Video rekaman itu tersebar cepat dan sampai ke telinga Verra Kristian, tetapi dia yakin Papanya tak mungkin melakukan hal keji yang terkutuk. “Ini pasti ada kesalahpahaman atau mungkin ini adalah jebakan untuk menjatuhkan Papa,” gumam Verra cemas. Verra sudah meminta izin pada CEO perusahaan untuk pulang lebih cepat. Dia pergi ke kantor polisi, tempat Hendrawan ditahan. “Kenapa sih ada orang yang ingin Papaku celaka? Ini benar-benar fitnah yang kejam. Siapapun mereka, semoga hidupnya gak tenang.” Verra mengutuk orang-orang yang dianggapnya telah menjebak Hendrawan. Di matanya, Hendrawan sosok sempurna berhati Malaikat. *** “Cheers ...” seru Adelia sembari menempelkan gelas teh lemon miliknya pada gelas milik Aldan dan Faizal. Adelia tersenyum lebar, lalu meneguk setengah gelas teh lemon miliknya, “Akhirnya Clara bisa melanjutkan hidupnya kembali ... Ya aku tau, dia gak akan mudah melepaskan traumanya. Tapi setidaknya hukum telah ditegakkan dan dunia tau siapa yang bersalah.”
Aldan kembali masuk kerja. Di parkiran khusus karyawan, dia bertemu dengan Verra Kristian. “Hei gimana kabarmu?” sapa Verra. “Kok masuk kerja? Kalau masih gak enak badan, jangan dipaksakan.” “Aku sudah sehat kok, suer,” ucap Aldan dengan segurat senyuman. “oh ya gimana kabar Papa. Aku lihat beritanya di televisi.” “Papa baik-baik saja dan bertugas sebagaimana mestinya. Aku heran kenapa Briptu Yanto tega memfitnah Papa. Padahal Papa memperlakukan Briptu Yanto seperti anaknya sendiri,” respon Verra dengan tatapan menerawang jauh. Dia kecewa pada ajudan setia Papanya. Aldan membuang muka dan tersenyum kecut. Dia mengumpat dalam hati, ‘Ciihhh kau masih saja membanggakan Papamu. Sadar Verra, Papamu bukan manusia lagi. Dia iblis!’ Aldan kembali menoleh pada Adelia dengan memaksakan tersenyum, “Siapa yang tau isi hati manusia? Terkadang orang yang kita anggap orang baik, ternyata dia berwajah dua. Ya tinggal nunggu waktu aja, topengnya pasti terbuka.” “Kamu bener, Putra. Sulit memang m
Aldan memasuki ruangan divisi keuangan, disana dia disambut berbagai macam ekspresi. Ada yang teresenyum kecut, ada pula yang cuek. Hanya Rangga yang tersenyum ramah padanya.“Udah mendingan?” tanya Rangga.Aldan mengangguk dengan segurat senyuman, “Yups, aku sehat dan bisa bekerja lagi.”Aldan melangkahkan kakinya kembali dan mendaratkan tubuhnya di kursi kerja. Lalu, dia mengambil ponsel milknya dan mengetik sebuah pesan, ‘Faizal jaga Adelia. Teruslah berada di sekitarnya. Aku takut mereka datang kembali untuk mencelakai Adelia.”Diam-diam Rangga memperhatikan Aldan. Dia semakin penasaran dengan teman barunya yang seperti sudah mengenal lama. Tapi dimana?‘Jika dilihat-lihat, Putra seperti ...’Rangga membatin. Dia mulai teringat dengan seseorang. “seperti Aldan Pratama Chandra Putra, teman akrabku dulu.”‘Ah mana mungkin? Aldan ‘kan sudah mati.’ Rangga menepis ucapannya sendiri sembari tetap menagamati wajah Aldan.’10 tahun yang lalu dia menjadi tersangka pembunuhan orang tuanya se
“Lia!”Adelia spontan menoleh dan mendapati Faizal yang melompat ke arahnya. Semua terjadi begitu cepat. Faizal mendorong tubuh gadis itu, bersamaan dengan sebuah peluru yang meluncur deras.BRUK! DEEM!Gerakan Faizal lebih cepat. Dia berhasil menjatuhkan tubuh Adelia. peluru itu pun meluncur menghantam tembok. Tentu saja Adelia spontan berteriak, dia syock bukan main melihat sebuah peluru yang hampir saja membunuhnya.Warga setempat yang ada di sekitar sana langsung berdatangan, sedangkan Faizal segera mencari arah tembakan. Dia berlari, berharap menemukan seseorang yang telah berani menembak pacar pimpinan pasukan white master. Namun, dia tidak menemukan jejak langkah orang itu sama sekali.“Sialan!” umpat Faizal sembari memukul udara. Faizal merogoh ponsel di saku celananya dan mencari nomor sang Bos.Di seberang sana,Saat Aldan sedang asyik mengobrol dengan Verra dan Rangga, ponselnya di atas meja berdering.Aldan mengambilnya dan mendapati nama Faizal di layar ponselnya. Dia t
