"Kamu kenapa lagi?" Elkan menyibak rambut Seruni yang menutupi sebagian wajahnya. Tubuhnya yang tinggi terpaksa berjongkok di hadapan Seruni demi bisa memandang wajah cantik istrinya. Wajah Seruni memerah yang lagi-lagi mendapat perlakuan manis dari suaminya itu. Apalagi dia kini tau siapa Elkan sebenarnya. Ternyata Seruni beberapa kali pernah melihat foto Elkan di media sosial. Ia pun pernah memuji ketampanan pengacara beberapa artis papan atas itu. Namun kini ia tak menyangka, pria tampan itu sekarang menjadi suaminya. "Hei .." Elkan mengangkat dagu Seruni dengan dua jarinya, agar Seruni tak terus menunduk. Netra mereka bertemu. Menciptakan degup jantung yang terdengar kian cepat. Wajah Elkan mendekat. Seruni sontak memejamkan mata. Hembusan nafas Elkan menyapu wajahnya yang menghangat. Seruni tersentak saat merasakan sesuatu menempel di kedua matanya secara bergantian. "Jangan menangis lagi. Apa kamu menderita setelah menikah denganku?" Seruni hanya menggeleng. Ia masih meng
"Sombong sekali dia sekarang. Mentang-mentang suaminya pengacara artis." "Huh, kalau aku tau dari dulu orang kota itu orang terkenal, mending buat anakku aja si Yati. Nyesel aku ikut-ikutan maksa-maksa mereka nikah kemarin." "Halaah, mana mau si Mas Ganteng itu sama anakmu,Yem!" Sontak terdengar tawa dan ejekan saling bersahutan. "Lah, mending anakku dong gadis baik-baik, dari pada sama pelacur." "Iya, kasian loh si Mas Ganteng itu. Jadinya sama perempuan kayak gitu." "Ih amit-amit, semoga aja dia segera diceraikan setelah suaminya tau siapa dia sebenarnya." Percakapan para wanita yang sedang berkumpul tak jauh dari rumah Elkan, terdengar jelas oleh Seruni. Sebisa mungkin ia menahan rasa sesak dan nyeri di dadanya. Kesulitan hidup yang tiada henti, hinaan bertubi-tubi, membuat dirinya lebih bisa berbesar hati menerima segala hinaan, makian dan cobaan. Seruni yang masih sangat muda, dipaksa untuk dewasa sebelum saatnya tiba. Namun itulah hidup yang harus dia jalani.Seperti bia
"Jangan banyak bicara! Kamu suami Seruni, kan? Ayo cepat bayar hutang-hutang orang tuanya!" Salah seorang rentenir membentak dengan garang. "Sayang, berapa jumlah utang orang tuamu?" "Li-lima juta, Mas ..." "Berapa yang sudah kamu bayar?" "S-sudah lebih dari sepuluh juta, Mas ..." Elkan geleng-geleng kepala mamandang para rentenir itu, seraya berkacak pinggang. "Ada apa Pak Elkan?" Apa ada masalah?" Para rentenir itu memucat ketika dua orang berpakaian polisi muncul menghampiri Elkan. "Seruni, kenapa bawa-bawa polisi segala?" bisik salah seorang rentenir mendekati Seruni. Seruni yang tak mengerti apa-apa hanya diam. Elkan tak suka melihat para rentenir itu mendekat pada Seruni. Pria bertubuh tegap itu lantas meraih jemari istrinya dan membawanya menjauh dari para rentenir itu. Wajah para rentenir itu berubah menjadi ketakutan. Mereka seketika panik ketika dua polisi itu melangkah semakin mendekat."S-seruni, kami pulang dulu. Lain waktu kami datang lagi." Dengan gerak cepat
"Kemana Mas Elkan? Kenapa pagi-pagi begini dia nggak ada di sofa panjang ini?" Seruni baru saja terbangun saat mendengar azan subuh. Namun dia terkejut tidak menemukan Elkan. Di kamar mandi pun tidak ada. Seruni melihat keluar, ternyata Elkan ada di dalam mobil. Sepertinya sedang mengambil sesuatu. "Mas, lagi apa?" tanya Seruni yang berdiri di depan pintu. Elkan tersenyum mendekati Seruni seraya membawa sebuah paperbag berwarna putih yang baru saja dia ambil dari mobil. "Maaf Aku kemarin lupa memberimu ini!" "Apa ini, Mas?" Seruni menerima paperbag itu dari tangan Elkan. "Langsung pakai ya Tapi kamu wudhu dulu sana!" Seruni meletakkan kembali paperbag itu di atas meja, lalu berlalu ke kamar mandi untuk berwudhu. Sebaiknya dia salat dulu sebelum waktunya habis. Baru saja Seruni keluar dari kamar mandi, Elkan sudah ada di depan.pintu yang ingin berwudhu juga. "Tungguin aku, kita jamaah!" sahutnya kemudian bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Seruni masuk.ke dalam kamar dan m
