Shanum terlihat sangat manja pada Mas Attar dan sesekali mengusap perutnya, dia seperti ingin memperlihatkan, jika dirinya sangat bahagia dan bangga dengan apa yang dia lakukan.Mbak Naura semakin emosi mendengar ucapan Shanum, dan aku hanya bisa diam saja. Tidak ingin menjatuhkan harga diriku, untuk mempertahankan rumah tangga yang memang sudah tidak sehat ini."Aku hanya meminta kembali apa yang menjadi milikku, jika kalian ingin mengeluarkan aku dari hidup kalian!" Mas Attar kini yang bicara dengan suara yang berapi-api. "Termasuk uang dan lainnya yang ada di kamu!" imbuh Mas Attar dengan menunjuk diriku.Sempat aku terkejut dengan ucapan Mas Attar, enggak menyangka dia akan mengeluarkan kata-kata itu. Bahkan, para tetangga melontarkan makian pada Mas Attar karena ucapannya tadi."Berapa uang yang kamu keluarkan untukku dan ibumu, kita buat perhitungan di sini. Agar kelak tidak ada masalah lagi setelah kita bercerai, karena di sini banyak saksinya!" Tiba-tiba, aku mengatakan hal ya
Mbak Naura masuk, karena mendengar suaraku yang sedikit berteriak di tambah lagi Shanum memaksa untuk segera mengakhiri drama yang membosankan ini."Aku titip ibu, ya, Mbak," Mbak Naura mengangguk, dan mengusap air matanya yang jatuh saat melihatku dan ibu yang sepertinya syok berat.Aku keluar dari kamar dengan mengucap Bismillah, agar hatiku kuat menghadapi kegeoisan lelaki yang baru saja mengucapkan talak untukku di depan banyak orang atas permintaanku sendiri."Aduh cepatan dong, kami mau ke Jogja!" ketus Shanum.Bu Rt memintaku duduk di sampingnya, dan dengan pelan dia menepuk pundakku. Seakan-akan mengatakan, kamu bisa, kami bersamamu!"Kamu sudah meminta hakmu selama ini untuk aku kembalikan, sekarang aku memintamu untuk mengembalikan semua hakku yang kamu ambil!" ujarku dengan menahan air mata yang siap menerobos keluar.Semua diam, ingin mendengar tuntutan yang aku lontarkan untuk Mas Attar. Dengan menarik napas panjang tiga kali dan menghembuskannya secara perlahan, aku meng
Satu pukulan tepat mengenai wajah Mas Attar, dan lelaki yang bernama Wahyu itu terus memberikan pukulan pada lelaki yang pernah membersamai hari-hariku.Shanum berteriak dan mencoba melerai Wahyu yang tidak lelah menghajar Mas Attar, kemudian dia mencoba memohon agar Mas Attar dilepaskan."Kamu menceraikan istrimu, itu tidak masalah. tapi kamu menghina seorang wanita dan ibu yang melahirkanmu. Lebih baik kamu mati, untuk membayar semuanya!" geram Wahyu yang masih berusaha memukuli Mas Attar.Wahyu terkenal sangat menyayangi ibunya, bahkan sangat membanggakan dan memuliakan ibunya, dari dirinya yang bukan siapa-siapa hingga menjadi seorang pejabat negara. Wahyu juga terkenal, sebagai pembela orang-orang lemah, apalagi seorang wanita dan ibu-ibu. Dia tidak bisa tinggal diam, jika sudah menyangkut air mata ibu.Para tetangga dulunya sangat salut pada Mas Attar dan Wahyu, yang bisa sukses dari nol, karena perjuangan ibu mereka. Jika Mas Attar, ditinggalkan oleh ayahnya karena berselingkuh
Sungguh, aku dibuat ketar-ketir oleh sikap ibu yang mendadak berubah. Tidak pernah terbersit, jika ibu akan membelaku. Akan tetapi, saat ini pemandangan di depanku membuat darahku mendidih."Apa kamu tidak menganggap aku sebagai orang tuamu lagi?" ketus ibu mertua dan membuatku bernapas lega."Bu!" Aku memeluknya erat, dan menangis di pundaknya yang mulai rapuh.Ibu mengurai pelukan kami, dan mengecup ubun-ubunku lembut. Lalu mengusap lenganku dengan mata yang sudah sangat mendung."Aku adalah ibumu! Itu yang perlu kamu ingat!" ujar ibu dengan penekanan di setiap kata-katanya.Rasanya, kaki ini tidak sanggup melangkah untuk pergi, saat bapak kembali berpamitan untuk yang kesekian kalinya, karena Radit sudah datang untuk menjemputku dan Aqila. Mereka berdua benar-benar menganggapku sebagai anak dan adik.Saat aku sudah naik ke atas motor Radit, beberapa tetangga datang dan memelukku yang tetap pada posisi. Mereka tidak menyangka, jika pernikahanku berakhir tragis seperti ini. Para tet
