Share

Bab 3

Drrrttt... Drrrttt... 

Ponselku bergetar, kuambil benda pipih yang ada di atas ranjang. Kubuka ternyata pesan dari Indah, sahabat terbaikku semasa kuliah dulu. Kita sudah seperti saudara kandung. Segera kubuka pesan yang Indah kirimkan. 

DEG!

Foto Mas Deni dan seorang wanita duduk dengan tangan mas Deni merangkul pundak wanita itu,terlihat Mas Deni tersenyum bahagia. Wanita itu cantik dan seksi. Pantas saja Mas Deni kecantol. 

Bagai di tusuk seribu belati, rasanya sakit sekali. 

Ya Allah... Inikah alasan mereka tak mengizinkanku ikut ke pesta? Siapa sebenarnya wanita itu?

Kenapa dia tega merebut Mas Deni? 

[Nit, tadi kulihat suamimu pergi ke pesta bersama mertuamu, Rani dan seorang wanita. Deni sangat mesra bersama wanita di foto itu. Maaf ya Nit, bukan maksudku memanas-manasi kamu. Aku hanya tak ingin kamu disakiti Deni. Sabar ya sayang, kamu pasti kuat] 

Kubaca pesan dari Indah. Air mata masih terus menetes, napasku terasa sesak. Rasa marah, kecewa dan benci jadi satu. 

Aku harus bagaimana sekarang? Disisi lain aku masih mencintai Mas Deni. Tapi kalau untuk dimadu atau diduakan,Aku tak sanggup! Lebih baik berpisah dari pada tersiksa. 

[Makasih Ndah, jujur aku bingung harus bagaimana sekarang?] 

Send

Tak butuh lama Indah membalas pesanku. 

[Saranku sih ya, kamu cari tau dulu kebenarannya. Misal benar Deni sekingkuh, lebih baik bercerai,Nit. Sekali seseorang berkhianat seterusnya dia akan berkhianat] 

Ya, Indah benar. Sekali pengkhianat selamanya akan jadi pengkhianat. Buat apa aku mempertahankan seorang pengkhianat? 

Kuseka air mata, lalu kucari tas kerja Mas Deni. 

"Nah ketemu," gumamku. 

Kutarik resletingnya,lalu mengeluarkan semua isinya dari dalam tas. Siapa tahu ada bukti perselingkuhan Mas Deni. 

Astaghfirullah...

Kutemukan sebuah nota pembelian tas branded dengan harga jutaan rupiah. Kulihat tanggal pembeliannya, ternyata tiga hari setelah insiden testpek. 

Tega kamu Mas! Kamu berikan dia barang mewah, sedang untuk aku, sendal putus saja tak kamu perdulikan. Keterlaluan!! 

Ku oto nota itu, siapa taju suatu saat dibutuhkan. 

Setelah selesai, kumasukkan lagi barang-barang tadi. Kemudian kukembalikan lagi di tempat semula, supaya Mas Deni tak curiga. 

****

Tepat pukul 20.00  suara mobil berhenti di depan rumah, kuintip dari balik jendela, Mas Deni pulang sendiri. Mungkin ibu menginap di rumah Rani. 

Bodo amatlah, bersyukurlah nenek lampir tak ada di rumah. 

"Assalamualaikum, " Mas Deni mengucapkan salam. 

"wa'alaikumsalam." Kubuka pintu depan, kucium punggung tangannya, ada rasa jijik saat kulakukan itu.

Mas Deni melangkah mendekatiku, hendak mencium kening. Namun aku mundur satu langkah. 

"Lho dek kenapa kok menghindar?"

"Mas bau asem," kilahku. 

Tak sudi rasanya tubuh ini disentuh lelaki sepertimu mas. Menjijikkan.

****

Aku dan Mas Deni sudah duduk di atas ranjang. 

"Tumben ibu menginap di rumah Rani,Mas?" tanyaku memulai pembicaraan. 

