Perlahan aku turun dari brankar, kemudian perlahan melangkah keluar dari UGD. Suasana rumah sakit malam ini sangat sepi. Langkahku terseret melalui koridor rumah sakit. Sesekali berhenti dan berpegangan pada salah satu tiang pondasi koridor ini, karena merasakan perputaran pada kepala dan penglihatanku.Namun, semangatku untuk bertemu suamiku membuatku tak ingin berhenti dan terus melangkah. Udara malam terasa dingin hingga menusuk ke tulang. Beberapa keluarga pasien yang berpapasan menatap heran padaku. Aku tiba di depan pintu lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka. Berpegangan erat pada dinding lift saat kembali merasakan di sekitarku berputar. Aku merasa lega saat pintu lift terbuka dan melangkah cepat untuk keluar. Ruang ICU sudah berada di depanku. Perlahan aku masuk dan menemui seorang suster yang sedang berjaga malam. "Suster, Saya ingin menemui suami Saya, Yudatara," ucapku lemah. "Maaf, Bu. Ini sudah malam. Sebaiknya besok pagi saja!" sahut suster yang terheran me
Seminggu sejak kepergian Ayah. Beberapa kali aku mondar mandir ke rumah sakit, ingin memastikan keadaaan Mas Yuda yang sudah mulai membaik. Hanya saja ingatannya belum kembali. Menurut dokter, kami harus bersabar dan tidak boleh memaksa Mas Yuda untuk mengingat semuanya dengan cepat. Sejak tidak ada Ayah, Kak Rio dan Mira tidak pernah datang mengurus Mas Yuda. Hal ini justru membuatku lebih leluasa untuk mengikuti perkembangan kondisi suamiku itu. Aku pun bisa merawat Mas Yuda dengan tenang, tanpa ada larangan lagi dari keluarganya. Pasti Kak Rio dan Mira sangat sibuk. Sejak dulu mereka memang tidak pernah peduli pada Mas Yuda dan Ayah. Sejak lima hari yang lalu, Mas Yuda sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa di ruang VIP. Semua anggota tubuhnya sudah berfungsi kembali. Semua alat bantu yang menempel pada tubuhnya pun sudah dilepas. Hanya ada selang infus yang menempel pada tangan kirinya saat ini. "Mas, makan, yuk! Aku suapi, ya." Dengan segenap cinta yang memenuhi seisi jiwa, l
"Selamat pagi Bu salma." Dokter Mariska muncul dari balik pintu nampak cantik dengan jas putih dan stetoskop menggantung di lehernya "Selamat pagi, Dok" Aku menyambut senyum dokter Mariska yang langsung mendekat pada Mas Yuda. "Pak Yuda, kami periksa kondisinya dulu, Ya!" Mas Yuda mengangguk. Dokter Mariska memeriksa Mas Yuda dengan teliti. Aku berdiri di sudut ranjang rumah sakit ini seraya memperhatikan dokter Mariska dengan seksama. "Bu Salma, Jika kondisi Pak Yuda stabil seperti ini terus, dalam beberapa hari kedepan, Pak Yuda sudah bisa pulang." "Syukurlah. Alhamdulilah." Tak henti-hentinya aku bersyukur dalam hati. Inilah saat yang aku tunggu-tunggu. Membawanya ke kampung bawal. Tempat di mana pertama kami bertemu Semoga dia dapat mengingat kembali kisah cinta kita yang unik selama di sana. Setelah Mas Yuda makan siang, seperti biasa ,aku hendak pulang ke rumah melihat Raiihan. Saat ni aku bersiap-siap untuk berangkat dan pamit pada suamiku itu. "Mas, aku tinggal pula
"Selamat siang, Bu Salma!" Aku terlonjak, tiba-tiba saja seorang perawat sudah berdiri di sampingku. "S-selamat siang, suster. Maaf ada apa?" tanyaku sedikit berbisik. Sesekali mataku masih melirik ke dalam ruang rawat Mas Yuda. Sekilas aku melihat wajah Mas Yuda menggelap. Apakah suamiku sedang emosi? Apa sebenarnya yang sedang mereka bicarakan. Tampak sesekali mereka bersitegang. "Dokter ahli neurologi ingin bicara dengan Bu Salma mengenai kondisi Pak Yuda." Perawat yang umurnya tampak tak jauh dariku itu mengernyitkan dahinya. Mungkin dia heran melihatku yang selalu melirik ke dalam.. "Eh, ya. Bicara ya? Kapan itu suster?" tanyaku lagi yang sebenarnya sedang fokus pada wanita yang sedang bersama suamiku di dalam sana. "Sebaiknya sekarang saja, Bu. Kebetulan sudah dtunggu diruang Prof. Camalia. Mari saya antar, Bu!" Perawat itu mengarahkan ibu jarinya ke arah yang berlawanan hingga aku menoleh ke belakang. Timbul keraguan di benakku. Aku harus segera menemui dokter Camalia ah
