Raffa dan Shilla langsung saling pandang mendengar ucapan Amel. Mereka mengerutkan kening tanda tak mengerti. "Dia pasti bakal jadi OG," ucap Amel. Shilla memandang sang Kakak ipar, ia memiringkan kepala. "Seyakin itu kamu?" tanyanya. Amel menganggukan kepala, ia masih melahap makan dengan santai. Tak lama kemudian, pesan suara yang baru saja dikirim Siska, langsung diputar Raffa. "Bos, Erika milih jadi OG." Amel langsung menyeringai, ia menyodorkan tangan meminta handphone yang dipegang Raffa. "Pinjam handphonemu, Mas," pinta Amel. Mendengar permintaan sang istri, Raffa memilih menurutinya lalu bangkit dan melangkah mendekati Amel. "Ini, emang handphone kamu kenapa? Kok minjem handphone aku," tutur Raffa. Amel mengambil ponsel Raffa, lalu segera menelepon Siska. "Sis, suruh Erika buatkan kopi ...," perintah Amel. "Siap, Bu Bos. Tapi apa gak takut cewek itu balas dendam, Bu Bos," ucap Siska pelan. "Kamu tenang aja, tinggal suruh Erika membuatkan untukku, bilang aja buat
Erika berbalik dengan malas, ia menatap datar istri Raffa itu. Dia lekas mendekat kala Amel menyuruhnya. "Ayo duduk!" perintah Amel. Erika menuruti perintah Amel dengan malas, sedangkan istri Raffa itu mengulas senyum misterius. "Gue udah bantuin lo dari bahaya dipecat secara tidak terhomat," lontar Amel. Erika menatap Amel dengan tatapan tak suka, lalu ia menegakan dagunya memandang perempuan di sampingnya itu."Terus, lo minta gue bales gitu. Pamrih banget sih," sahut Erika. Sedangkan Shilla terus mengawasi gerak-gerik Erika. Ia takut perempuan itu menyakiti sahabat sekaligus kakak iparnya. "Iya dong, harus! Di dunia ini itu sekarang gak ada yang gratis, jadi lo harus bales dong kebaikan gue ini," tutur Amel.Erika yang mendengar itu langsung memandang Raffa. Lelaki tersebut terus sibuk dengan pekerjaan kalau dilihat oleh orang lain, padahal dia kini tengah menguping dan melihat mereka dari handphone. "Ide gue emang cerdas, tinggal nyalangin kamera dan arahin ke mereka," bati
Erika memejamkan mata dan mengeryit duluan membuat Amel tersenyum. Perempuan itu langsung berlari saat kopi yang digelas habis. "Kenapa dia?" tanya Raffa. Amel hanya tersenyum sinis, ia memilih duduk santai lagi di sofa. Dan memejamkan mata, perempuan itu langsung terlelap membuat Raffa geram karena pertanyaannya tidak dijawab."Senjata makan tuan, Ka. Entah apa yang dia masukan di kopi itu, semoga aja bukan racun, karena gak mungkin dia berani berbuat senekad itu," ujar Shilla. Raffa mengeryitkan alisnya, ia langsung mendekati sang istri dan membenarkan posisi tidur wanita tersebut. "Kok kamu bisa tau, dia memasukan sesuatu di gelas itu," kata Raffa pelan.Lelaki itu membelai wajah Amel, sedangkan perempuan tersebut langsung membuka mata membuat Raffa terkejut. "Itu karena instingku, kuat, Mas. Makanya jangan macem-macem sama aku," balas Amel. Amel langsung melanjutkan tidurnya lagi. Sedangkan Raffa masih dalam keadaan terkejut. Shilla yang melihat tingkah sepasang pengantin ba
Amel yang merasa ponselnya terus bergetar akhirnya mengambil benda pipih itu dari saku. Ia mengeryitkan alis lalu memilih duduk di kursi dan tak lupa menaruh botol ke dalam kulkas lagi. "Wah, gila! Ada kouta nyasar nih, gede lagi sampe 200 GB," pekik Amel. Setelah membuka pesan, ia langsung bergegas mengecek kouta di aplikasi. Senyumannya melebar saat memang benar, bukan penipuan. "Gue bisa nonton drakor sepuasnya nih," serunya. Istri Raffa itu memiringkan kepala saat melihat ada notifikasi dari aplikasi hijau. Ia bergegas melihat siapa yang mengirim pesan takut ada pemberitahuan di grup kampus. Wanita tersebut memajukan bibir kala membaca nama sang suami."Baca gak ya, chat dari Mas Raffa. Tapi lagian ngapain sih! Padahal kita seatap tapi malah ngirim pesan bukannya langsung ngomong aja," ujar Amel. Perempuan itu malah kini berbicara sendiri, mengomentari sang suami. Suara telepon terdengar dari handphone membuat ia melihat benda pipih tersebut. Dia menggelengkan kepala saat mel