"Em, gak tau juga,dek.Mungkin ibu kangen kalik sama Rani, makannya menginap di sana," jawabnya sambil terus memainkan ponsel. 

Bahkan Mas Deni senyum-senyum sendiri saat membaca pesan. Entah pesan dari siapa, sampai- sampai aku diabaikan. Dia seperti orang yang lagi kasmaran. 

Tunggu-tunggu ... Kasmaran? Apa jangan-jangan Mas Deni chat dengan wanita di foto itu? 

Mencurigakan! Harus diselidiki ini!

Aku pura-pura tidur dengan membelakangi Mas Deni, setengah jam kemudian kulihat Mas Deni sudah tidur terlelap. Ponsel itu berada di atas dada Mas Deni. Mungkin dia ketiduran. 

Drrrttt  ... Drrrttt .... 

Ponsel Mas Deni bergetar, ada pesan masuk. Sepertinya Mas Deni benar-benar terlelap sampai tak menyadari ada pesan masuk. Aku gerak-gerakan tanganku di atas mata Mas Deni. Tidak ada reaksi, berarti Mas Deni sudah tidur. Aku ambil gawainya pelan-pelan. Dan berhasil. Yes... yes... 

Segera kubuka ponsel milik Mas Deni. Alhamdulillah tidak di password segala. Mungkin Mas Deni kira aku tak akan mengotak-atik ponselnya. Memang dari dulu aku tak pernah membuka ponsel Mas Deni tanpa izin darinya. Bagiku ponsel adalah salah satu privasi. 

Dengan cepat kubuka aplikasi berwarna hijau itu. Ada lima pesan baru dari Mila. 

[Gak sabar buat besok  sayang] 

[Gak sabar juga jadi isteri kamu] 

[Love you] 

[Sayang] 

[Udah bobog ya???] 

DEG!

Apa? Istri? Apa Mas Deni akan menikah lagi tanpa restu dan izin dariku? Air bah tumpah lagi tak bisa kutahan. Tega! Mas Deni melukai hatiku bahkan hingga ke sanubari. Rasanya seperti disayat-sayat, perih. Mungkin ini yang namanya sakit tapi tidak berdarah. 

Kuscreenshot pesan tadi lalu kukirim ke nomorku. Tak lupa kuhapus foto dan pesan dari ponsel Mas Deni,agar dia tak curiga. 

***

Azan subuh berkumandang, kulakukan aktivitas pagi.Sengaja tak kubangunkan Mas Deni. Biar tahu rasanya kalau aku cuek padanya. 

Pukul 06.30 Mas Deni keluar dari kamar dengan pakaian rapi, nampak Mas Deni sudah siap berangkat ke kantor. 

"Tadi kok gak bangunin mas dek?" tanyanya setelah duduk di kursi ruang makan. 

"Maaf Mas aku terlalu asyik bersih-bersih rumah jadi lupa jam berapa," jawabku dengan mimik bersalah. 

Mata ini terasa memanas, sepertinya air mata ingin mengalir. Kualihkan pandangan ke sampingJangan sampai membuat Mas Deni curiga. Kuat, kuat Nit...!

Kusemangat diriku sendiri. Walau tak ku pungkiri, hatiku terluka. 

"Ow,ya,Dek, besok Mas keluar kota,ya. Ada urusan kerjaan tiga sampai empat hari mungkin,kamu gak papa kan  di rumah sendirian? "tanyanya sok perduli. 

Aku tau mas, kamu bohong. Jangan kira aku bodoh,Mas. Ku anggukan kepala, malas menjawab omongan pembohong sepertimu Mas. 

Selesai sarapan,ku antar Mas Deni ke depan. Kucium tangannya, walau biar bagaimanapun dia masih menjadi suamiku. Mas Deni akhirnya pergi meninggalkan rumah.Kini saatnya aku beraksi! 

***

Setelah kepergian Mas Deni, aku memulai menjalankan rencanaku. 

