Share

9. Hari Pertama Kerja

Pagi hari, nampak seorang pria tampan nan gagah berjalan ke arah gedung tinggi pencakar langit. Dia Aldan Pratama Chandra Putra, tetapi di perusahaan dia mengganti namanya menjadi Putra Saputra.

Ketampanannya nyaris sempurna. Dengan tinggi 175 cm dan kulit putih, siapapun yang melihatnya pasti jatuh cinta pada pandangan pertama.

Hari ini adalah hari pertama kerja Aldan di perusahaan cosmo indofood. Sekarang misi balas dendamnya dimulai. Dia berhasil menjadi asisten direktur keuangan di perusahaan cosmo indofood, jabatan yang sama seperti mendiang Papanya. Tentu ini semua berkat orang dalam yang berjasa memasukkan Aldan ke perusahaan, tetapi sebenarnya dia orang yang sangat cerdas dan pantas menduduki jabatan yang dia inginkan.

“Saya harap anda bekerja dengan baik. Satu lagi, anda harus cepat beradaptasi dengan lingkungan perusahaan,” kata Ridwan , direktur keuangan.

“Baik, Pak. Saya sangat senang bisa menjadi bagian perusahaan terbesar yang ada di Indonesia. Saya berjanji akan bekerja dengan sepenuh hati,” respon Aldan dengan wajah berseri-seri.

“Bagus, sekarang mulailah bekerja,” ucap Ridwan, lalu dia pergi ke ruangannya.

Sementara Aldan memperhatikan punggung Ridwan yang semakin menjauh. Perlahan sudut bibirnya terangkat, “Apa kau orang yang kucari? Apa kau orang yang menyuruh pria bersepatu untuk membunuh Papa Mamaku 10 tahun yang lalu? Aku akan mencari tahu kebenarannya.”

“Aku datang, aku kembali untuk balas dendam. Sudah 10 tahun, kini waktunya kalian harus membayarnya ... Aku kembali!” gumam Aldan sembari mengepal tangan kuat-kuat.

Alasan Aldan mencurigai Ridwan karena didasari 10 tahun yang lalu orang itu merupakan saingan Chandra di perusahaan cosmo Indofood. Mereka adalah karyawan teladan di divisi keuangan, dan keduanya merupakan kandidat utama menggantikan direktur keuangan sebelumnya yang pensiun. Hingga akhirnya CEO perusahaan memilih Chandra sebagai direktur keuangan.

Itulah Alasan Aldan masuk ke perusahaan ini agar dia bisa leluasa menyelidiki pembunuh di balik layar, sedangkan Faizal Hamid ditugaskan menjadi kekuatan bayangannya yang mencari informasi tambahan di luar sana.

“Cepat atau lambat aku pasti menemukan kebenarannya. Jika pak Ridwan orangnya, dia harus mati di tanganku.”

Melupakan sejenak balas dendamnya, Aldan mulai bersiap bekerja. Dia masuk ke dalam ruangan kerja, berbagi dengan delapan karyawan lain yang tergabung dalam divisi keuangan.

“Selamat pagi, semuanya,” sapa Aldan bermurah senyum.

“Pagi,” jawab mereka. Ada yang memberikan senyuman ramah, ada juga mengulas senyuman kecut. Mereka cemburu pada Aldan karena baru melamar kerja langsung ditempatkan di posisi asisten direktur keuangan.

“Aku karyawan baru di sini. Perkenalkan namaku Putra Saputra. Panggil saja aku Putra.

“Yaiyalah mau dipanggil siapa lagi? Namanya saja sudah dobel Putra,” sahut seorang pria yang duduk di kursi paling tengah, membuat teman lainnya tertawa.

“Ow ya benar juga,” kata Aldan ikut tertawa. Lalu dia berinisiatif menghampiri mereka satu per satu dan berjabatan tangan agar mengenal lebih dekat.

Ada satu karyawan yang Aldan kenal, tetapi dia pura-pura tidak tahu. “Namaku Putra dari Bandung.”

“Namaku Rangga,” ucapnya dengan pandangan fokus mengamati wajah Aldan.

Namun, Aldan segera melepas jabatan tangannya agar Rangga tidak mengenalinya, “Senang bertemu denganmu. Aku harap kita menjadi rekan kerja yang saling mensuport satu sama lain.”

“Ow ya tentu saja,” kata Rangga. Hatinya merasa kalau dirinya pernah bertemu dengan Putra. Tapi dimana?

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Aku merasa gak asing lagi dengan wajahmu,” ungkap Rangga terus terang. 

“Ow ya? Apa mungkin kamu pernah melihatku di jalan?” tanya Aldan tersenyum, meskipun hatinya saat ini sangat bahagia bisa bertemu dengan sahabat semasa kecilnya. 

“Entah, tapi aku merasa pernah bertemu denganmu.”

“Emm diingat-ingat, nanti kita obrolkan lagi pas jam istirahat.”

Rangga mengangguk, “Baiklah, sekarang waktunya fokus bekerja.”

Aldan tersenyum, lalu dia berjalan menuju tempat duduknya yang berada di paling pojok dekat jendela. Diamembuka layar komputer, tetapi bukan melaksanakan tugasnya. Dia berselancar di dunia maya, mencari media sosial milik Verra Kristian, manajer personalia perusahaan tempatnya bekerja.

“Yes ketemu ...” pekik Aldan pelan. “Kau sangat cantik, Verra. Kau mewarisi wajah Papamu.”

Senyum miring terukir di bibir Aldan saat menyusuri beberapa foto dan video yang diposting di media sosial milik Verra, “Emm dia belum punya pacar? Kesempatan bagiku. Aku lebih mudah mendekatinya.”

Aldan membatin, “Maaf Verra, aku mau mendekatimu bukan karena aku mencintaimu. Tapi ...” Aldan menghentikan kalimatnya sekejap dengan mengulas senyuman licik. “Tapi kau adalah target balas dendamku karena kau anak dari pembunuh Papa Mamaku.”

Jauh sebelum Aldan kembali ke Indonesia, dia sudah mencari informasi mengenai satu-satunya petunjuk yakni selak beluk keluarga Hendrawan. Salah satu rencana Aldan adalah mendekati putrinya, Verra Kristian. 

“Verra Kristian, Papamu harus membayar kejahatan yang pernah dia lakukan 10 tahun lalu,” batin Aldan menyeringai tajam. “Hendrawan harus menderita!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status