Lelaki itu terkejut mendengar suara jeritan sang istri yang nyaring. Raffa tadinya terlelap dengan tenang, kini langsung duduk tegak. Dia menoleh memandang sang istri."Ini semua gara-gara kamu, Mas!" omel Amel. Istri Raffa itu menatap mata sang suami dengan tatapan penuh kemarahan. Saat mengingat mereka akan telat, ia langsung turun dari ranjang. "Kamu mau ke mana?" tanya sang suami. Amel yang mendengar itu menjawab seraya memanyunkan bibir."Mau mandi, lah! Masa mau nari," sinis Amel. Raffa bergegas mengikuti sang istri, ia meraih boxer yang tergeletak di lantai. "Tunggu, Mel! Kita mandi bersama biar gak telat," seru Raffa. Amel yang tengah mengunci kamar mandi, ia langsung membukanya lagi. Kepalanya menyembul di pintu yang dia buka sedikit. "Kalau gitu, cepet! Lelet banget sih," cecar Amel. Setelah masuk ke bilik mandi, mereka bergegas membersihkan diri. Raffa terlebih dahulu selesai, lelaki itu lekas keluar untuk memakai pakaian dan melakukan sesuatu. "Cepat mandinya! Jan
Raffa yang mendengar itu hanya memutarkan bola matanya dengan perasaan jengkel. "Terserah, kamu mau bilang apa juga. Lagian kenapa pipimu jadi memerah gitu, perasaan tadi enggak deh," goda Raffa. Amel yang mendengar itu matanya melebar. Ia langsung menggigit roti dan tangan memegang pipi. Raffa melihat tingkah sang istri hanya tersenyum. "Gak usah dipegangin gitu, kalau kamu gak percaya ngaca aja. Atau kamu mau berkaca di mata aku," seru lelaki itu. Amel mendengar itu mencebik kesal, ia memalingkan wajah memilih menatap keluar. Raffa terkekeh mendapatkan respon begitu, setelah memarkirkan kendaraan roda empat tersebut, sang istri langsung keluar tanpa pamit. Membuat Raffa menggelengkan kepala lalu ikut keluar dari mobil. "Semoga nanti kamu gak marah lagi setelah aku jemput, semangat belajarnya!" teriak Raffa. Sudut bibir itu tertarik membentuk senyuman kala melihat Amel semakin mempercepat jalannya. Raffa mengembuskan napas lalu memilih masuk lagi dan mulai melajukan kendaraan r
Diana terus ditarik sampai kelas, tatapan semua orang langsung berpusat pada kedua manusia itu. "Siapa yang bolos dari pelajaran saya!" teriak Dosen tersebut. Semua langsung terdiam mendengar suara menggelegar lelaki itu. Kini Diana berdiri disampinganya. "Ada tiga tas dan tidak ada pemiliknya, siapa yang belum masuk," seru lelaki itu. Ia menjelajahi setiap sudut, semua langsung menunduk mendengar itu. "Jawab! Saya itu bertanya lho," omel lelaki itu. Diana langsung melirik kakaknya dengan tatapan jengkel. Lalu ia menatap sang teman agar bersuara. "Eum ... anu, Pak," ucapan perempuan itu terhenti. Tatapan lelaki itu yang beralih ke sahabat adiknya lalu ia tatapan dia. Teman Diana langsung terdiam mendapatkan pandangan sang Dosen. "Kenapa malah diem aja, apa yang mau kamu katakan," seru lelaki itu. Perempuan itu merapatkan bibirnya, lalu menjawab sang Dosen. "Yang belum ada di kelas itu, Panji, Kevin dan ... Gala," ujarnya. Diana melotot menatap temannya itu. Dan terlihat pe
Amel terus mengumbar senyuman, ia terlihat begitu bergembira. Kadang berhenti untuk membeli jajanan di pinggir jalan. Dia sama sekali tidak menyadari jika diikuti oleh seseorang, mungkin karena terlalu bungah. "Ah, sial! Segala kebelet lagi," gerundel Gala dalam hati. Lelaki itu memang sedari tadi mengikuti Amel, karena ia yakin jika orang yang diperintahkan Diana akan beraksi. Gala bergegas ke toilet, bahkan dia sampai meninggalkan motornya karena melihat wanita tersebut jalan kaki. Menaruh motor di parkiran kamu dan meminta seseorang untuk mengambil kendaraan roda duanya. Saat melihat Gala sudah pergi, seseorang mendekati Amel. Ia mendekat dengan langkah berlari dan menepuk bahu wanita itu. "Amel, bukan?" tanyanya. Perempuan tersebut berkata dengan santai, Amel langsung menoleh saat merasakan tepukkan tersebur. Ia mengeryitkan alis kala tidak mengenal orang itu. "Kita memang belum saling kenal, tapi gue disuruh Shilla. Buat nemenin lo, gue juga tau di mana tempat lo tinggal. A