Sejak usaha Mas Yuda melamarku siang itu, Laki-laki itu jadi sering datang mengunjungiku. Walau hanya untuk mendekati Raihan atau sekedar menemuiku. Aku tahu, Dia berharap agar aku segera menjawab lamarannya. Namun aku sama sekali belum berani membicarakan hal itu lagi. Tanpa kenal menyerah, Mas Yuda dengan penuh semangat mencoba mendekati Raihan. Mulai dari membawa makanan kecil hingga mainan mobil-mobilan remot yang cukup besar. Kadang Raihan yang sudah mulai bisa berdiri dan duduk sendiri, menaiki mobil-mobilannya sambil tertawa senang. Karena usahanya yang gigih, akhirnya pria tampan itu berhasil mulai dekat dengan bocah lucu yang menggemaskan ini. Sementara Bu Laila terpaksa dipindahkan ke rumah sakit umum, karena alat kesehatan di puskesmas tidak selengkap rumah sakit. Setelah sadar dari koma, mertuaku itu mengalami stroke seluruh badan. Hingga harus ada seseorang yang khusus merawatnya. Kini, para kakak iparku bergantian merawatnya di rumah. Karena itulah, Bang Adam semak
Dengan semangat Mas Yuda mengajak Raihan main Bom-bom Car. Padahal bocah itu belum mengerti sama sekali cara bermainnya. Tapi kami kewalahan karena Raihan ingin mengendarai sendiri mobilnya. Tiba saat makan siang. Mas Yuda memilih restoran yang tersedia arena bermain untuk anak-anak. Dengan bersemangat dan penuh kesabaran pria itu menyuapi Raihan sambil bermain. Sungguh terharu aku melihatnya. Mas Yuda, Laki-laki tampan dan kaya dengan segala kemewahannya. Mau melakukan hal-hal seperti ini. Laki-laki itu telah sukses membuat hatiku luluh. Mungkin sudah saatnya aku menerima lamarannya. Sudah hampir sore, Raihan tertidur di dalam stroller. Mas Yuda yang mendorong. "Kita mampir belanja dulu, ya. Mumpung Raihan tidur. Aku mengangguk. Entah mau belanja apa laki-laki ini. Tiba-tiba kami masuk ke sebuah butik pakaian wanita. "Pilihlah yang kamu suka!" "Oh, sebaiknya tidak usah, Mas. Terima kasih." Aku menolak untuk masuk. Sepintas aku lihat harganya sangatlah mahal. Scraft yang bera
"Salma ..Salma ...!" Ternyata Mas Yuda terus memanggilku. Aku tak kuasa untuk menoleh. Bagaimana jika wanita itu juga ada di sana. Wanita itu cantik sekali. Aku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengannya. Kenapa bukan wanita itu saja yang dilamar oleh Mas Yuda? Keliatan sekali wanita itu sangat menyukai Mas Yuda. Aku berjalan dengan langkah cepat sambil mendorong stroller, hingga sudah berada jauh keluar dari toko.. "Salma .... tolong jangan begini!" Mas Yuda meraih tanganku dari belakang, hingga menghentikan langkahku. "Nggak apa-apa, Mas. Temui saja dulu wanita itu. Aku tunggu di mobil." Aku berusaha bicara tenang. Seolah hati ini baik-baik saja. Namun saat ingin melanjutkan langkahku, Mas Yuda justru langsung memelukku. "Tolong .... jngn pergi ...!" "Mas, lepas ...! Kita belum sah. Jangan seperti ini!" Sungguh aku malu, ini adalah tempat umum. Wangi Maskulinnya menguar. Hampir saja aku tak ingin lepas dari pelukan ini, jika tak mengingat bahwa kami belum sah menjad
"Kita sudah sampai." Mobil Mas Yuda memasuki salah satu komplek perumahan elite di kota ini. Rumah-rumah di sini di jaga ketat dari gerbang utama. Sementara setiap rumah di sini memang dirancang tidak berpagar. Hanya ada tanaman bonsai yang dibentuk sedemikian rupa untuk memisahkan satu rumah dengan lainnya. Kami berhenti di depan sebuah rumah bernuasa biru muda. Tanaman hijau menghiasi setiap sisi halaman rumah ini. Betapa sejuk dan nyaman sekali. "Raihan masih tidur?" "Iya. jam segini memang dia tidurnya lama," sahutku. "Sini aku gendong. Nanti biar tidur dikamar tamu!" Mas Yuda meraih Raihan dari pangkuanku. Seorang pelayan datang menghampiri kami. "Tolong bawakan tas-tas di dalam!" pinta Mas Yuda pada pelayan itu. Aku mengiikuti Mas Yuda ke dalam. Rumahnya sangat besar. Aku tercengang melihat hampir semua barang mewah yang mengisi rumah ini. Mas Yuda membuka pintu sebuah kamar yang berada dekat ruang tamu. Aku kembali ternganga melihat kamar yang berukuran jauh lebih
