Share

11. Aku Tidak Takut!

Lukman mengangkat dagu dan menatap  Aldan dengan tatapan menyala-nyala, “Kau melawanku? Kau tidak tau siapa aku, hah?! Jika Lukman sudah marah, orang itu tidak akan selamat dariku!” 

“Lepaskan tanganku, bodoh!” kelakar Lukman penuh emosi melihat Aldan masih mencengkram tangannya di udara.

Sementara, Rangga dan beberapa karyawan lainnya dibuat semakin tak percaya atas sikap berani pria tampan itu.

Aldan tersenyum miring sambil melepaskan tangan Lukman, dan seketika itu pula pria tua itu menarik kerah baju Aldan dengan tatapan mata berkilat iblis, “Kau bukan hanya dipecat. Bersiap-siaplah menerima kemarahan Lukman Wafa!” ancamnya, lalu mendorong kasar tubuh Aldan.

Sementara Rangga hanya diam, saat ini dia tidak bisa berbuat sesuatu ketika seorang Lukman Wafa sudah marah. Siapa saja yang menghentikan kemarahan sang sekeretaris CEO, maka orang itu juga akan terkena imbasnya.

Namun, Aldan terlihat santai. Tidak ada ketakutan sedikitpun, bahkan senyuman tetap mengalir berhias di wajahnya, “Kenapa Bapak mudah marah sekali? Bapak sudah tua loh, nanti malah terlihat berumur ratusan tahun.”

Ucapan Aldan tentu membuat wajah Lukman seperti menyerupai seekor banteng yang ingin menyeruduk lawannya, “Kau—”

“Pak Lukman, ada apa ini?” Tiba-tiba ada suara wanita yang menyahut dari arah lain. Dia berjalan mendekat dengan wajah keheranan.

Lukman sejenak melupakan amarahnya, seketika itu pula dia menoleh dan memberikan senyuman hormat pada CEO perusahaan, “Maaf Bu Dhea, pegawai baru ini sudah kurang ajar. Dia tidak pantas menjadi bagian dari Cosmo Indofood. Etikanya nol besar.”

Dhea Diantama melirik ke arah Aldan, “Memang apa yang dia lakukan?”

“Dia sangat kurang ajar. Dia tidak tau sopan santun. Barusan dia menabrak saya, tapi dia tidak mau minta maaf. Malahan dia melawan saya,” terang Lukman memutarbalikkan fakta.

Dhea Diantama menoleh ke arah Aldan, “Apakah benar demikian Putra?” tanya Dhea ramah.

“Sama sekali tidak benar, Bu. Barusan Pak Lukman berjalan sambil menunduk main hp. Beliau yang menabrak saya. Saya sudah mengalah, juga meminta maaf, tapi Pak Lukman menyuruh saya mencium kakinya. Jelas saya tidak mau, saya masih punya harga diri,” pungkas Aldan menyanggah perkataan Lukman.

Wajah Lukman memerah padam. Dia mengepalkan tangan sambil menatap tajam ke arah Aldan, “Diam! Mulutmu –”

“Apa benar, Pak Lukman?” tanya Devi memotong ucapan Lukman. Seketika pria tua itu menoleh ke arah sang CEO.

“Bohong, Bu Lukman. Semua yang dikatakan Putra—”

“Ibu bisa tanyakan pada Rangga dan  karyawan yang kebetulan ada di sini,” timpal Aldan, membuat Irfan semakin emosi.

Sementara Rangga gelagapan, wajahnya berkeringat dingin. Apalagi Dhea Diantama langsung menoleh ke arahnya untuk meminta penjelasan.

“I-ya betul, Bu Dhea. Pak Lukman yang menabrak Putra,” ungkap Rangga terbata-bata dengan wajah menunduk. Dia tidak berani melihat rekasi Lukman. Dalam hatinya, dia mempunyai firasat bahwa dirinya juga akan mendapat masalah di kemudian hari.

Mendengar penjelasan Rangga, Dhea Diantama menghembus napas kecewa, “Pak Lukman?”

“Ya, Bu Dhea?” Lukman menoleh dengan senyuman hangat.

“Saya kecewa sekali dengan anda. Seharusnya anda memberikan contoh pada bawahan anda. Tapi anda malah bersikap semena-mena dan memberikan contoh buruk pada karyawan lainnya. Saya harap anda tidak mengulanginya lagi. Buang sikap arogan anda ... Sekarang minta maaf pada Putra.”

“Tapi Bu Dhea–”

“Cepat minta maaf, Pak. Akui kesalahan anda. Hari ini saya benar-benar kecewa. Anda tidak mencerminkan seorang sekretaris CEO,” potong Bu Devi dengan penuh penekanan.

“Baik, Bu Dhea,” ucap Lukman, lalu dia menoleh dan menghadap ke arah Aldan. Pria tua itu terpaksa menuruti perintah sang CEO untuk menyelamatkan karirnya.

“Saya minta maaf. Saya yang salah,” kata Lukman mengulas senyum paksa sambil mengulurkan tangan. Baginya itu sebuah penghinaan, tetapi tidak ada pilihan lain. Yang jelas dia pasti akan memberi pelajaran pada Aldan di kemudian hari.

“Lupakan saja. Saya juga minta maaf, Pak. ” respon Aldan sambil menerima uluran tangan Lukman.

Namun, ketika mereka berjabatan, Lukman sedikit memeras kuat tangan Aldan sembari tetap menerbitkan senyuman paksa, “Terima kasih.”

“Sama-sama,” ujar Aldan menerbitkan senyuman penuh arti. Di luar dugaan dia juga membalas remasan tangan Lukman, memberitahu bahwa dirinya tidak takut sedikitpun pada pria tua itu.

Lukman membuka mata lebar-lebar dan alisnya terangkat, “Kau akan celaka,” ucapnya tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir.

'Aku tidak takut!'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status