Sarah melotot mendengar ucapan Diana. Perempuan itu segera menaruh nampan di meja, lalu menyerang Diana yang mulai berlari. "Jangan lari lo, Na! Gue gak bakal kasih ampun ya," teriak Sarah. Dia terus mengejar temannya, bahkan sampe keluar kamar sang Ibu. Kini hanya Shilla dan Amel berada di sana, adik iparnya pamit keluar untuk menelepon Wulan memberitahu jika Kakak dan Amel akan menginap."Kalian bukan teman Sarah ya? Tapi semoga aja ini awal pertemanan kalian. Sarah susah bergaul, cuma Diana yang bisa bertahan sama dia,"lontar Ibunya Sarah.Amel mengeryitkan alis mendengar lontaran Ibunya Sarah. Lalu mengangguk saat paham akan ucapan wanita itu. "Tante tau dari mana? Kenapa Tante bicara begitu," balas Amel.Wanita itu terkekeh mendengar pertanyaan Amel. Ia memandang lembut pada istri Raffa. "Liat saat kamu nahan cewek tadi, buat nentang tadi saya ucapin," jelasnya.Amel menggaruk kepala, lalu tertawa kecil. "Hehe ... apa begitu ketara ya, Tan. Padahal aku berusaha biasa aja," u
"Assalamualaikum, Yang. Jam tujuh Mas akan pulang," seru lelaki itu Amel mengedipkan mata,saat Raffa menegurnya. Karena ia malah terus diam, sampai lelaki itu geram karena menunggu sampai enam menit. "Yang ... aku bilang aku bakal pulang jam tujuh, kamu sekarang udah di rumah, kan." ulang lelaki itu lagi. Amel mengangguk kepala, lalu menepuk keningnya sendiri karena harusnya ia menjawab. Bukan menggerakan kepala naik turun. Karena lelaki tersebut tidak akan mengetahui. "Iya, Mas. Aku udah di rumah kok. Dan ... bukannya kamu lembur, kok pulang jam tujuh,"balas Amel spontan. Raffa di sana tersenyum sinis, lelaki itu mendaratkan bokong di kursi. Pintu di ketuk dan pria tersebut memerintahkan untuk masuk. Sedangkan Amel mendengar semuanya. "Bos, ini ada yang harus ditanda tangani," seru Siska. Lelaki itu mengangguk, lalu menggerakan tangan gaya mengusir. Siska menggeleng, membuat Raffa menatapnya kesal lalu segera fokus membaca berkas tersebut. Dan lekas
Lelaki itu malah diam, membuat Amel menjadi cemas. Bahkan kini Raffa menutup pintu dan bersidekap bersandar di sana. Tatapannya masih tertuju pada sang istri. "Aku ingin kamu lebih berusaha, Yang. Baru aku izinin kamu tidur bareng Shilla malam ini," tantang Raffa.Mendengar tantangan suami, Amel langsung bangkit. Ia memandang suaminya dan terdiam sebentar untuk memikirkan ide memikat lelaki dihadapan. Setelah yakin cara ini akan berhasil, ia bergegas melancarkan aksi."Yang, kamu tau aja. Ternyata kamu udah paham dan makin ngerti," erang lelaki itu. Dia langsung mengambil alih kegitan itu. Dan mereka melakukan ritual suami istri sebelum berangkat menginap, bahkan lelaki tersebut meminta lebih karena alasan tidur sendiri di kamar nanti."Ahh ... Mas! Gara-gara kamu, lihat sekarang udah jam berapa. Pasti Shilla ngegerutu," keluh wanita itu. Sedangkan Raffa terlihat sangat tenang, lelaki itu bangkit dari tidurnya dan meraih handuk. Begitupun Amel, ia mengikuti sang suami. Mereka berge
Beberapa bulan kemudian ...Kini menginjak satu tahun pernikahan Amel dan Raffa. Istri lelaki itu mengerucutkan bibir di kelas, ia memikirkan suaminya yang sama sekali tidak mengingat dengan kenangan acara tersebut. Bahkan sudah beberapa hari Raffa sangat cuek."Lo kenapa sih, kok kayanya kesel banget?" tanya Shilla.Shilla bertanya demikian seraya mendekat. Karena kini jam istirahat, ia langsung menarik kursi agar bisa berhadapan dengan sang kakak ipar. "Itu lho, masa Kakak lo gak inget hari ini hari apa," balas Amel.Wanita itu menyahuti dengan nada kesal. Membuat Shilla meringis, sedangkan suara seseorang membuat mereka menoleh. "Ayo gas ke kantin yuk! Diana sama pacarnya udah di sana nungguin," ajak Sarah.Karena tidak mendapatkan respon, Sarah langsung mendekat. Lalu ia mengeryitkan kening melihat wajah kusut Amel. "Kenapa muka lo, Mel? Kusut banget ke belum di setrika," celetuk perempuan itu.Amel hanya melirik sinis Sarah, membuat perempuan itu mengeryitkan alis dan memanda
