Pov RaniNetra ini menatap atas, pandangan pertama hanyalah sarang laba-laba menempel di kayu-kayu penyangga genting yang sudah bocor dimana-mana. Di sudut-sudut rumah, binatang berkaki delapan membuat sarangnya. Lantaipun seperti berhari-hari tak disapu.Ini sih namanya bukan rumah, melainkan kandang.Roy bisa-bisanya tinggal di tempat seperti ini!Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Roy belum juga pulang. Entah kemana dia sekarang. Itu orang selalu hilang tanpa kabar.Kucoba memejamkan mata, guling sana guling sini. Aku tidak bisa tidur dengan kasur keras seperti ini. Ya Tuhan, mana tak ada kipas angin apalagi AC. Kalau bukan karena ingin balas dendam sama Nita mana sudi aku tidur di kandang sapi punya Roy.Nasib-nasib! Terdengar suara mobil memasuki halaman rumah Roy yang sempit. Suaranya terdengar sampai di tempatku membaringkan tubuh.Ah, mungkin itu Roy. Tapi kok suara mobilnya beda ya? Apa jangan-jangan dia ganti mobil kali ya, biar polisi tak bisa melacak kebera
Pov AnitaAlhamdulillahTak henti-hentinya aku bersyukur karena Allah telah mengembalikan Nadia dalam pelukan kami tanpa kurang suatu apapun.Kutidurkan putri kecilku di kasur empuknya. Mengelus rambutnya yang hitam, menghujani pipinya dengan ciuman."Mama, pulang dulu ya sayang." Kuelus pucuk kepalanya."Mama bobog cini,Nadia takut."Netra ini saling beradu dengan netra milik Mas Yusuf. Dia mengangguk, sepertinya tau apa yang hendak ku katakan. Padahal mulut ini belum mengucapkan sepatah katapun.Apa mungkin Mas Yusuf dapat membaca pikiranku?AstaghfirullahAneh-aneh saja diriku ini."Mama cini." Nadia menepuk-nepuk kasur yang ada di sampingnya.Aku tau Nadia pasti trauma dengan kejadian hari ini. Semoga saja dengan aku tidur di sampingnya dapat menenangkan hatinya. Walaupun sejujurnya aku ragu, takut menimbulkan fitnah. Karena aku belum resmi menjadi istri Mas Yusuf.Ku rebahkan badan di samping putri kecilku."Baca doa dulu ya sayang.""Bismillahirrahmanirrahim.Bismika Allahumma a
Pov Romi[Alhamdulillah, Nadia sudah ketemu Rom.]Aku baca pesan Yusuf semalam, Alhamdulilah ucapku bersyukur. Setelah pakaian rapi segera aku turun ke bawah. Mau sarapan rasanya malas, pasti akan berdebat dengan mama hanya karena Anita. Sebenarnya apa kurangnya Anita di mata mama. Dia sholehah, pintar, penyayang. Bukankah wanita seperti itu cocok untuk menjadi ibu dari anak-anakku. "Rom, ayo sarapan dulu," ucap papa. "Romi gak lapar pa, nanti sarapan di kantor saja." "Papa dan mama ingin bicara serius,Nak."Dengan berat hati ku langkahkan kaki ke meja makan. Kalau papa yang meminta rasanya sungkan untuk menolak. Sepotong roti masuk ke dalam perut. "Kapan kamu mau menikah Rom?"Uhuuk... Uhuuk... Ucapan papa mengagetkan diriku, Tak ada angin tak ada hujan, kenapa papa tiba-tiba menanyakan itu? "Mama mau secepatnya kamu menikah dengan Febi!""Romi gak cinta sama Febi,Ma.""Pokoknya mama gak mau tau, kamu harus menikah dengan Febi!""Stop, jangan memaksakan kehendak Mama padaku!
