"Ih, Tante! Apaan sih, aku kan cuma bercanda, iya gak, Om," sembur Amel memandang lelaki yang kini fokus mengendaraan mobil.
"Kamu bercanda, tapi aku serius, boleh tuh Mah, lamarin Amel buat aku," lontar Raffa membuat Amel membulatkan matanya."Apaan sih, Om! Jangan rese deh," geram Amel menatap kesal ke arah Raffa yang matanya masih fokus ke jalanan."Aku gak rese kok, Sayang. Mah, tolong cepet lamarin Amel ya," seru Raffa membuat Amel mengembuskan napas lalu memilih mendengarkan musik di handphone dan Wulan, Sekar terkekeh melihat kelakuan dua manusia ini.Kini mereka telah sampai di sekolahan, suasana sangat ramai. Amel langsung berpamitan pada Ibu dan Wulan untuk berkumpul dengan teman-teman sebayanya."Mah, aku pamit ke kantor dulu," tutur Raffa menyodorkan tangan dan disambut Wulan, lelaki itu lekas mencium punggung tangan sang Mama dan Sekar."Kamu jangan terlalu malam pulangnya, Mama akan melamar Amel buat kamu," ucap Wulan membuat Sekar menoleh memandang tetangganya itu."Haa! Mama serius mau lamarkan Amel buatku." Raffa terkejut mendengar ucapan sang Mama, ia kira wanita itu hanya hendak menjahili Amel."Iya, kami serius kok. Kami juga udah membicarakan ini sebelumnya," kata Sekar yang kini ikut menimpali."Aku pamit dulu ya, Mah, Tan, soalnya bentar lagi telat nih. Sekarang mau ada rapat," seru Raffa melihat jam tangan dan lekas masuk ke kendaraan roda empat tersebut."Apa dong jawaban Raffa, Jeng," tutur Sekar kala melihat mobil Raffa berlalu pergi."Pasti dia mau kok, orang dia pernah ngigau bilang aku sayang kamu kaki pendek," papar Wulan membuat Sekar menoleh memandang tak percaya wanita itu."Yang bener kamu, Jeng. Masa anakku dipanggil kaki pendek," tawa Sekar akhirnya keluar mendengar perkataan sang tetangganya."Dua rius malahan, kalau sampe ngigau gitu berarti gak bakal salah dong," lontar Wulan yang dibalas anggukan Sekar karna dulu Raffa sama seperti almarhum Ayahnya Amel."Iya, kalau gitu aku percaya, ya udah emang kapan kalian melamar Amel?" tanya Sekar lalu mengajak Wulan duduk di kursi."Malam ini, Jeng. Aku juga udah siapin semuanya kok, pokoknya terima beres aja," balas Wulan dengan menggebu, ia memang sudah menyukai Amel dari dulu karna sikap baik gadis itu.***Senyuman terus terukir kala acara itu telah selesai. Kini mereka sudah pulang bahkan sekarang berada di dalam taksi. Walau ada jejak air mata di pipi kedua gadis yang baru saja wisuda itu, tetapi tidak memudarkan kecantikan mereka."Bu, aku mau kuliah bareng Shilla," ucap Amel membuat wanita yang melahirkannya menoleh."Eummm ... nanti aja bicarainnya ya, Sayang. Ibu masih capek nih, pegel banget kaki Ibu gara-gara berdiri terlalu lama," jawab Sekar lalu memejamkan mata, memang wanita itu sungguh kelelahan bahkan Wulan sudah terlelap dari tadi."Ya udah Ibu istirahat aja, nanti aku bangunin kalau udah sampe," celetuk Amel yang tak dijawab oleh Sekar karna wanita itu sudah tertidur."Gabut nih, kita selfi yuk!" ajak Shilla yang dibalas anggukan gadis itu."Beb tau gak," kata Amel kala selesai berfoto, ia menyandarkan tubuhnya membuat Shilla menoleh."Gak tau, lo kan belum kasih tau," jawab Shilla membuat Amel mendengkus memandang kesal sang sahabat yang hanya memamerkan senyuman memamerkan giginya."Gue belum selesai ngomong, makanya jangan maen sela aja!" omel Amel kesal dan memukul lengan temannya itu."Hehehe ... santai aja napa Beb, lo tuh maen pukul-pukul aja," gerutu Shilla yang mengusap tangannya yang lumayan terasa nyeri akibat pukulan Amel."Masa Mama lo bilang mau nikahin gue ama Om Duda, apalagi Om Duda malah ikut nimpalin minta Mama lo lamarin gue," cerocos Amel membuat Shilla membulatkan mata memandang temannya itu."Mampus gue, kalau dia tau itu usulan gue gimana. Lagian ngapain Ka Raffa malah ikut-ikutan segala," batin Shilla berseru, ia menghela napas pelan lalu memandang Amel dan mencubit lengan temannya."Gak mungkin ah, masa Mama sama Kakak gue mau lamar lo. Mereka lagi bercanda mungkin dan mau jahilin lo yang mau wisuda," papar Shilla dengan