Share

Bab 10. Pembeli Misterius

Tetapi Elena tidak peduli dengan semua peristiwa itu. Membeli sebuah tas branded dengan high label seharga jutaan dollar adalah obsesinya yang belum terpenuhi selama ini. Ia tahu meski ia adalah satu satunya anak kesayangan di rumah itu, tapi ibunya sebagai pengendali keuangan pasti tidak akan pernah mau membelikan barang semahal itu.

"Apa yang aku mau, harus terpenuhi!" desis Elena sambil meremas uang uang itu dengan tatapan tajam dan sudut bibir terangkat miring.

****

"Bunganya, bunganya Tuan, Nyonya! Mari silahkan dipilih, silahkan dibeli!"

Syadilla berteriak menawarkan barang dagangannya. Suaranya timbul tenggelam di antara padatnya orang orang yang mengunjungi tempat tersebut.

"Waah, meriah sekali pasar malam kali ini. Sudah lama sekali tidak ada acara seperti ini, bukan?" ujar seorang gadis, salah satu pengunjung pada teman yang bersamanya.

Syadilla mengernyit. Pasalnya suara itu terdengar familiar di telinganya.

"Elena!" batin Syadilla.

Dan di saat yang sama, kedua mata Elena pun terarah pada Syadilla yang berdiri tak jauh darinya. Gadis buta itu menghadap sebuah meja kecil dengan dua keranjang penuh bunga bunga segar.

"Huh, si Buta itu lagi!" desah Elena pelan, dan buru buru membuang pandang ke arah lain.

"Ada apa Elena?" tanya salah satu teman Elena, bernama Vita. "Ayo kita ke sana, aku ingin menikmati beberapa wahana!"

"Em, em, tidak apa apa. Kalian ke sanalah dulu. Aku menyusul. Aku ingin melihat pernak pernik di situ dulu!" ujar Elena sambil menunjuk penjual aksesoris.

Lalu kedua teman Elena mengikuti arah telunjuk Elena. Lalu seorang dari mereka, Laura berkata, "Oh, baiklah! Tapi ingat untuk secepatnya menyusul!"

"Siap!" jawab Elena singkat. Yang di respon temannya dengan satu anggukan sebelum akhirnya berjalan ke tempat tujuan mereka.

Secepatnya Elena pun berjalan ke tukang aksesoris yang dimaksudkan tadi. Sesampai di sana, ia melihat lihat aneka pernak pernik kalung, cincin, gelang, hingga gantungan kunci yang dijual. Sesekali kepalanya melongok melihat Vita dan Laura yang tadi berjalan ke dalam wahana permainan.

"Aman!" batin Elena begitu memastikan kedua temannya benar benar menghilang dari pandangannya. Ia pun segera meletakkan sebuah cincin yang dipegangnya kembali, dan gegas berjalan meninggalkan tempat itu.

"Syadilla!" seru Elena yang membuat gadis itu tersentak kaget, dan dengan pelan menjawab, "Elena!"

"Aku butuh uang, aku ingin bersenang senang dengan teman temanku malam ini. Mana uang jualanmu hari ini?"

"Ap - apa? Tapi Elena apa kamu sudah meminta ijin pada Bibi? Karna bila tidak, Bibi pasti akan marah dan..."

"Sudah jangan banyak bicara! Dan jangan coba coba mengadu pada Ibu! Atau kau akan merasakan akibatnya?" ancam Elena. Kedua matanya awas memperhatikan sekeliling. Sudut bibirnya tersenyum miring mendapati keadaan sekitarnya yang sepi. Mendukung niat jahatnya kali ini.

Rupanya para pengunjung rata rata memang lebih tertarik menuju wahana permainan yang merupakan pusat acara pasar malam. Ada lebih dari seratus wahana baik untuk anak hingga dewasa di sana. Nampaknya mereka yang datang ingin memuaskan kesenangan mereka di acara yang memang secara besar besaran digelar kali ini.

"Cepat! Malah melamun lagi! Dasar bod*h!" hardik Elena melihat Syadilla yang masih saja mematung sebab bingung.

"I - iya!" Syadilla yang merasa tertekan akhirnya memberikan saja uang penglaris yang didapatnya.

"Nah, begitu! Nurut!" ucap Elena dan dengan kasar meraih semua uang dari tangan Syadilla. Matanya berbinar tatkala menerima uang itu. Berbanding terbalik dengan Syadilla yang kini nampak murung.

Tapi apa yang menjadi kegelisahan Syadilla rupanya tak sedikitpun menjadi beban bagi Elena. Masa bod*h! Ia tak peduli dengan semua itu. Gadis itu justru dengan langkahnya yang ringan berjalan menyusul teman temannya untuk bersenang senang.

Sementara Syadilla begitu tenggelam dengan segala pemikirannya sendiri. Bagaimana ia menjelaskan perihal uang uang itu pada Bibinya nanti? Bagaimana ia menghadapi kemarahan Bibinya? Dan hukuman yang akan ia terima? Membayangkan segala kemungkinan yang akan terjadi di rumah nanti, membuat Syadilla bergidik ngeri. Ia benar benar dilanda kebingungan dan ketakutan sekarang. Hal ini membuatnya semakin lesu dan menundukkan kepalanya dalam dalam.

"Nona, aku ingin membeli sekeranjang bunga ini. Berapa harga semuanya?" pertanyaan seseorang membuat Syadilla tersentak dan refleks mendongakkan kepalanya.

"Nona, berapa duit sekeranjang bunga ini?" pria itu mengulang pertanyaannya.

"Oh, se - semuanya Tuan?" Syadilla tergagap dan justru berbalik bertanya. Wajahnya merona merah karna malu menyadari dirinya yang hanya terbengong dari tadi.

"Hmm..." jawab pria itu singkat.

Syadilla mengangguk. Dan setelah tangannya yang cekatan menghitung jumlah bunga di keranjangnya, ia mulai menghitung total harga. "Semua tiga ratus ribu saja, Tuan!" ujarnya.

"Baiklah, ikat yang rapi!" titah pembeli itu lagi. Dan tanpa membuang waktu lagi Syadilla segera melakukannya.

"Terimakasih, Tuan!" ucap Syadilla begitu menerima uang pembayaran. Dengan jari jarinya yang lentik ia mulai meraba lembaran uang kertas tersebut, menghitung dan memastikan jumlahnya. Tiba tiba kedua matanya membola seusai menghitung secara keseluruhan dan berseru kemudian, "Tuan, uang anda terlalu banyak!"

Namun hening, tak ada jawaban.

Tanpa Syadilla sadari, pembeli itu telah pergi berlalu meninggalkannya. Ia terlihat sangat tergesa berjalan. Menghampiri sebuah mobil yang terhenti, dan berkata dengan takzim pada seseorang di dalamnya, "Tuan, aku sudah menyelesaikan tugas!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status