"Kita cari sarapan dulu." Seruni mengangguk. Perutnya juga sudah minta diisi. Elkan menepikan mobilnya di depan sebuah cafe yang berada tak jauh dari gapura perbatasan desa Bambo. "Kita sarapan di sini aja. Sepertinya menunya enak-enak," ajak Elkan seraya melihat gambar beberapa menu yang ada di spanduk yang terpampang di pintu masuk cafe. Seruni terkejut saat menyadari di mana mereka berhenti. Namun sebisa mungkin gadis itu menyembunyikan rasa terkejutnya. Ia tak ingin Elkan tau yang sebenarnya. Elkan membantu melepaskan sabuk pengaman Seruni, lalu mengajakmya turun.. Cafe yang memang buka dari pukul tujuh pagi hingga jam dua belas malam iitu masih sepi pengunjung. Hanya ada dua orang pengunjung yang sedang sarapan. Elkan memilih duduk di kursi luar ruangan yang berada di sekitar taman. Ia ingin sarapan sambil memandang kehijauan. "Mau pesan apa? Kamu harus makan cukup. Perjalanan kita masih sangat panjang!" "Oh, iy-iya. Apa saja, Mas." Sebenarnya sejak masuk ke dalam tad
Elkan menggandeng Seruni yang nampak sangat gugup. Ia melihat Seruni tidak percaya diri dengan penampilannya yang sangat sederhana. "Selamat datang Tuan muda!" seorang wanita paruh baya membuka pintu dan mempersilakan Elkan dan Seruni masuk. "Mama Papa di mana, Mbok?" "Ada di ruang keluarga, Tuan." Mbok Asih, salah satu asisten rumah tangga mereka memandang Seruni dengan penuh tanda tanya. Selama bertahun-tahun bekerja di rumah orang tua Elkan, baru kali ini anak majikannya itu membawa wanita ke rumah. "Ini Seruni, Mbok. Istriku." Seruni mengangguk seraya tersenyum pada Mbok Asih." "Oalaaah, nikahannya jadi, toh waktu itu? Mbok kirain nggak jadi gara-gara nyonya dan tuan nggak bisa hadir. ya sudah sana cepat dikenali istrinya!" "Iya, Mbok. Seruni memandang Elkan penuh tanda tanya. ia tak mengerti apa yang dibicarakan Mbok Asih. Elkan pun blm sempat membicarakannya. "Yuk kita ke atas. Mama dan Papaku di sana." Seruni memandang setiap foto yang ia jumpai. Ada beberapa fot
"Ini kamar Mas?" Seruni memandang takjub kamar yang begitu besar, bahkan lebih besar dari rumah mereka di desa. Kamar yang menyatu dengan ruang kerja Elkan itu dilengkapi dengan berbagai elektronik dan perabot mewah. "Iya. Ini rumah orang tua Mas. Semua fasilitas di rumah ini milik Mama dan Papa. Kalau rumah Mas tidak sebesar ini." Elkan duduk di tepi ranjang. Memandang Seruni yang masih terkagum-kagum dengan kamar mewah mirip hotel kelas bintang lima itu. Elkan tersenyum melihat wajah Seruni yang sedang terpesona. "Aku berasa mimpi bisa tidur di kamar ini, Mas." . Elkan langsung teringat sesuatu setelah mendengar ucapan Seruni. Tidur di kamar ini berdua dengan Seruni tentu sangat indah. Ini pasti akan menjadi malam pertamanya yang luar biasa. Pikiran liar pria tampan itu langsung travelling ke mana-mana. Mungkin setelah ini ia akan mengajak Seruni membeli beberapa pakaian, termasuk beberapa pakaian tidur yang sexy dan transparan. Elkan meneguk salivanya saat membayangkan Seruni
"M-massshh ...!" Lagi-lagi Seruni mengigau menyebut kata 'mas'. Suara Seruni hampir mirip seperti desahan di telinga Elkan. Hingga membuat miliknya memberontak di bawah sana. Elkan tak mungkin melakukannya disaat istrinya tertidur. Dia tak bisa membayangkan gadis itu akan terkejut bahkan mungkin berteriak di saat terjaga nanti. Elkan geleng-geleng kepala. Saat ini dia hanya bisa menikmati pelukan Seruni yang cukup erat. Hembusan napas gadis itu menyapu hangat wajahnya. Kini mereka saling berhadapan dan sangat dekat. Elkan mulai bergerak gelisah. Rasa lapar yang tadi menyerangnya kini berubah menjadi rasa yang berbeda. Perlahan didekatkan wajahnya pada Seruni hingga mereka nyaris tak berjarak. Elkan memberanikan diri mengecup singkat bibir ranum milik istrinya. Cukup singkat, namun berkali-kali. Setelah menarik napas panjang, Elkan mencoba untuk mengecupnya lebih lama. Mungkin sedikit melumatnya dengan lembut tidak akan membuat istrinya itu terjaga. Bagai kecanduan, Elkan tak ma