Mataku melebar ketika melihat sebuah mobil yang aku kenal terparkir tak jauh dari tempatku berdiri. Untuk apa mereka kemari? Semoga saja mereka tidak membuat masalah lagi. Dengan menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan, aku melangkah menuju rumahku yang terletak tepat di belakang rumah kost ini. "Salma, ada yang mencarimu. Katanya mereka adalah kakak dari suamimu." Bang Safwan datang tergopoh-gopoh menghampiriku. "Ya Bang. Dimana mereka sekarang? Aku akan ke sana." "Salma, mereka ada di ruang tamu. Sepertinya mereka datang tidak dengan niat baik. Kamu harus hati-hati!" ucap Bang Safwan pelan. "Mereka tadi banyak tanya ini dan itu. Mereka tak segan-segan meremehkanmu di depan para tamu dan karyawan di sini. Kalau mereka bukan kakak iparmu, sudah aku habisi mereka. Kamu hati-hati, Salma!' "Terima kasih, Bang." Aku mendesah gelisah. Baru saja bernapas lega bisa terlepas dari mereka. Kini mereka muncul lagi. Entah apa lagi maunya mereka sekarang. Sepasang suam
POV Elkan Begitu banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan dalam beberapa hari ini. Beberapa klien yang harus aku temui karena beberapa kasus yang belum terselesaikan. Seorang artis ternama ibu kota memintaku untuk menyelesaikan kasusnya, membuatku tak luput dari para infotaiment yang sengaja mencari berita tentang klienku itu. Sebenarnya bukan hanya kali ini aku memiliki klien orang-orang terkenal. Namun kasus yang cukup besar ini melibatkan para pengusaha muda sukses yang juga sedang viral di negara ini. Hampir setiap hari namaku di sebut-sebut oleh pencari berita. Bahkan mereka sampai menduga aku ada main dengan sang artis. Benar-benar unik dunia selebritis ini. [ Elkan, aku ingin bertemu siang ini. Aku tunggu di apartemen. Luna] Panjang umur, ternyata si artis yang sedang ada dalam pikiranku meminta untuk bertemu. Padahal baru tadi pagi aku bertemu dengan asistennya. Aku tidak mungkin bisa menolak. "Tuan Elkan, ada seorang wanita mencari Tuan." Seorang pelayan menghampirik
POV Elkan"Hai tampan!" Kedatangan Luna membuyarkan lamunanku. Artis cantik itu mencium pipi kiri dan kananku. "Wauw ... ck ,ck,ck ...!" Aku berdecak kagum melihat penampilan yang cantik dan seksi di hadapanku. Luna tampak sangat cantik dengan dress selututnya. Wanita berdarah campuran Indonesia Belanda itu selalu tampil memukau. Pantas saja jobnya sebagai model papan atas dan pemain sineton terus berdatangan. Hingga membuat penghasilannya sebagai artis melambung tinggi. Hal ini yang membuat para artis lainnya iri karena tersingkirkan. "Ayo berangkat!" Ajaknya seraya menyelipkan tangannya dibalik lenganku. Luna bergelayut manja padaku. Bagaimana tidak para netizen ramai membicarakan kedekatan kami berdua. Luna seolah mempertontonkan kemesraan kami kepada semua orang. "Naik mobilku saja!" pintanya. "Its oke." Sebuah mobil sport keluaran terbaru seharga dua kali lipat dari mobil sportku, berhenti di depan kami. Seorang supir turun dari pintu kemudi dan membukakan pintu belakanh
Pov Elkan"Terimakasih sudah menemaniku hari ini, El."Luna mengecup kedua pipiku ketika hendak pamit meninggalkan apartemennya Aku tersenyum pada model cantik yang memiliki tinggi di atas rata-rata untuk seukuran wanita itu. "Aku pamit, ya!" ucapku membalikkan badan. Luna melambaikan tangannya ketika aku melangkah keluar dari apartemennya. Siang tadi, setelah lelah menghindari beberapa wartawan dan stasiun TV di restoran itu, aku dan Luna melanjutkan ke lokasi pemotretan. Sebenarnya aku sudah menolak karena pembicaraan kami tentang kasusnya sudah selesai. Akan tetapi Luna memaksa agar aku ikut dengannya. Lagi-lagi model cantik itu mempertontonkan kedekatannya denganku di lokasi syuting. Semoga saja tidak sampai ke telinga Salma. Ya ampun, kenapa selalu Salma yang ada dalam pikiranku.Aku meraih ponsel dari dalam saku jas. Beberapa pesan dan panggilan masuk dari Mira. Wanita itu pasti sangat mengharapkan sekali aku datang. [ Aku tunggu kamu malam ini. Jangan sampai tidak datang