setelah ada di dalam rumah. Dia duduk diantara kami tanpa ada yang memintanya, meski aku belum memastikan kebenarannya dari mulut Mas Attar tentang perselingkuhannya dengan seorang gadis, rasanya aku tidak sanggup melihatnya seperti orang yang putus asa."Ngapain kamu ke sini?" tanya ibu, yang amarahnya bertambah. "Keluar!" titahnya, dengan suara makin menggema.Aku diam, tidak berani mengatakan apapun. Ibu mertua sampai mengelus dada berulang kali, kala melihat putra kebanggaannya tertunduk lesu."Yumna, maafkan aku," ujarnya lirih."Tidak ada kata maaf untuk perselingkuhan!" Mbak Naura yang membalas ucapan Mas Attar.Ibu dan Mbak Naura, langsung menghakimi Mas Attar dengan kata-kata yang sungguh membuatku ikut merasakan sakit hati."Kamu meniduri wanita lain, saat istrimu di rumah mengurus anak dan ibumu ini! Kamu bersenang-se