Amel terus mengumbar senyuman, ia terlihat begitu bergembira. Kadang berhenti untuk membeli jajanan di pinggir jalan. Dia sama sekali tidak menyadari jika diikuti oleh seseorang, mungkin karena terlalu bungah. "Ah, sial! Segala kebelet lagi," gerundel Gala dalam hati. Lelaki itu memang sedari tadi mengikuti Amel, karena ia yakin jika orang yang diperintahkan Diana akan beraksi. Gala bergegas ke toilet, bahkan dia sampai meninggalkan motornya karena melihat wanita tersebut jalan kaki. Menaruh motor di parkiran kamu dan meminta seseorang untuk mengambil kendaraan roda duanya. Saat melihat Gala sudah pergi, seseorang mendekati Amel. Ia mendekat dengan langkah berlari dan menepuk bahu wanita itu. "Amel, bukan?" tanyanya. Perempuan tersebut berkata dengan santai, Amel langsung menoleh saat merasakan tepukkan tersebur. Ia mengeryitkan alis kala tidak mengenal orang itu. "Kita memang belum saling kenal, tapi gue disuruh Shilla. Buat nemenin lo, gue juga tau di mana tempat lo tinggal. A
Wanita itu mendekat, menyuruh seseorang untuk memilih melakukan video call pada Diana. Ia langsung melayangkan tamparan pada pipi Amel. Membuat istri Raffa meringis, dan bibirnya sobek. "Lo nantangin kami, memangnya lo siapa bisa begitu! Dasar goblok, tadinya kami hanya akan mempermalukan lo, tapi kayanya lo mau dikasarin ya," hardik wanita itu. Setelah menenangkan hatinya, Amel mendongak dan menyeringai menatap sinis wanita tersebut. Tingkah Amel membuat semua geram, mereka langsung mendekat dan hendak melakukan aksi membikin istri Raffa waspada. "Mas, tolong ... aku takut!" Batin Amel menjerit, seseorang hendak melepaskan pakaian Amel. Membuat wanita itu memberontakan sedangkan mereka tertawa. "Kenapa kalian nelepon sih, untung gue ada di toilet!" hardik Diana. Orang yang melakukan itu hanya memamerkan senyuman dengan gigi terlihat, dia langsung mengarahkan video call itu ke kamera belakang. Seringai terukir melihat hal tersebut, Diana langsung memakai handset. "Kenapa, dima
Setelah kejadian itu, Raffa memilih mengantarkan sang kekasih pulang. Ia pun meminta sekertaris agar mengurus perusahaan dan dia akan mengurus kantor lewat aplikasi zoom. "Mendingan kamu tidur aja, nanti setelah makanan mateng aku bangunin," seru Raffa. Raffa mengusap kening Amel, wanita itu berbaring dikasur. Ia melangkah pergi tetapi tangannya dicekal sang istri. "Temani aku sampai terlelap, setelah itu baru masak," pinta sang istri lemah. Lelaki itu menghela napas pelan, ia mengulas senyum lalu duduk di kursi. Tetapi Amel menggeleng sebagai larangan. "Terus aku harus gimana, Sayang?" tanya Raffa. Amel menepuk kasur, ia memandang dengan wajah sendu. Raffa langsung mengangguk sebagai jawaban, lelaki itu akhirnya berbaring di samping sang istri. "Maafin aku, gara-gara aku kamu ninggalin kantor," kata Amel. Wanita itu mendekap pinggang sang suami, sedangkan Raffa membalas pelukan tersebut. "Gak papa, yang paling penting itu sekarang kamu. Karna kamu istri aku, calon ibu anak-a
Mata Amel melebar mendengar itu, ia bergegas mendekati lelaki itu dan mendaratkan cubitan di pinggang sang suami. "Mas tuh, rese banget sih! Udah tua juga," omel Amel. Raffa mengeryitkan alis mendengar itu, ia meringis kala masih merasakan bekas cubitan sang istri. Tatapan kesal masih terus di layangkan wanita tersebut. "Apa hubungannya aku rese sama umur, Sayang." "Kayanya cubitan kamu tuh, makin tambah lumayan aja, harusnya tenaga kamu tuh bukan buat nyiksa aku tapi layani aku dong," kelakar Raffa. Tangan Raffa akhirnya melayang keduanya mencubit pipi sang istri. Lalu tatapan mata lelaki itu jatuh pada bibir wanita tersebut. Ia terdiam memandang benda kenyal itu, tanpa sadar jemarinya beralih menyentuh pada "Jangan pake lipstik merah kalau di depan orang lain, ingat itu! Kamu cukup pake ini kalau kita berduaan aja," seru Raffa. Amel memiringkan kepala saat mendengar sang suami mengatakan demikian. Dahinya mengeryit tanda bingung bahkan bibirnya manyun sebentar. "Maksud kamu