Sedangkan Amel, ia berada di toilet. Ia terus muntah, tetapi hanya cairan putih yang keluar. Setelah merasa lebih baik, dia langsung bersandar."Kenapa gue jadi mual banget, biasanya kan enggak. Itu kan wangi buah kesukaan gue," lirih Amel.Wanita itu kelelahan karena terus muntah. Kini mukanya terlihat pucat, ia segera mencuci wajah dan mengembuskan napas kasar. "Jangan sakit, Mel! Sekarang pelajaran dosen killer, ayo kamu kuat." Dia menyemangat diri sendiri, lalu melangkah dengan lunglai menuju kantin kembali. Tetapi, mencium bau durian membuat mual lagi. Bergegas ke toilet, karena takut muntah di sini."Gue kenapa sih," keluh Amel. Wanita itu segera merogoh ponsel, lalu menelepon nomor adik iparnya. Kala nada sambung terdengar, ia langsung mengatakan tujuannya. "La, tolong singkirin durian itu, gue mendadak mual cium baunya," pinta Amel. Shilla mendengar itu mengeryitkan alis, ia melost spaker handphone-nya. "Emang kenapa, bukannya lo suka banget ya sama durian?" tanya peremp
Amel terkejut karena suaminya tau dia muntah, ia langsung menoleh ke arah adik iparnya yang tersenyum memamerkan deretan gigi. Teguran Raffa membuat ia tersentak, apalagi nada dingin keluar dari bibir lelaki tersebut."Aku tanya sekali lagi! Itu mie ayam punya siapa yang banyak saos dan sambelnya," geram Raffa. Wanita itu langsung melirik Gala, ia langsung mengarahkan kamera handphone ke lelaki tersebut."Ini punya Gala, Mas! Kami tadi main games dan Gala kalah, jadi dia harus habisin mie ayam yang udah semua yang disini masukin," balas Amel. Dia langsung mengalihkan kamera ke wajahnya lagi. Sedangkan lelaki itu melotot, ia hendak protes tetapi dilarang Diana. Melihat hal tersebut, Amel bersyukur dalam hati. "Kalau gitu, suruh diam makan. Sampe habis! Jangan matiin video call, sebelum mie ayam itu berpindah ke perut cowok itu," tutur Raffa. Semua terkejut mendengar perintah Raffa, mereka kini saling pandang. Dan Amel memandang Diana dengan wajah memohon, melihat riak wajah temanny
Raffa langsung mengajak pulang istrinya setelah mendapatkan izin. Ia memerintahkan adiknya untuk mengambil tas Amel. Sedangkan kini Amel tengah menunggu di mobil."Mas tuh apaan sih, kan bisa ambil tas sendiri. Gak perlu minta ambilin sama Shilla, lagi bentar lagi jam pelajaran lho," ucap Amel gemas. Lelaki itu tidak menanggapi sang istri, ia malah sibuk menelepon. Sedangkan di kursi kemudi, Dimas yang berada di sana. Raffa pamit keluar dulu untuk mengangkat telepon dari seseorang, membuat Amel memicingkan mata curiga. "Dim, emang suami gue kagak ada kerjaan apa! Sampe segala nyamperin ke sini," seru wanita itu. Dimas yang ditanya melirik sekilas lalu fokus memainkan ponsel lagi. Lelaki itu mengangguk sebagai jawaban, membuat Amel mendengkus. "Kalau ngomong sama gue coba handphone-nya taro dulu!" sentak perempuan tersebut.Pria tersebut kaget hampir saja handphone terjatuh. Ia mengelus dada, suara Amel sangat menggelegar. "Iya maaf, Bu Bos. Ini handphone-nya saya taro," sahut Di
Waktu pulang tiba, Amel sangat kerena sedari tadi diabaikan. Ia terus menggerutu, kalau di diamkan kenapa dia dibawa ke kantor. Lelaki tersebut malah sangat sibuk mengerjakan pekerjaannya dan melupakan sang istri yang sedangkan geram."Ayo kita pulang," ajak lelaki itu.Amel memutarkan bola matanya kesal, ia bangkit dan meraih tas."Kalau gue dibawa ke kantor cuma diginiin mendingan tadi anter ke rumah aja! Atau gak usah jemput dari kampus," gerundel Amel.Raffa yang mengikuti dari belakang hanya menyeringai mendengar keluhan sang istri. Tetapi, ia masih terus diam. Sesampai di mobil, lelaki itu langsung masuk. Dia yang bisanya membukakan pintu, beberapa hari seperti tidak peduli. "Apa Mas Raffa punya cewek selain aku ya, apa dia punya yang baru," batin Amel menerka. Rasa sakit hati menikam dirinya, ia memegang dada lalu meremas. Air mata bahkan langsung jatuh, membuat dia segera berpaling. "Padahal baru menerka, tapi kenapa sesakit ini. Apalagi kalau ini benar dan di depan mata."