Pov Tante Lisa"Dia hamil Rom," lirih aku bersuara.Seketika Romi menghentikan mobilnya, membuat jantung ini berdebar tak menentu. Sudah tau penumpangnya tak lagi muda, main ngerem mendadak. Untung tidak jantungan."Febi hamil ma? Mama gak salah ngomong,kan?" tanya Romi memastikan."Dokter yang bilang kalau Febi hamil Rom, ternyata mama salah menilai dia" lirih aku berkata. Rasanya malu mengakui kesalahan, tapi kenyataannya aku memang yang salah. Dan untung Tuhan membuka aib Febi sebelum mereka terlanjur menikah."Ya sudahlah ma, nasi sudah menjadi bubur dan untunglah Allah menyelamatkanku dari Febi. Walau pada akhirnya aku tak bisa memiliki Anita."Anita?Apa begitu besar rasa cintanya pada janda itu?Apakah tak ada gadis yang bisa merebut hati Romi?"Apa kamu sangat mencintai Anita, Rom?""Aku sangat mencintainya, dia wanita yang baik penuh dengan kasih sayang. Wanita yang bisa menjaga harga dirinya. Wanita mandiri yang membangun bisnis dari nol hingga bisa berkembang seperti sekara
Aku duduk di depan cermin, melihat diri di dalam cermin. Sambil sesekali perias menambah polesan di wajah. Terasa berat wajahku, mungkin karena berbagai kosmetik menempel. Maklumlah aku jarang berias,paling hanya memoles bedak dan lipstik."MasyaAllah cantiknya," ucap Intan dan Indah serempak."Kamu cocok pakai gaun warna putih tulang, terlihat anggun. Cantik paripurna," ucap Indah lagi.Pipi ini mendadak memerah mendengar ucapan mereka.Indah menggenggam tanganku. "Tangan kamu kok dingin banget Nit?" Netranya terus memindaiku."Aku deg-degan,Ndah. Mas Yusuf lancar gak ya mengucapkannya?""Hahaha ...." Indah dan Intan tertawa serempak.Ya Allah, bukannya menenangkan tapi justru mereka berdua terpingkal-pingkal mentertawakaku.Dasar pada gak ada akhlak!"Ini sudah yang kedua lho mbak, masak iya masih deg-degan ...he he he," ledek Intan.Aku manyunkan bibir ini lima sentimeter, merajuk. Keduanya malah tertawa terbahak-bahak melihat tingkah polahku.Memang benar ini yang kedua untukku d
Tiga bulan usia pernikahan kami. Rasanya baru kemarin Mas Yusuf mengucap janji suci di depan penghulu. Waktu begitu cepat berlalu.Menjalani mahligai rumah tangga dengan Mas Yusuf rasanya bahagia tiada tara. Dia lelaki yang sangat romantis jika bersamaku. Selalu memanjakan diriku. Mungkin benar kata orang, jika seorang wanita menikah dengan lelaki yang tepat. Dia akan diperlakukan seperti ratu. Dan itu yang terjadi padaku."Sayang, tolong ambilkan handuk Mas dong." ucapnya dari dalam kamar mandi.Kebiasaan Mas Yusuf memang seperti itu, lupa membawa handuk saat mandi. Untung kamar mandi terletak di kamar. Coba kalau tidak, pasti repot."Ini Mas." Aku sodorkan handuk saat pintu kamar mandi sedikit dibuka.Tak berapa lama,Mas Yusuf keluar dengan rambut basah. Handuk yang ku berikan melingkar di pinggangnya."Lain kali kalau mandi bawa handuk dong Mas. Untung aku masih di kamar kalau tidak ...." Tak ku lanjutkan kata-kataku."Kalau tidak apa?" Mas Yusuf mendekatkan tubuhnya ke arahku. Tan
Pov RomiMalam yang sunyi, tak ada bintang dan bulan yang mewarnai langit malam ini. Seperti hatiku yang sepi. Kehilangan Anita membuat hidupku sunyi, tak ada arah dan harapan. Kalau boleh jujur, aku masih memendam rasa padanya. Meski ini salah karena masih mencintai istri dari sepupuku sendiri.Tapi apalah daya, memang itu kenyataannya.Jarum jam sudah menunjukkan angka satu dini hari. Namun rasa kantuk seperti tak menghampiri diri ini.Membuka pintu dan duduk di balkon sambil menatap langit malam ini. Membuka ponsel, mencari kesibukan agar hati tak selalu terpaku dan memikirkan Anita. Aku tahu ini dosa.Membuka status teman di aplikasi berwarna hijau. Dada terasa sesak membaca status dari Yusuf. Sepupu sekaligus suami dari pujaan hatiku.[Terima kasih sayang, ini hadiah terindah. Semoga kamu dan calon buah hati kita selalu dalam keadaan sehat.]Ingin membalas dengan ucapan selamat tetapi hati kecilku berkata tidak. Sakit, rasanya seperti di tusuk sembilu. Bukankah harusnya aku bahagi
Langit malam ini begitu indah namun tak seperti hatiku yang gelap.Malam ini Allah menegurku lagi, harusnya aku sadar diri, Anita tak mungkin kumiliki. Mengacak rambut, frustasi. Aku duduk di tepi jalan sambil melihat kendaraan berlalu lalang. Tak jarang kulihat sepasang kekasih berboncengan begitu mesra.Membuat diri ini merasakan iri. Ya Allah, begitu berat kehilangan cinta dan kekasih hati. Andai saja sejak awal mama mengizinkanku dengan Anita,mungkin saat ini aku tengah hidup bahagia bersamanya. Astagfirullah...Maafkan hambamu ini yang telah berburuk sangka pada-Mu. Mungkin memang Engkau tidak menjodohkan aku dengan Anita. Satu pintaku Ya Allah, hapus dan buang rasa ini untuknya. Sungguh aku tak sanggup dengan perasaan seperti ini. Aku tersiksa. Aku melajukan kembali mobil dengan kecepatan sedang. Pikiran masih saja tertuju kepada Anita, hingga aku tidak bisa fokus mengemudi. Bayang-bayang kemesraan Yusuf dan Anita tergambar jelas di pelupuk mata. "Sayang, kalau makan pelan-p