Aku beranjak dari duduk, ingin melangkah pergi. Namun ditahan oleh ibu. Dia mengatakan, jika aku dan Naura adalah anaknya sedangkan Mas Attar dia tidak mau mengakuinya."Kuikhlaskan air susuku padamu dan aku melepas ikatan anak dan ibu darimu. Kamu bebas melakukan apapun sesukamu tanpa meminta pendapat atau ijin dariku," Dengan bergetar ibu mertua mengatakan haal itu, cukup membuatku tercengang.Sesak, itu yang pertama kali aku rasakan. Tanpa bisa kutahan, air mata turun begitu saja. Aku pun melihat embun yang sama di matanya yang terlihat sangat lelah. Begitu pula Mbak Naura yang matanya sudah sangat beremun.Mbak Naura meminta pengasuh anaknya utnuk membawa mereka berdua ke kamar belakang. Agar tidak memdengar keributan dan suara kami yang saling meninggi."Untuk apa sebenarnya kamu ke sini, mau meminta hartamu lagi?" Mbak Naura bertanya dengan sinis. "Harta itu tidak akan berpindah tangan! Itu hak istri dan anak kamu, sudah sejak kamu naik jabatan, kamu tidak jujur masalah gaji den
Aku bergegas mengusap air mata dan mengatur napasku, agar sesak karena tangisan yang tertahan bisa berkurang. Dengan bismillah aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar, melihat apa yang sedang terjadi."Bu, ada apa?" tanyaku dengan pandangan aneh ke arah Mas Attar yang terkapar di lantai."Sebentar, aku telepon Pak Ustadz Idris!" ujar Mbak Naura sembari mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, sedangkan mengangkat kepala Mas Attar ke atas pangkuannya.Aku bingung harus apa, rasa sakit masih sangat berdarah, tapi melihat Mas Attar seperti itu aku tetap tidak tega. Ibu menggenggam tanganku erat sekali, terpancar ke khawatiran seorang ibu dari reaksinya. Sekilas kulirik ibu, dia menggigit bibir bawahnya, dan menatap sayu ke wajah Mas Attar. Bagaimana pun, darah lebih kental dari pada Air.Tidak lama, sekitar 15 menit terdengar salam dari beberapa orang. Mbak Naura langsung menemui mereka dan mengajak masuk ke dalam rumah."Sejak tadi," tanya Usatadz Idris.Mbak Naura mengangguk d
"Dukun?" tanyaku tidak percaya, apa iya dukun masih ada di zaman sekarang.Ustadz Idris mengangguk dan mengatakan hal itu bisa saja terjadi pada siapapun, dikala pikirannya sedang kosong dan saat sedang tergoda. Apalagi Mas Attar memang orang yang tidak enakkan, jika disodorkan makanan. Pasti dia makan walaupun hanya sedikitAku menatap Mas Attar miris, ingin kasihan, tapi hatiku terlanjur hancur dan sakit sekali, ketika dia mengatakan masalah anaknya yang sedang dikandung oleh gadis itu yang saat ini resmi menjadi istri keduanya,"Sepertinya, guna-guna itu sudah mendarah daging. Hingga Attar harus sesering mungkin di ruqyah dan dari dalam dirinya berniat ingin lepas dari wanita itu. Percuma ruqyah juga, jika dalam hatinya tidak ingin lepas," lirih Ustadz Idris yang sepertinya tahu apa yang sedang aku pikirkan.Ibu dan Mbak Naura tidak lagi bersuara, mereka diam sambil memandangi isi di dalam baskom yang kemudian di bawa salah satu teman Ustadz idris ke belakang untuk di buang. Ustad
Ibu mertuaku menyeret wanita hamil itu menjauh dariku, tapi dihalangi oleh orang bawaan Shanum. Ibu meminta padanya untuk menjauh dariku, juga suamiku. Namun, dia menolaknya dengan pongah dan dengan lantang dia mengatakan, jika Mas Attar akan tetap memilihnya dari pada aku. Melihatnya yang tetap cantik meski hamil, membuatku insecure sendiri. Bagaimana bisa dia menjaga bentuk tubuhnya dikala sedang berbadan dua. Aku sampai melihat tubuhku sendiri, yang terlihat sangat tidak menarik. Sumpah serapah yang terlontar dari tetangga-tetangga ibu mertua, tidak dipedulikannya. Dia fokus beradu argument dengan ibu mertua. "Shanum, kenapa kamu ke sini?" tanya Mas Attar yang membuat ibu terperanjat, karena baru menyadari keberadaan Mas Attar. "Oooo! Kamu pura-pura sakit untuk mendapatkan simpati kami?"tanya ibu mertua dengan wajah yang merah padam. Mas Attar diam saja, malah berjalan mendekati Shanum yang menampakkan wajah sedih dan tidak berdaya. Hebat sekali actingnya. Aku hanya mematung d
