Share

10. Bertemu Pria Arogan

Jam istirahat kerja, Aldan dan Rangga pergi bersama ke restoran yang ada di belakang perusahaan.

“Kamu sudah berapa tahun kerja di sini?” tanya Aldan sambil berjalan di sisi kanan Rangga.

“Sudah satu tahun ... Ow ya aku yakin kamu banyak prestasinya, baru masuk kerja langsung ditempatkan di posisi asisten divisi keuangan. Satu tingkat di atasku,” jawab Rangga setengah memberikan pujian pada Aldan.

“Aku hanya orang biasa. Aku hanya beruntung saja.” 

Di tengah perjalanan dari arah berlawanan ada seorang pria tua berkacamata berjalan sambil fokus memainkan ponselnya, sehingga tanpa sengaja menabrak Aldan yang sudah mencoba menghindar.

“Ah sialan, kalau jalan lihat-lihat. Pakai matamu!” berang pria tua itu dengan nada yang begitu tinggi.

“Maaf, pak. Tapi anda yang salah. Anda fokus bermain hp saat berjalan,” protes Aldan.

PLAK!

Aldan memegang pipinya yang mendapat tamparan dari pria tua berkacamata.

“Lancang sekali! Kau tau siapa aku? Hah?!” sergah pria tua berkacamata dengan sorot mata tajam, bahkan cipratan air liurnya mengenai wajah Aldan.

“Saya—”

Baru saja Aldan membuka suara, Rangga yang ada di sebelahnya langsung memotong dengan wajah memohon sambil kedua tangan mengatup di depan dada, “Maafkan teman saya, Pak. Dia karyawan baru di perusahaan ini. Namanya Putra, asisten Pak Ridwan.”

Di detik selanjutnya, Rangga menoleh ke arah Aldan, “Putra, beliau adalah pak Lukman Wafa. Beliau sekretaris CEO di perusahaan ini.” 

“Ow jadi anak ingusan?” tanya Lukman dengan seulas senyuman sindiran.“Masih baru sudah banyak tingkah.”

Aldan terkesiap dan ingin menampar Lukman, tetapi kali ini dia tidak mau bermasalah dengan Lukman, “Iya, Pak. Saya baru bekerja di perusahaan ini.”

Rangga sedikit menyenggol lengan Aldan, memberi isyarat agar cepat meminta maaf pada Sang sekretaris CEO.

“Saya minta maaf jika saya melakukan kesalahan.” Aldan memilih mengalah dan menuruti kemauan Rangga, meskipun dia tidak melakukan kesalahan.

“Cium kakiku,” titah Irfan menatap Aldan dengan sorot mata merendahkan.

“Ya, Pak?” tanya Aldan terkejut.

“Kupingmu budeg?! Cium kakiku atau kamu mau aku pecat?” tanya Lukman dengan mata melotot.

“Lakukan saja apa yang pak Lukman mau,” saran Rangga pada Aldan. Dia tahu teman barunya itu tidak bersalah, tapi dia sangat mengenal sifat arogan sang sekretaris Ceo yang bisa melakukan apa saja pada karyawan bawah.

Namun, Aldan mendengus kesal. Kali ini dia tidak mau menuruti permintaan Lukman yang merendahkan dirinya.

“Maaf, Pak. Saya tidak bisa melakukannya. Sepengetahuan saya, anda yang salah. Saya sudah mengalah, tapi maaf bukan berarti anda bisa merendahkan saya,” tegas Aldan memberikan seulas senyuman berani menatap mata menyala milik Irfan.

“Putra?” Rangga terkejut, jawaban temannya itu mengundang masalah.

Hal itu terlihat jelas dari ekspresi yang diperlihatkan Lukman. Wajah sekretaris CEO itu memerah karena marah, tetapi Aldan hanya santai menatapnya.

“Berani-beraninya kau!” berang Irfan sambil menunjuk-nunjuk wajah Aldan dengan jari telunjuknya. “Mulai hari ini juga kau dipecat!”

“Anda tidak berhak memecat saya, apalagi saya tidak melakukan kesalahan. Seharusnya anda yang meminta maaf pada saya, anda berjalan sambil main hp,” respon santai Aldan. Dia sangat percaya diri pria arogan di hadapannya itu tidak bisa memberikan keputusan sepihak.

“Brengsek!” Tiba-tiba Lukman mencengkeram kerah kemeja yang dikenakan Aldan. Wajahnya memerah padam. “Kau hanya karyawan dibawahku di perusahaan ini. Aku sekretaris CEO bisa memecatmu kapan saja yang aku mau.”

Aldan menutup mata. Bukan karena takut, melainkan dampratan Lukman mengeluarkan air liur yang beterbangan ke wajahnya.

Sementara Rangga merasa kasian dengan Aldan. Dia sangat yakin temannya pasti dipecat, tidak ada yang bisa menolongnya.

PLAK!

Lukman melepaskan cengkeramannya, dan langsung mendaratkan sebuah tamparan keras di sebelah pipi Aldan, “Pria bodoh! Kau sudah berani menantangku. Kau tau siapa aku? Sekarang juga kau dipecat!”

Hal itu menarik perhatian beberapa karyawan  yang berada di sekitar sana. Mereka yakin keberadaan Aldan di perusahaan Cosmo Indofood hanya numpang lewat. Sementara Aldan hanya diam tersenyum menatap lurus ke depan, berusaha menekan emosi yang meluap di dalam dada. Andai hanya berdua, pria tampan itu pasti sudah menghajar Lukman habis-habisan.

“Jaga matamu! Kenapa kau tersenyum, hah?! Cepat pergi dari sini!” raung Lukman dengan penuh emosi. Lalu dia menggerakkan tangannya menuju sebelah pipi Aldan.

Namun, kali ini Aldan tidak diam begitu saja. Dia menangkap tangan Lukman di udara, “Saya heran pria arogan seperti anda menjadi sekeretaris CEO di perusahaan sebesar ini. Apa anda punya orang dalam?” sindirnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, membuat Lukman naik pitam. 

Lukman dan karyawan lainnya pun dibuat terkejut bukan main. Mereka benar-benar tak habis pikir dengan ucapan Aldan. Mereka yakin karir karyawan baru itu sudah tamat, bahkan masalah besar akan datang menghampirinya karena sudah berani menghina sekretaris CEO perusahaan cosmo indofood.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status