"Apa lo budek ya! Gue udah bilang, kan. Amel itu udah jadi kakak ipar gue, apa lo masih belum paham," hardik gadis itu. Gala melotot ke arah Shilla, ia sangat kesal pada perempuan di hadapannya."Lepas tangan lo, gue gak mau kasar sama cewek!" tekan Gala."Lagian, gue denger kok. Terus kalau gue masih pengen ngejar Amel emang salah. Lagian walau mereka udah nikah kan masih bisa cerai, apalagi belum ada anak bukan," seru Gala.Amel langsung terdiam perkataan lelaki itu. Ia lekas bangkit meninggalkan makanan yang masih lumayan banyak. Wanita tersebut cepat mendekati sang adik ipar. "Shilla, tolong bayarin bakso gue ya. Gue udah gak mood buat makan," ucap Amel.Gala yang mendengar itu berbinar. "Biar gue aja yang bayar," celetuk Gala. Amel langsung melirik dingin Gala. Membuat lelaki itu terdiam, merasakan hawa dingin dari tatapan wanita tersebut."Gue gak minta ke elo, tapi ke adik ipar gue." Perempuan itu berkata dengan nada sedikit tingkah. Lalu ia pergi meninggalkan mereka. "Ah
Pria tersebut langsung membakar kertas itu dan mulai menikmati hidangan. Jam istirahat telah usai, para mahasiswi dan siswa berhamburan masuk ke kelas lagi. Sedangkan Gala memilih untuk bolos, karena hendak balapan liar. *** Raffa kini menunggu diparkiran, ia sesekali melirik jam tangan dan menatap gedung tersebut. Ia sedang bersandar di kendaraan roda empat miliknya dan mengulas senyum kala mendengar suara sang istri. Banyak para perempuan yang memotret dan memandang suami Amel itu. "Akhirnya kalian keluar, ayo cepat masuk!" seru Raffa. Shilla dan Amel langsung masuk, dan Raffa bergegas mengendarain kendaraan roda empat tersebut. Setelah kepergian mereka, Diana membicarakan Amel begitu keras, membuat semua orang mendengar. "Kirain yang diincar Gala cewek baek-baek keliatannya, eh ternyata liar. Pasti mereka simpenan Om-Om." Hinaan meluncur dari bibir Diana. Membuat beberapa orang yang mendengar mengamsumsi seperti pikiran wanita itu. "Tapi cowok itu ganteng juga lho, Diana. P
Amel dan Raffa langsung saling pandang mendengar perkataan Shilla. Membuat gadis itu mengeryitkan alis kala melihat wajah murung sang Kakak Ipar."Kenapa kalian malah begitu?" tanya Shilla. Suara tukang rujak membuat Amel menoleh. Ia langsung mengambil dan membayar itu. Sehabisnya Raffa bergegas melajukan kendaraan roda empat tersebut. "Lo harus beli tespack, Mel!" seru Shilla.Amel menghela napas mendengar hal tersebut. Ia menoleh memandang sang adik ipar, membuat Shilla mengeryitkan alis melihat riak wajah Amel. "Mana mungkin hamil, La. Gue rutin minum pil kb bahkan gak pernah telat," sahut Amel pelan. Shilla sedikit terkejut dan kecewa mendengar itu. Ia menghela napas dan mengulas senyum."Gue paham kok, tenang aja. Gak usah dipikirin yang paling penting itu kesiapan lo." Amel yang mendengar itu langsung tersenyum sedangkan Raffa menghela napas. "Tenang aja, gue gak bakal ngasih tau mereka," lanjut Shilla lagi. Setelah pembicaraan tersebut, suara dering ponsel terdengar. Shi
Erika menghentakan kaki lalu pergi begitu saja. Amel hanya mengerutkan kening melihat kelakuan perempuan tersebut."Udah yuk! Kita langsung ke ruangan aja agar kalian bisa istirahat," ajak Raffa.Raffa langsung menarik lengan dua perempuan itu. Setelah kepergian mereka, Erika malah mendekati karyawati lain dan mulai bergosip. Dimas yang lewat ruangan terdebut mendengar semua tengah bergosip langsung merekam."Lihat deh, dia beli rujak tuh. Padahal pernikahan mereka belum lama, pasti bawaan hamil deh," celoteh Erika.Beberapa karyawati mengangguk membenarkan, sedangkan separuh fokus bekerja. Karena waktu istirahat telah usai."Keliatannya sih polos, tapi ternyata suhu ya. Atau jangan-jangan dia pake pelet lagi," tutur Erika.Semua orang yang menoleh mendengar itu. Dan ada sebagian juga berpikir sama. "Sepemikiran, Mbak. Masa Bos kita demen sama yang bocil gitu," celetuk salah satu."Nah, betul, kan. Ka Raffa harusnya nikah sama sepupu gue, Mbak Kayla. Serasi mereka, gak ada tandingan
