Rumah tangga itu ibarat sebuah rumah,Nit. Dalam sebuah rumah harus ada tiang untuk menopang agar rumah itu tetap kuat dan kokoh. Kalau tiangnya saja keropos, mana mungkin rumah itu akan berdiri kokoh. Begitu pula dalam sebuah rumah tangga.Kejujuran,kepercayaan dan kesetiaan adalah tiang penyangga dalam sebuah rumah tangga. Kalau tiangnya saja rapuh atau tidak ada. Hanya menunggu waktu saja, rumah tangga itu akan hancur dengan sendirinya. Pesan ibu masih terngiang- ngiang jelas di telingaku. Ya, ini menggambarkan keadaan rumah tanggaku saat ini. Bukan hanya tiangnya saja yang rapuh. Tapi... Keluarga Mas Deni pun sudah tak menghargai dan mengganggapku sebagai menantu. Terbukti ibu dan Rani mengizinkan dan mendukung Mas Deni untuk menikah lagi. Sama seperti ibuku dulu, hanya bedanya ibu bertahan karena ada aku di dalam hidupnya. Beliau tak ingin aku terpuruk akibat menjadi anak broken home. Lha aku, anak saja belum punya, jadi tak ada alasan untukku bertahan dipernikahan yang menyiks
Pov DeniAda meeting di kantor, tapi aku belum juga sampai. Jalan ibu kota hari senin begini, MasyaAllah macetnya. Sampai di kantor, aku bergegas berlari ke ruangan meeting. BRUUGG"Aw ...," teriak seorang wanita kesakitan saat tak sengaja aku menabraknya."Maaf mbak...." Kubereskan berkas-berkasnya yang berantakan. Ku berikan berkas itu. "Deni ya? Deni Permana," ucap wanita itu,kuinggat-inggat siapa gerangan wanita cantik nan seksi ini?Mataku sampai tak berkedip melihat body nya yang, aduhai. Bikin hasratku naik saja. Hahahahaa... "Iya siapa ya?" Mataku tak bisa lepas darinya. Dag dig dug, jantungku malah semakin berdetak. "Lupa ya? aku Kamila, teman sekelas kamu waktu SMA dulu," Jelasnya.Ku ingat-ingat, bukannya Kamila dulu yang suka mengejarku, si gendut tapi sekarang duh bodynya...Hemmm. Aku sampai menahan air liur menatapnya. "O,ya aku ingat," ku berikan kartu namaku,"aku buru-buru, lain waktu kita ngobrol lagi." Kutinggalkan dia, bergegas melangkah ke ruang meeting. ***
Tok... Tok... "Nita buka pintunya!"Kudengar suara orang memanggil, seperti ibu. Kulihat dari balik jendela.Ow,ternyata ibu tapi dengan seorang wanita. Siapa gerangan?Kubuka pintu, lalu meberikan seulas senyum.Senyum palsu tepatnya. Namun tak dihiraukan ibu, wanita itu masuk begitu saja."Nita, itu tas Mila bawakan masuk!" ucapnya seraya menunjuk dua tas besar di teras. "Mila ayo masuk!"DEG! Tunggu, Mila? Bukannya itu nama maduku? Kutoleh wanita itu, benar saja itu Mila, sama persis di foto yang Indah kirim padaku tempo hari. Astaghfirullahalazim... Kuelus dada, mencoba menahan emosi yang semakin memuncak. Bisa-bisanya Mas Deni mengizinkan pelakor itu tinggal di rumah ini. Memang benar ini rumah orang tua Mas Deni, tapi setidaknya hargai aku sebagai istrinya.Ya Allah, kuatkan Aku! Kubawa masuk tas-tas itu ke dalam kamar tamu.Ah, malang benar nasibku, seperti jadi babu simpanan suamiku.Sabar-sabar Nita, demi mobil kembali ke tangan.Kusugesti diriku sendiri.Aku tak boleh men
Aku siapkan sarapan pagi di meja, teh hangat pun sudah tersedia. Mas Deni sudah duduk di kursi biasanya. Mila keluar dari kamarnya, ditariknya kursi di dekat Mas Deni.Tunggu dulu, tak akan ku lbiarkan itu terjadi. Dengan cepat kilat kududuki kursi itu. "Lho mbak, aku kan mau duduk di sini!" protesnya sambil menyilangkan kedua tangan di dada."Oh, kukira kamu mempersilahkan aku duduk. Inikan tempat biasanya aku duduk," jawabku santai. "Hemm, istri kamu tu mas nyebelin!" adunya."Udah, kamu duduk dekat ibu saja sana,lagian ini juga tempat duduk Nita." Mas Deni membelaku.Semakin di tekuk muka Mila, tambah sinis dia melihatku.Kupindahkan nasi dan ayam goreng ke piring Mas Deni, tak lupa sambal pete dan lalapan. Mas Deni paling suka ayam goreng dengan sambel pete.Sarapan kali ini, dengan suasana hening tanpa suara.Seperti biasa, selesai makan kuantar Mas Deni ke depan. Lho, lho, kok Mila ikut-ikutan ke depan sih?"Mas berangkat dulu ya,Dek, Mila ayo!" hendak ku cium tangan Mas Deni,