Shanum terlihat sangat manja pada Mas Attar dan sesekali mengusap perutnya, dia seperti ingin memperlihatkan, jika dirinya sangat bahagia dan bangga dengan apa yang dia lakukan.Mbak Naura semakin emosi mendengar ucapan Shanum, dan aku hanya bisa diam saja. Tidak ingin menjatuhkan harga diriku, untuk mempertahankan rumah tangga yang memang sudah tidak sehat ini."Aku hanya meminta kembali apa yang menjadi milikku, jika kalian ingin mengeluarkan aku dari hidup kalian!" Mas Attar kini yang bicara dengan suara yang berapi-api. "Termasuk uang dan lainnya yang ada di kamu!" imbuh Mas Attar dengan menunjuk diriku.Sempat aku terkejut dengan ucapan Mas Attar, enggak menyangka dia akan mengeluarkan kata-kata itu. Bahkan, para tetangga melontarkan makian pada Mas Attar karena ucapannya tadi."Berapa uang yang kamu keluarkan untukku dan ibumu, kita buat perhitungan di sini. Agar kelak tidak ada masalah lagi setelah kita bercerai, karena di sini banyak saksinya!" Tiba-tiba, aku mengatakan hal ya
Mbak Naura masuk, karena mendengar suaraku yang sedikit berteriak di tambah lagi Shanum memaksa untuk segera mengakhiri drama yang membosankan ini."Aku titip ibu, ya, Mbak," Mbak Naura mengangguk, dan mengusap air matanya yang jatuh saat melihatku dan ibu yang sepertinya syok berat.Aku keluar dari kamar dengan mengucap Bismillah, agar hatiku kuat menghadapi kegeoisan lelaki yang baru saja mengucapkan talak untukku di depan banyak orang atas permintaanku sendiri."Aduh cepatan dong, kami mau ke Jogja!" ketus Shanum.Bu Rt memintaku duduk di sampingnya, dan dengan pelan dia menepuk pundakku. Seakan-akan mengatakan, kamu bisa, kami bersamamu!"Kamu sudah meminta hakmu selama ini untuk aku kembalikan, sekarang aku memintamu untuk mengembalikan semua hakku yang kamu ambil!" ujarku dengan menahan air mata yang siap menerobos keluar.Semua diam, ingin mendengar tuntutan yang aku lontarkan untuk Mas Attar. Dengan menarik napas panjang tiga kali dan menghembuskannya secara perlahan, aku meng
Satu pukulan tepat mengenai wajah Mas Attar, dan lelaki yang bernama Wahyu itu terus memberikan pukulan pada lelaki yang pernah membersamai hari-hariku.Shanum berteriak dan mencoba melerai Wahyu yang tidak lelah menghajar Mas Attar, kemudian dia mencoba memohon agar Mas Attar dilepaskan."Kamu menceraikan istrimu, itu tidak masalah. tapi kamu menghina seorang wanita dan ibu yang melahirkanmu. Lebih baik kamu mati, untuk membayar semuanya!" geram Wahyu yang masih berusaha memukuli Mas Attar.Wahyu terkenal sangat menyayangi ibunya, bahkan sangat membanggakan dan memuliakan ibunya, dari dirinya yang bukan siapa-siapa hingga menjadi seorang pejabat negara. Wahyu juga terkenal, sebagai pembela orang-orang lemah, apalagi seorang wanita dan ibu-ibu. Dia tidak bisa tinggal diam, jika sudah menyangkut air mata ibu.Para tetangga dulunya sangat salut pada Mas Attar dan Wahyu, yang bisa sukses dari nol, karena perjuangan ibu mereka. Jika Mas Attar, ditinggalkan oleh ayahnya karena berselingkuh
Sungguh, aku dibuat ketar-ketir oleh sikap ibu yang mendadak berubah. Tidak pernah terbersit, jika ibu akan membelaku. Akan tetapi, saat ini pemandangan di depanku membuat darahku mendidih."Apa kamu tidak menganggap aku sebagai orang tuamu lagi?" ketus ibu mertua dan membuatku bernapas lega."Bu!" Aku memeluknya erat, dan menangis di pundaknya yang mulai rapuh.Ibu mengurai pelukan kami, dan mengecup ubun-ubunku lembut. Lalu mengusap lenganku dengan mata yang sudah sangat mendung."Aku adalah ibumu! Itu yang perlu kamu ingat!" ujar ibu dengan penekanan di setiap kata-katanya.Rasanya, kaki ini tidak sanggup melangkah untuk pergi, saat bapak kembali berpamitan untuk yang kesekian kalinya, karena Radit sudah datang untuk menjemputku dan Aqila. Mereka berdua benar-benar menganggapku sebagai anak dan adik.Saat aku sudah naik ke atas motor Radit, beberapa tetangga datang dan memelukku yang tetap pada posisi. Mereka tidak menyangka, jika pernikahanku berakhir tragis seperti ini. Para tet