nada gugup, membuat Amel mengeryitkan alisnya.Di tempat Raffa, kini lelaki itu sangat sibuk. Bahkan ponselnya tertinggal di mobil, ia akhirnya mengembuskan napas kala ada waktu beristirahat. Dia bersandar di kursi, lalu merogoh saku dan tidak mendapatkan benda pipih. "Huh, segala ketinggalan lagi," gerutu Raffa, lelaki itu bangkit dari kursi dan mulai berjalan menuju parkiran untuk mengambil ponselnya di kendaraan roda empat tersebut. "Banyak banget telepon dari Shilla," gumam Raffa pelan, kala mengambil handphonenya lalu memilih melangkah terlebih dahulu menuju ruangannya. "Pak, gak ke kantin buat maka?" tanya salah satu karyawatinya dengan senyuman di bibir. Raffa hanya melirik sekilas lalu menggeleng. "Kalian saja yang makan siang, kalian harus menjaga kesehatan agar bisa terus bekerja dengan benar," balasnya lalu melangkah pergi lagi meninggalkan wanita itu. "Ahhh ... Pak Raffa perhatian banget sih," ucap perempuan itu seraya memegang pipinya yang tersipu malu. "Bukan cuma ke, lu, kali, itu juga ke kita-kita. Jangan ke
"Mel, kamu cepet dandan gih! Ini, pake baju yang ini," seru Sekar menyodorkan pakaian pada anaknya yang kini tengah menonton drama korea."Nanti aja, Bu, ini lagi seru-serunya nih," tolak Amel yang matanya masih pokok ke layar handphone. "Jangan nonton terus, ini udah sore! Waktunya kamu mandi, masa perawan jam segini belum mandi sih," gerutu Sekar mengambil handphone anaknya lalu memasukan ke tas. "Ihhh ... Ibu apa-apaan sih! Itu tadi lagi seru-serunya lho," keluh Amel mempautkan bibirnya, ia sama sekali tak berani mengambil ponselnya itu. "Mandi dulu! Baru nanti handphonenya Ibu kasih, ingat kudu dandan yang cantik," ucap Sekar lalu pergi keluar dari kamar putrinya."Ihh, Ibu rese. Ngapain coba pake baju ginian dan disuruh dandan," gerundel Amel lalu mengambil handuk dan masuk ke bilik mandi.Sambil menunggu anaknya selesai mandi dan dandan. Ia lekas menelepon seseorang yang dia suruh membuat beberapa kue, senyuman lega terukir kala semua akhirnya beres. Sekar bergegas melakukan
"Emang kenapa kalau Duda, Mel. Yang penting dia bertanggung jawab dan sayang sama kamu. Pernikahan yang dulu aja, itu mereka cerai kesalahan mantan istrinya, Mel. Bukan Raffanya lho," jelas Sekar memandang anaknya dan terlihat tengah memijit kening. "Ibu takut gak bisa jagain kamu lagi, Sayang. Takut Ibu dipanggil yang maha kuasa tapi kamu belum memiliki orang yang menjaga kamu, Ibu gak tenang, Mel," lanjut Sekar membuat mata Amel membulat dan menatap sang Ibu. "Ibu jangan ngomong gitu! Walau Ibu ngeselin tapi Amel gak mau kehilangan Ibu," lontar Amel dengan nada sendu, ia mendekati wanita yang melahirkannya dan memeluk sang Ibu. "Ye ... kamu mah lagi melow juga, malah ngomong gitu," gerutu Sekar yang disambut kekehan Amel."Tapi Ibu beneran, lebih leluasa dan tenang kalau aku nikah sama Om Duda," kata Amel lalu ia mendapatkan cubitan gemas di pipi oleh Ibunya. "Coba jangan nyebut Om Duda, Sayang! Kamu ini susah dikasih tau," dumel Sekar yang disambut senyuman Amel. "Iya, Ibu leb
Raffa terkejut mendengar suara cempreng Amel. Ia tiba-tiba tersenyum membayangkan gadis itu menjadi istrinya. Baru saja hendak menelepon lagi, sang sekertaris memberitahu jadwal mendadak. Lelaki tersebut bergegas pergi karna akan bertemu klien. "Kenapa kasih taunya mendadak sih!" geram Raffa melonggarkan dasi kala kendaraan roda empat tersebut tengah melaju. "Maaf, Pak, saya lupa," balas sekertarisnya itu, membuat Raffa mendengkus. "Lebih cepat bawanya, saya juga ada acara sesuatu nanti malam," perintah Raffa yang dibalas anggukan sang sekertaris. "Lain kali jangan teledor, bisa!" geram Raffa masih menumpahkan kekesalannya. "Maafkan, saya Pak. Anak saya lagi sakit soalnya, jadi saya kurang fokus," sahut sekertaris itu, membuat Raffa mengembuskan napas lalu memijat keningnya. "Pokok bawa mobilnya, jangan banyak pikiran!" seru Raffa, lalu lelaki itu memejamkan mata karna kelelahan di perusahaan miliknya. Raffa benar-benar sibuk, lelaki itu bahkan tak sadar jika kini jam sudah me