Pertama, aku harus mengamankan aset dan harta bendaku. Tak sudi bila jerih payahku selama ini dinikmati Mas Deni dan selingkuhannya. 

Kubuka almari yang ada di dalam kamar. Kukeluarkan kotak berwarna merah dan ku buka. 

Kuhitung, ada 3 kalung dengan masing-masing liontin berbeda,4 buah cincin, 5 pasang anting, 5 gelang berbagai bentuk dan 10 gelang keroncong dengan motif sama. Berarti perhiasan ku masih aman. Alhamdulillah. 

Selanjutnya kucari BPKB mobilku. Ya, mobil yang biasa dipakai Mas Deni adalah mobil yang kubeli dari harta warisan ayah. Tepatnya dari hasil penjualan rumah yang kutempati dulu sewaktu masih lajang. Rumah itu dijual dan uang hasil penjualannya dibagi menjadi dua. Untuk ibuku dan untuk istri kedua ayahku. 

Dari hasil penjualan rumah itu kubelikan rumah minimalis dengan dua lantai dan mobil. Sengaja sertifikat rumah dan sawah kusimpan di sebuah bank. Karena dulu Alm ibu berpesan untuk merahasiakan rumah dan sawah kepada mas Deni. Bahkan surat-suratnya pun masih atas nama Alm ibu. 

Mungkin ibu trauma setelah pengkhianatan ayahku, sehingga ibu berpesan demikian padaku. Sawah itu sendiri merupakan warisan orang tua ibuku. Aku bahkan baru tau setelah ibu meninggal. Kulanjutkan mencari surat-surat mobil, kukeluarkan semua isi lemari. 

Ah sial! BPKBnya tidak ada.Pasti disimpan Mas Deni, tapi biasanya juga disini tak pernah pindah pindah. 

Hufft! 

Atau... Jangan-jangan buat jaminan lagi biar dapat duit. Berfikir-berfikir Anita! Aku harus bagaimana?

Drrrttt... Drrrttt.... 

Ponselku bergetar, kuambil. Ternyata ada pesan dari Mas Deni. 

[ Dek, maaf ya nanti mas gak pulang, ternyata mas harus pergi ke luar kota sekarang juga. Kamu gak papa kan dek?] 

Ke luar kota atau kawin lagi mas? 

Hiks... Hiks... Kok nasibku gini amat ya, kaya di sinetron ku menangis.

Stop Anita, Stop!! Kamu gak boleh nangis lagi

Gumamku.

 

[ iya mas, gpp kok, pakaian ganti kamu Gimana mas? Apa aku antar ke kantor]

Ku balas pesan mas Deni,basa basi tepatnya, 

[Gak usah dek, udah disiapin dari kantor kok] 

Hahahaha ... tertawa aku membaca pesan mas Deni. Sejak kapan pakaian disiapkan dari kantor?  

Aduh mas, o'onnya jangan kelewatan dong. 

Setahuku cuman, transportasi, tempat menginap dan makan yang disediakan oleh perusahaan. 

Mas lupa ya, jika istri mas ini kan sudah sering keluar kota untuk meeting dll. 

Kutata lagi baju-baju yang kukeluarkan dalam almari. Kusimpan kotak perhiasanku di dalam tas, biar besok langsung bisa kusimpan di bank. Duduk didepan cermin, melihat pantulan  diri di sana. 

Apakah aku sudah tak cantik lagi? 

Hingga kamu tega menyakiti ku mas? 

Awas kamu,Mas!Akan kusidang setelah kau pulang. 

Harus kau kembalikan apa yang menjadi milikku!

****

Adzan subuh berkumandang, kubuka mata perlahan. 

"Alhamdullillahil ladzi ahyaanaa ba'da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur. Aamiin. 

Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah mematikan kami, KepadaNya kami akan kembali. "

Bergegas ke kamar mandi, wudhu dan menunaikan ibadah wajib. Kubermunajat kepada Sang Pemilik Hati. Menengadahkan tangan meminta petunjukNya. Hingga tak terasa air mata menetes tak terhenti. 

Hari ini kamu akan sah menjadi suaminya Mas.Maaf Mas, akan kuakhiri hubungan ini segera. Aku tak sanggup hidup bersamamu lagi. Lelah berjuang sendiri, saatnya aku bahagiakan diriku sendiri. 

****

Pukul 06.30 aku sudah siap, kukeluarkan motor metik dari garansi. Kulajukan motor dengan perlahan. Sampai di bank aku mendapat antrian nomor lima. Alhamdulillah jadi tidak terlalu lama menunggu. 

Akhirnya nomor antrianku dipanggil juga.  Kuselesaikan keperluan. Tak perlu berbelit-belit karena aku juga sudah menggunakan safe deposit box untuk menyimpan surat-surat penting lainnya. 

Alhamdulillah selesai.Lega rasanya. 

Kulanjutkan perjalanan, ya, aku akan ke rumahku. Entah berapa bulan aku tak menenggok ke sana, terakhir ke sana saat aku masih aktif bekerja. 

Butuh waktu  tiga puluh menit dari bank ke rumahku. Akhirnya sampai juga,kuparkiraan motordi carport. Daun-daun kering menghiasi halaman rumah. Di dalam  rumah pun debu-debu banyak menempel di meja, kursi dan perabot yang lain. 

Kuletakkan tas di sofa ruang keluarga, lalu melanjutkan bersih-bersih rumah. Rumah ini ada dua lantai.Lantai atas terdiri dari  tiga buah kamar tidur  dengan satu kamar mandi di luar. Dan satu kamar mandi lagi di dalam kamar utama. 

Lantai bawah sendiri ada ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, dapur dan satu kamar mandi. Rumah ini sudah terisi dengan barang - barang, dan sudah tertata rapi. Dulu rumah ini sudah ditempati oleh ibu selama satu bulan, sebelum ibu jatuh sakit dan dibawa ke rumah sakit. 

Ya tanpa sepengetahuan keluarga Mas Deni tentunya.Ibu meninggal di rumah sakit dan dimakamkan di kampung. Jadi mas Deni bener-bener tak tahu tentang rumah ini. 

Krucuk... Krucuk ...Krucuk...

Suara cacing dalam perut, nampaknya mereka sudah protes. Asyik bersih-bersih sampai aku lupa baru makan roti tadi pagi. 

Aku ambil ponsel di dalam tas, merebahkan badan di sofa sambil memesan makanan lewat aplikasi online. Sembari menunggu pesanan datang, kunyalakan televisi. 

Kriiiinggg .... 

Ku angkat telepon dari Indah. 

"Assalamualaikum,Ndah."

"Wa'alaikumsalam, lagi dimana kamu,Nit? aku di rumah kamu nih tapi kok sepi banget. Dari tadi ketok-ketok pintu gak ada yang menyahut," ucapnya dari seberang sana. 

"Hahahahaaa, aku di rumahku sendiri,Ndah. Aku share location deh kalau kamu mau ke sini."

"Ok." Sambungan telepon kumatikan. 

Ku kirim lokasi menggunakan aplikasi warna hijau. 

Iseng lihat story di aplikasi hijauku, banyak story dari teman-temanku. Kubuka satu persatu. Story Rani muncul pertama kali. Sebuah foto akad nikah yang diambil dari belakang, dengan tulisan. 

[Akhirnya, selamat ya Mas, ini nih ipar yang sempurna gak kaya yang di sana] 

Ya itu foto akad Mas Deni dan Mila, walaupun di ambil dari belakang.  Namin aku hafal betul itu Mas Deni. 

Ya Allah...Kenapa sesakit ini rasanya.Walaupun aku bilang kuat. Tapi ternyata hatiku masih begitu rapuh. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status