Amel mengeryitkan alis mendengar itu, ia bingung dengan perkatan perempuan tersebut."Kalian ini bicarain apaan sih, pelet apaan lagi. Emang jaman sekarang masih ada begituan." Istri Raffa itu berkata dengan tatapan aneh, membuat karyawati itu kesal lalu mencubit tangan Amel."Akhhh ... sakit gila!" pekik Amel. Kala Amel hendak melawan, ia langsung ditahan karyawati lain. Senyuman puas terukir di bibir mereka."Gue jijik harus bersikap baik sama lo, gemes banget liat muka lo yang sok polos itu," hardiknya. Amel berusaha melepaskan dirinya, air mata mulai berjatuhkan karena ia mendapatkan cubitan terus menerus membuat kulitnya berwarna merah. "Lo gila ya," omel istri Raffa. Sedangkan ditempat lain, Shilla keluar dari ruangan bertepatan dengan Raffa yang hendak masuk. Terlihat riak gelisah dari wajah Shilla, membuat sang kakak menatapnya. "Jangan tanya, mendingan kita cari Amel. Dia ke toilet lama banget sih," seru Shilla. Raffa yang mendengar itu langsung berlari mencari menuju
Raffa membuang napas dengan kasar, ia memandang istrinya. Lalu duduk di sofa, mulai membantu mengobati Amel lagi."Gak perlu balas mereka dengan kekeras ya," nasehat Amel. Shilla yang mendengar itu menatap kesal sang Kakak ipar. "Kalau gak balas, ya udah pecat aja mereka. Terus coret mereka supaya gak ada yang nerima mereka diperusahaan," ujar Shilla menggemu.Amel menggeleng mendengar perkataan Shilla. "Jangan gitu juga, Shilla. Mereka bekerja buat bantu ekonomi keluarga atau lain-lainnya. Jangan memutuskan jalan rezeki orang," tegur Amel.Shilla memanyunkan bibir, ia mengangguk paham. Amel yang melihat itu tersenyum, tangan perempuan tersebut menarik dagu adik iparnya."Jika mereka sudah membuat gue bener-bener marah baru deh, lo tau kan kalau gue lagi marah gimana," seloroh Amel.Raffa yang mendengar itu langsung memandang wajah istrinya. Ia mengerutkan kening mendengar ucapan Amel. "Emang kalau kamu bener-bener marah gimana?" tanya Raffa.Amel langsung membalas tatapan lelaki
Amel menaiki punggung Raffa, lalu lelaki itu bangkit dan mulai melangkah. Siska berada di depan mereka untuk menunjuk dimana semua orang berada. Terdengar suara Shilla, membuat Raffa dan Siska mempercepat langkah. "Masih belum ada yang mengaku!" geram Shilla. Tatapan marah dilayangkan Amel, wajahnya memerah karena murka. "Emangnya kenapa sih, kakak iparmu itu. Baru aja ke sini, udah buat rusuh," cibir Erika. Shilla yang memang sudah murka, menatap kesal Erika. Ia menunjuk wanita itu. "Apa jangan-jangan lo yang nyakitin Amel," sembur Shilla. Erika langsung melotot mendengar itu, ia mendekati Shilla dan mendorong perempuan tersebut. "Jangan asal tuduh, gak level gue sama dia!" hardik Erika. Raffa yang mendengar itu menatap kesal pada Erika. Ia kini berdiri di samping Shilla, tapi tidak menurunkan sang istri. "Kenapa itu, segala di gendong. Nyusahin Ka Raffa aja," cibir Erika. Raffa melotot menatap Erika, membuat perempuan itu langsung menunduk. "Kata siapa saya susah," kata R
Raffa langsung menyeringai, ia menatap istrinya. "Aku serahkan mereka sama kamu, terserah mau kamu apain juga. Bukannya tadi kamu minta jangan lakuin itu bukan," seru Raffa. Karyawati itu langsung melirik Raffa dan menatap sendu pada Amel. Wanita tersebut menghela napas, lalu tangannya menyodor ke arah mereka. Salah satu dari mereka lekas mengelap telapak Amel dengan baju. "Apa yang kau lakukan," seru Amel. Tatapan kesal Amel layangkan ia langsung menarik tangan. Karyawati yang melakukan hal itu menunduk. "Emang saya nyodorin tangan buat kamu elap," ucap Amel. "Saya itu nyodorin tangan bantu kalian berdiri jangan gini terus, malu tau. Lagian pakaian kalian jadi kotor," lanjut Amel. Semua langsung saling pandang, sedangkan Raffa mengulas senyum. Tatapan lelaki itu kini menoleh memandang tajam Erika. "Tau kesalahan kamu apa," seru Raffa. Erika yang mendengar suara Raffa begitu tinggi terkejut. Badannya sampai bergetar ketakutan, ia menggeleng sebagai jawaban."Menyebarkan gosip