"Salma ..., Bagaimana kabarmu?" Ayah Surya baru saja pulang. Pria tua itu tampak semakin sehat. "Baik, Ayah." balasku seraya mencium tangannya. "Ayah tampak lebih sehat," lanjutku di balas senyuman olehnya. "Ssstt ..., bagaimana, kamu jadikan tinggal di sini dengan kami?" bisiknya. Aku jadi tertawa. Kenapa harus berbisik segala. "Nanti, Yah. Masih Aku pikirkan." "Baiklah, jangan terlalu lama. Nanti Ayah keburu di panggil sama Allah." "Ayah kok ngomong gitu?" Aku tersentak mendengar ucapan Ayah Surya barusan. Tampak sedih pada raut wajah pria tua itu . Aku jadi kasian. Ayah Surya memang sudah tua. Dan sepertinya hanya Mas Yuda anak satu-satunya. Ia ingin merasakan bahagia di akhir hidupnya. Yaitu melihat anaknya menikah. Kami berbincang berbagai hal. Sementara Mas Yuda sepertinya tertidur di samping Raihan. Karena sejak Ayah Surya pulang tadi. Laki-laki itu tidak keluar dari kamar tamu. Samar-samar Aku seperti mendengar suara Raihan terbangun. Tapi mereka tak kunjung keluar
"Liat nanti lah, Kak. Lagian bukannya kalian mau pindah ya? Rumah itu sebenarnya sudah harus kosong, bukan?" sanggahku. "Halah kamu nggak usah ikut campur masalah rumah itu. Aku yakin kemarin itu cuma akal-akalan kamu aja sama Bos proyek itu kan? Mana mungkin dia mau sama kamu. Buktinya sampai sekarang kamu belum menikah dengannya. Orang ganteng dan tajir gitu kok mau sama janda miskin kayak kamu," cibir Kak Norma membuatku gemas. " Lagian kalau nanti kita diusir, kita bisa tinggal dulu di rumah Bang Adam," lanjutnya lagi. Syukurlah Bang Adam sudah membeli rumah. Beruntung dia tidak ikutan adik-adiknya. "Jadwal kamu sore ya, sehabis ashar!" pinta Bang Safwan. "Aku nggak janji, Bang. Aku kan dagang. sehabis dagang aku beres-beres. Malamnya belanja dan meracik bumbu." "Jangan cari-cari alasan! Kamu lupa kebaikan ibu dan kami sejak kamu menikah dengan Irsan? Siapa yang kasih kamu makan sejak Irsan meninggal?" Bang Safwan mulai emosi. "Nggak lupa, Bang. Inget banget, kok. Apalagi w
Aku menaiki mobil mercy Mas Yuda menuju rumah Ibu Mertua yang sudah di beli lunas oleh pria itu. Raihan selalu terlihat senang jika sudah diajak jalan-jalan begini. Di dalam mobil aku kewalahan dengan tingkahya yang aktif. Apapun ingin disentuh. Mas Yuda justru senang melihat Raihan aktif. Selama perjalanan mereka berdua terus bercanda dan tertawa. Sementara seperti biasa, satu mobil anak buah Mas Yuda mengikuti kami dari belakang. Akhirnya kami tiba di depan rumah yang mulai keihatan tak terurus itu. Sampah banyak berserakan di teras. Anak-anak Kak Norma dan Kak Lina memang masih duduk di sekolah dasar. Bahkan ada yang masih balita. Mungkin mereka kerepotan karena ditambah mengurus ibu yang sakit. Mas Yuda membukakan pintu untukku. Kemudian Laki-laki itu meraih Raihan dan menggendongnya. Lalu kami berjalan bersisian. Satu tangan Mas Yuda menggendong Raihan, satu tangan lagi menggandengku. Sedangkan para anak buah Mas Yuda berjalan di belakang kami. "Loh , Salma kok datangnya d
Ya Tuhan. Aku nggak nyangka Mas Yuda bisa berbicara seperti ini. Selama ini aku pikir dia hanya memahami tentang bisnis proyek saja. Semua Kakak Iparku terdiam. Namun nampak raut kesal dari wajah mereka. "Oke. Saya tunggu sampai besok pagi. Jika besok barang-barang di rumah ini masih ada, akan turut di robohkan." Aku mengikuti Maa Yuda berdiri. Lalu berjalan menuju pintu keluar. Aku rasakan, mata para ipar terus mengikutiku. Aku semakin menegakkan tubuh dan. kepalaku saat jalan berdampingan dengan MasYuda.Entah mengapa Aku semakin mengagumi laki-laki itu. Menjadi bangga berada di dekatnya seperti saat ini. Aku merasa dia adalah pahlawanku. Lihatlah! Betapa kerennya dia. Hampir semua mata memandang takjub padanya. Para tetangga juga memandangku tak percaya, saat Mas Yuda menggendong Raihan sekaligus menggandengku. Mas Yuda membukakan pintu mobil untukku. Setelah masuk ke dalam mobil, Mas Yuda mulai melajukan mobilnya. "Menurutmu bangunan seperti apa sebaiknya aku bangun di san