Suara mobil memasuki halaman rumah, Mas Bayu baru saja pulang dari kantor. Kuintip dia dari balik jendela.Ih ... menjijikkan! Mas Deni dan Mila saling berhadapan,tangan Mila melingkar di leher Mas Deni. Aku tahu apa yang mereka lakukan di dalam mobil. Walau tak begitu jelas,aku yakin mereka melakukan hal terlarang. Setelah mereka cukup puas, keluarlah dua insan tak memiliki urat malu dari mobil. Tangan Mila bergelayut manja di tangan Mas Deni. "Assalamuallaikum,Dek.""Wa'alaikumsalam," jawabku jutek,tak kucium tangan mas Deni. Kutinggalkan lelaki itu begitu saja mereka."Mbak, buatin minum dong! Haus nih!" perintah Mila."Kamu punya kaki dan tangan kan? Sana buat sendiri! Aku bukan babumu!" jawabku ketus, kutinggalkan mereka berdua."Tu mas, istri kamu gak tau apa, aku lagi hamil.""Huss, jangan keras-keras, nanti Nita dengar."Walau sudah di dalam kamar, aku masih bisa mendengar percakapan mereka. Mila hamil? Ya Allah Ya Robb. Drama macam apa ini?Bulir bening jatuh membasahi pipi
"It--itu mobil mobil Nita,Buk," jawabnya tergagap. "Tetap mobil itu tak akan kuberikan padamu, anggap saja itu bayaran kami tinggal di sini." Ibu tak mau kalah. "Sekarang kamu tinggalkan rumah ini, aku tak sudi punya mantu macam kamu...!""Jangan usir Nita Bu, Deni mohon.""Buat apa sih mas kamu pertahanin wanita mandul kayak Nita. Lagian sudah ada aku yang jelas-jelas sedang hamil anak kamu!" Mila tersenyum mengejak ke arah ku. Ku seka air mata yang jatuh, berlari ke kamar. Akan ku beresi barang-barangku dan pergi dari sini.DEERKubanting pintu kamar, kubuka koper, kutata baju-baju agar muat di dalam koper besar. Ternyata satu koper besar tak muat menampung pakaianku. Belum lagi hijab dan yang lain. Kumasukkan lagi baju-baju dan beragam hijab ke dalam ransel besar. Tinggal sepatu, tas, alat kosmetik. Tapi bagaimana aku membawa semua ini?Aku ingat masih punya tiga tas karung yang biasanya untuk laundry. Kucari di dalam almari.Alhamdulillah ketemu, kumasukan bermacam model tas, d
Pov AnitaAku bangun saat azan subuh berkumandang, mandi pagi dan kulanjutkan aktivitas pagi dengan beres-beres rumah. Barang bawaan, kubiarkan begitu saja, tak kusentuh. Biar nanti saja kutatasetelah sarapan pagi. Kubuka kulkas,zonk. Tak ada apapun, hanya ada air putih saja. Ya Allah... Kok aku bisa sampai lupa, kalau di rumah tak ada bahan makanan. Beras apalagi. Kuambil hijab di dalam almari, tak lupa kaos kaki. Kusambar tas dan ponsel yang ada di atas ranjang. Kemudian aku keluarkan motor. Tak lupa kukunci rumah terlebih dahulu. Aku nyalakan motor, lalu melajukan perlahan menuju pasar tradisional. Sengaja aku memilih berbelanja di pasar tradisional, bukan tanpa alasan selain harga yang lebih miring, sayur dan buah pun lebih segar.Dua puluh menit, akhirnya aku pun sampai di pasar tradisional. Aku mulai membeli beras 10 kg, telur 1kg, ayam 1 kg,dan bumbu dapur dari kecap, garam, gula merica dan lain sebagainya. Kini tinggal membeli sayur dan buah,kuputar arah,kembali ke parki
Pov MilaPertemuan tanpa sengaja dengan cinta pertamaku. Deni Permana, ya, dialah cinta pertamaku, sungguh aku tak pernah bisa melupakannya.Setelah pertemuan itu, aku dan Deni semakin sering bertemu. Dari caranya memandangku, aku tau dia menyukaiku.Pucuk di cinta ulam pun tiba. Hingga terpikir ide gila untuk memilikinya. Saat masuk kerja aku pura-pura pusing dan meminta Deni untuk mengantarku pulang. Untung saja dia juga mau.Sesampainya di rumah, kuberikan secangkir teh hangat yang telah kucampur dengan obat perangsang. Pasti sebentar lagi akan bereaksi.Kutinggalkan Deni untuk ganti baju. Sengaja aku hanya memakai tank top dan Hot pants agar Deni semakin menginginkanku.Aku pura-pura menjerit minta tolong karena ada tikus. Padahal tak ada apapun.Setelah Deni datang, kutarik dia ke dalam kamar. Ternyata tak sia-sia aku memancingnya, dia begitu menikmati setiap sentuhanku. Hingga yang kuinginkan pun terjadi, tak hanya sekali. Kami melakukannya hingga tiga kali.Semenjak kejadian itu