Aldan datang menemui Adelia di kediamannya. Dia menatap gadis itu sedang duduk di sofa ruang tengah dengan wajah ketakutan. Perlahan, Aldan mengepalkan kedua tanganya. Hatinya sangat terguncang melihat gadis yang dia cintai menangis.‘Berani-beraninya mereka mau membunuh gadisku,’ gumam Aldan geram. 'Kalian akan membayar setiap tetes air mata gadisku.'Adelia mendongak dan mendapati Aldan berdiri di ambang pintu. Spontan saja, dia berdiri dan berlari menghampiri kekasihnya itu.Aldan pun menangkap tubuh gadis itu ke dalam pelukannya, “Hei jangan nangis dong.”“Mereka mau membunuhku, Putra. Aku takut.” Adelia menangis sejadi-jadinya di pelukan Aldan. “aku takut ... Takut, Putra.”“Tenanglah, Lia. Gak akan terjadi sesuatu denganmu. Aku disini, gak akan ada lagi yang bisa menyentuhmu. Janji.” Aldan mengusap punggung Adelia. Sikapnya sangat hangat dan begitu menenangkan, tetapi di balik punggung gadisnya, kedua matanya berkilat tajam.Aldan berusaha bersikap santai dan tenang, meskipun s
Aldan kembali menggerakkan jari-jemarinya di atas laptop untuk mengacak semua cctv yang memperlihatkan jejak sang penembak. Di satu titik, pembunuh bayaran itu melepas topi miliknya sehingga wajahnya terlihat sempurna. Aldan menyeringai tajam, “Malam ini kamu harus membayarnya. Wajahmu sudah aku tandai.” Adelia yang duduk di sampingnya terlihat gelisah. Dia tidak ingin Aldan membunuh penjahat itu, tetapi di sisi lain dia juga tak mungkin melaporkan kejadian percobaan pembunuhan ini pada polisi. Saat ini di tubuh kepolisian terlalu banyak mafia yang menyamar. Melaporkan kepada mereka sama saja dengan bunuh diri. “Aku ingin kamu tetap berada disini menemaniku. Aku takut, jangan tinggalkan aku sendirian. Please.” Adelia memohon, sekaligus mencegah Aldan agar tidak membunuh penjahat itu. Aldan menghembus napas pelan. Lalu dia menoleh ke arah gadisnya dengan senyuman manis di bibir, “Faiz akan menjagamu ... Aku harus pergi menghukum bedebah itu karena berani mencelakai pujaan hatiku. D
Sebelum pergi, Aldan menghubungi Bahri dan Dani. Dia meminta bantuan pada mereka untuk berjaga di sekitar rumah Adelia. Selanjutnya, Aldan dan Faizal pergi ke kafe Santika dengan meminjam motor Bahri. Tentu saja mereka menggunakan atribut penyamaran.Aldan dan Faizal masuk ke dalam kafe Santika yang lumayan besar. Mereka tersenyum miring ketika melihat Burhan sedang duduk bersama dengan 2 orang wanita berpakaian seksi. “Dasar.” Aldan mendengus miring. Lalu dia berbisik pada Faizal. “pesan minuman dan berpura-pura mabuk seperti yang kita lakukan di Malaysia.”Faizal tersenyum tipis, “Oke. Let’s go, Bos.”Aldan dan Faizal menuju meja depan bartender untuk memesan minuman beralkohol. Mereka meneguknya dan mulai sempoyongan. Sebenarnya penggunaan alkohol di dalam minuman di kafe inj dalam batas kewajaran, tetapi mereka berpura-pura mabuk untuk menjalankan misinya.Pancingan awal mereka berhasil, sebagian besar pengunjung di sana mulai menatap dan tertawa mengejek.“Cupu sekali mereka. M
Aldan dan Faizal bekerja sama merentangkan tubuh Burhan di atas kasur. Mereka mengikat kedua tangan dan kaki musuhnya di setiap sudut dipan kasur. “Lepaskan aku, Anj*ng!” Burhan meninggikan suaranya sembari meronta-ronta, tetapi semakin dia berusaha melepaskan dirinya, tali yang mengikat kedua kaki dan tangannya semakin kuat.“Anj*ng, mau apakan aku? Lepaskan! Aku—”BUGH!Belum sempat Burhan menyelesaikan ucapannya, pukulan terlebih dahulu menyapa wajah tampannya.“Diam atau mati?” Kali ini ekspresi Aldan bukan terlihat seorang homo, melainkan tatapannya seperti orang yang hendak membunuh. “Jangan apa-apakan aku. Jangan perkosa aku. Panta*tku hitam dan jelek. Aku akan mencarikan lelaki yang muda dan tampan untuk kalian,” bujuk Burhan meyakinkan kedua orang asing itu. Dia tidak bisa membayangkan bercinta dengan sesama jenis, apalagi jika harus mencicipi batang mereka. Tiba-tiba Burhan ingin muntah karena membayangkan sesuatu yang menjijikkan, “Tolong lepaskan aku. Aku Janji carikan