"Loh, bukannya kamu di luar kota?" tanyaku pada Hilman, yang ternyata bukan halusinasi saat melihatnya tadi.Hilman tertawa dengan tangan menggaruk leher belakangnya, yang aku yakin tidak gatal. Senyumnya sangat menawan, sayangnya dia masih menjomblo hingga saat ini. Entah apa yang dia cari."Kamu masih sedih dan galau?" tanya Hilman, dan langsung dijawab oleh Radit yang sangat menyebalkan."Mbak Yumna itu masih terkenang masa-masa manis bersama si brengsek itu, sampai logikanya tertutup dan hatinya belum bisa menerima keadaan!" kesahnya dan aku langsung memukulnya. "Aw! Sakit, Mbak!" keluhnya kemudian, dengan memegangi lengannya yang baru saja kupukul.Aku hanya bisa tersenyum kesal ke arah Hilman yang bisa tertawa lepas, jika saja ada Mas Attar di sini dan sikapnya seperti dulu, ah, semua hanya khayalan belaka dan aku tidak ingin dia memasuki kehidupan seperti dulu lagi."Bagai mana dengan tawaranku?" tanya Hilman dengan memasang wajah serius."Uangku tidak banyak, Man. Untuk memban
Suara deheman dari bapak, membuat Hilman melepaskan pandangannya padaku dan menatap ke asal suara. Bapak sudah berdiri di belakangku dengan kedua tangan berada di belakang, dan ibu yang membawa 4 gelas teh hangat. juga ada camilan yang tadi sore ibu buat. "Eh, ada Hilman, gimana kabarnya, Nak?" sapa ibu dengan sangat lembut. "Baik, Bu. Mama dan papa titip salam untuk ibu dan bapak," Hilman langsung meraih tangan ibu untuk salim takzim, begitu juga dengan bapak. Bapak duduk di dekat Radit, dan ibu meletakan nampan yang berisi makanan dan teh hangat. Iu kemudian menyodorkan satu gelas teh ke hadapan, Hilman. Lelaki di depanku ini, menolak secara haalus, ya, aku tahu karena minuman itu hanya ada 4, Pasti ibu membuatnya sebelum dirinya datang. "Kamu ini!" Ibu tentu meradang dengan aksi penolakkan dari Hilman, dan kembali memaksanya. "Aku sudah hampir ngantuk. Kalau minum teh, bakalan begadang," Aku mengambil satu persatu dan meletakkannya di depan orang yang seharusnya menikmati dan
Sudah dua bulan sejak pertemuan yang membahas masakah usaha membuka cafe, seperti perkiraanku, ibu dan bapak terlalu antusian dengan hasil pemikiran Hilman. Padahl aku masih ada keraguan dan ketakutan, akankah bisa menjalaninya, atau akankah Hilman berbuat curang."Kamu kenapa?" tanya ibu, yang membuyarkan lamunanku. "Enggak usah dipikirin terlalu berat, jalani saja apa adanya. Biar Allah yang menuntun kita," Sepertinya ibu tau apa yang sedang aku pikirkan."Tapi, Bu. Modalnya cukup besar, bagaimana kalau kita ditipu, atau kita tidak bisa menjalankannya?" Aku mengutarakan kekhawatiranku.Ibu mengusap kepalaku, lalu merangkul pundak. Mengatakan, jika aku hanya terlalu paranoid dengan keadaan. "Bukannya lebih baik kita jaga-jaga, Bu?" Aku hanya tidak ingin uang Aqila akan habis begitu saja, dengan cara menginvestasikan ke dalam bisnis yang tidak aku kuasai. jangankan menguasainya, mengerti saja tidak."Jaga-jaga boleh, tapi yang ibu lihat selama ini, Hilman lelaki yang baik dan sayang
Hari begitu cepat berganti, dan kini masa iddahku selesai. Meski urusan cerai resmi belum juga beres, karena Mas Attar kekeh meminta kembali uang yang ada padaku. Berakhir dengan gugatanku dan ibu yang meminta hak kami, seperti saat kami berada di rumah Pak RT."Hai, Assalamualaikum," sapa Hilman, ketika aku sampai di depan rumah."Eh," Aku terkejut melihatnya yang duduk manis di temani oleh ibu. Ibu memang tidak ke kebun, karena harus menjaga Aqila, saat aku harus menghadiri sidang. "Waalaikumusalam, Man," Aku sampai lupa membalas salamnya."Bagaimana sidangnya?" tanya Hilman dengan wajah serius."Masih alot, sepertinya Mas Attar sengaja. Untung saja aku dapat pengacara handal tanpa harus membayar," ujarku dengan senyuman lebar.Obrolan pun berlanjut, aku bertanya padanya kenapa menghilang setelah menawarkan kerja sama. Hilman pun menjelaskan secara detail ke mana dirinya selama ini, dan itu membuatku melongok. Padahal, aku hanya bertanya sekedar basa-basi, bukan ingin mencari tahu t