"Aduh, cubitan istriku mantap banget," keluh Raffa. Lelaki itu mengeluh dalam hati, ia menoleh memandang wanita yang kini menjadi istrinya tengah mengerjakan tugas. Senyuman terukir, ia perlahan bangkit dan mendekati Amel perlahan. Pelukan dari belakang dia layangkan tak lupa kecupan di pipi. "Lain kali, kalau mau minta bantuan yang manisan dikit dong, masa minta tolong malah dicubit," ujar Raffa. Raffa mengambil kursi dan duduk di dekat sang istri. Amel hanya memamerkan gigi menanggapi ucapan Raffa. Keduanya kini berperan sebagai dosen dan siswi. Waktu tak terasa sudah terlalu beberapa jam. "Udah, ayo kita tidur," ajak Raffa. Amel mengangguk lemah, bahkan mata terlihat sangat berat dan dia menguap berkali-kali membuat Raffa tertular. "Ngeliat kamu nguap gitu, kenapa aku jadi ikut ngantuk. Padahal aku selalu bergadang." Amel hanya melirik sinis Raffa sebentar, ia sangat lelah sampai malas meladeni sang suami. Dia memutarkan bola mata membut lelaki itu terkekeh kala melihat hal
Lelaki itu mengacak-acak rambutnya, ia menatap kesal sang adik. Dan berlalu pergi keluar, menutup pintu dengan kencang. Diana yang melihat respon Kakaknya semakin menangis. "Apa kesalahan gue terlalu besar, apa suami Amel orang sangat berpengaruh," gumam Diana pelan. Jam sudah menunjuk pukul satu dini hari, Diana masih belum terlelap. Sang mama yang mengecek langsung mendekati putrinya. Ia mendekat dan menyuruh Diana berbaring. "Tidur, nanti besok kita cari solusi bersama," ucap sang Mama. Diana memegang lengan Mamanya dan meminta agar dia menemani tidur. Ia paham lalu ikut berbaring di sisi sang putri, menepuk-nepuk gadis itu. Tak berselang lama Diana terlelap. "Kenapa kamu cari masalah dengan orang itu," ucap Mamanya pelan. Ia memandang wajah terlelap sang putri, bergegas keluar untuk bicara dengan anak pertama dan suaminya. Mereka berkumpul di ruang tamu. Membicarakan solusi untuk hal tersebut. *** Pagi tiba, kini Amel yang terlebih dahulu bangun, ia menyiapkan sarapan untu
Amel yang mendengar jawaban sang suami hanya tersenyum kecut lalu memutarkan bola mata malas. Tatapan kesal ia layangkan pada Raffa. "Jangan sombong gitu, Mas. Kalau gak ada mereka gak ada yang bantuin kamu ini itu, hargai kerja keras mereka," nasihat Amel. Raffa yang mendengar itu hanya terkekeh, tangannya sebelah mengacak-acak rambut sang istri. "Walau aku bersikap begitu, tapi aku menghargai mereka kok. Kamu tenang aja, ini memang sikap aku dari dulu," lontar Raffa. Amel yang mendengar itu mengangguk, ia terus melirik jam di tangannya. Membuat Raffa mengeryitkan alis. "Kamu ini kenapa sih," ucap Raffa. Amel yang mendengar itu langsung menunjukan jam di ponselnya di depan Raffa. "Ini lho, Mas. Ahh kayanya bakal keduluan orang yang bakal dateng ke kampus," ujar Amel. Perempuan itu berkata lesu, membuat Raffa hanya mengulas senyum kecil. "Emangnya kenapa sih, gak papa kali duluan dia juga," balas Raffa. Amel yang mendengar itu memberengut. Ia cemberut memandang Raffa. "Mas
"Untung lo cepet datang, katanya yang bakal jadi pembicara juga telat," lontar Shilla. Amel hanya melirik sekilas Shilla, ia memilih menghempaskan bokong ke kursi dan wajahnya masih tertekuk. "Eh, kenapa wajah lo kusut gitu, kaya belum di setrika," celetuk Shilla. Perempuan itu menarik dagu Amel, melihat wajah kakak iparnya. "Ahhh, Kakak lo tuh, nyebelin banget," sahut Amel lemah. Shilla mengeryitkan alisnya, ia memiringkan kepala memandang sang teman. "Ka Raffa kenapa?" tanya Shilla. Baru saja Amel hendak menyahuti suara dosen terdengar, beberapa orang langsung duduk di kursi. "Pagi semua, Bapak sudah bilang bukan, kalau kita kedatangan tamu istimewa. Pengusahaan muda yang sukses," celetuk Dosen tersebut. Beberapa orang terkejut melihat Raffa, bahkan Shilla dan Amel pun. Mata lelaki itu melirik sekitar lalu tatapannya bertubrukan dengan manik sang istri. Senyuman Raffa lemparkan pada wanita itu, membuat para perempuan memekik karena melihatnya tersenyum. "Ahh, ganteng bange