"Beda lah, tahu bulat itu enak walau dadakan. Kalau lamaran ini kan gak enak kalau sampe telat, udah dadakan telat lagi," dumel Wulan, wanita itu pun ikut berusaha menelepon sang anak. "Mama ini kok malah ngelawak! Lagi genting juga," omel Shilla membuat Wulan mendengkus. "Siapa yang ngelawak sih, La! Kalau Mama mau ngelawak mendingan ke acara opera van java aja," balas Wulan."Ngapaian punya handphone kalau ditelepon aja gak diangkat sih," gerutu Wulan lagi membuat Shilla geleng-geleng kepala, ia sudah bilang seperti handphone sang kakak baterainya habis. "Mama ini apaan sih, itumah acara udah lama banget tau, lho. Lagian ngapain jadi bahas itu sih, ini kita lagi ketar-ketir lho," ucap Shilla akhirnya kedua wanita itu malah berdebat. Sedangkan di kediaman Amel, gadis itu sudah tersenyum sumringah karna yang mau melamar belum datang. Bahkan sang Ibu kini tengah cemas menunggu kedatangan keluarga Raffa, padahal rumah mereka cuma berjarak beberapa langkah. Sedangkan Bagas, Kakaknya
Akhirnya acara itu selesai, mereka mulai menentukan kapan pernikahan terjadi. Wulan meminta agar secepatnya. Dua minggu lagi akad dan repsesi akan dilaksanakan. Kala semua sudah pulang, kini rumah Amel telah sepi. "Allhamdulillah, semuanya akhirnya berjalan lancar." Sekar mengucapkan syukur, wanita itu kini duduk lesehan di karpet. "Kan, sudah Bagas bilang, pasti Raffa terlambat karna macet, Bu. Lihat dia aja abis pulang langsung ke sini, gak mandi atau ganti baju dulu," timpal Bagas yang dibalas anggukan Sekar."Amel mau ke kamar dulu ya, capek. Mau istirahat," pamit gadis itu pada Ibunya yang langsung dibalas anggukan Sekar. "Sana istirahat, biar Mas yang rapihin ini semua. Sekalian Ibu juga istirahat," lontar Bagas pada perempuan yang ia sayangi. Amel langsung berlalu dengan lesu ke kamar. Ia menghempaskan bokong ke kasur, lalu memukul-mukul bantal untuk melampiaskan kekesalannya. "Aku harus telepon Om Duda," kata Amel lalu mencari handphone, ia mengembuskan napas kasar karna
"Udah merasa dewasa ya, nasehatin Kakaknya," sinis Raffa dengan bertolak pinggang, membuat nyali Shilla menciut gadis itu langsung menundukan kepalanya. "Eummm ... bukan gitu, Kakak. Maksudku ...," ucapan Shilla terhenti karna ia terkejut kala tangan sang Kakak tiba-tiba memegang bahunya. "Udah, Kakak ngerti kok. Kamu khawatir kan sama sahabatmu itu, tenang aja! Kakak gak main-main kalau soal pernikahan, Sayang. Mungkin memang dia jodoh Kakak, doakan yang terbaik aja ya," tutur Raffa membuat Shilla mendongak lalu memeluk lelaki itu. "Ahhh ... aku doain memang kalian berjodoh, Ka. Aku sayang banget sama kalian," lontar Shilla yang dibalas anggukan Raffa, setelah itu ia melepaskan pelukkan pada Kakaknya. "Ya udah, sana pergi! Kakak banyak kerjaan tau. Biar nanti pas hari akad tiba, Kakak bisa istirahat, makanya Kakak sekarang bener-bener usahain agar tak mengabaikan sahabatmu itu, eh bukan deh. Calon Kakak iparmu," ujar Raffa membuat Shilla yang tadinya cemberut lalu terkekeh menden
"Pala lo kalau ditoyor di gosok gak?" tanya Amel menatap kesal Shilla. "Gak di gosok kok, cuma di usap aja," balas Shilla dengan sebuah seringai di bibirnya membuat Amel mendengkus. "Sama aja dodol!" geram Amel."Udah jangan berantem, mendingan saling tonjok-tonjokkan aja," lerai Sekar yang membuat kedua gadis itu menoleh ke arahnya. "Gak sekalian disuruh smakedown aja" ketus Amel yang membuat Sekar terkekeh lalu mencubit pipi anaknya itu. "Gak dong, Ibu bercanda. Udah mendingan kalian makan aja dulu, kan, katanya mau anter makanan buat Rafa, itu Ibu udah siapin. Lain kali kamu yang harus masakin buat calon suamimu, Mel," ujar Sekar memandang anaknya yang hanya mengangguk malas lalu gadis itu melahap makanannya lagi. "Lo demen banget numpang makan sih, di sini," ucap Amel yang membuat Sekar mengembuskan napas, sepertinya kalau sehari aja gak cek cok mereka gak bakal tenang. "Demen banget, Beb. Biar hemat juga," jawab Shilla membuat Amel melirik malas. "Itu bukan jawaban dodol!