Arya melangkah dengan tergesa menghampiri dua wanita yang sama-sama memiliki peran spesial di dalam hidupnya itu. Jarak beberapa meter dari tempat mereka, Arya menghela napas dalam mencoba untuk kembali menetralkan amarah yang sedari tadi berkecamuk di dalam dadanya. Sama-samar terdengar gelak tawa Nazwa dan Risa. Cukup lama Arya tertegun, ditatapnya satu persatu wajah cantik para wanita itu. "Aku adalah lelaki paling beruntung mendapatkan dua wanita cantik, dan kaya sekaligus," gumam Arya sambil tersenyum simpul lantas kembali melangkah mendekati mereka. Bayangan memiliki dua istri yang rukun satu sama lain kembali menari-nari dalam benaknya saat melihat kebersamaan Risa dan Nazwa. "Ehem!"Sontak ke dua wanita cantik itu menoleh ke arah sumber suara. Postur tegap, rahang kokoh dan tatapan mata yang tajam seketika menghipnotis ke dua wanita itu. Mereka tersenyum dan terus menatap dengan pandangan kagum kepada satu orang yang sama. "Suamiku, tampan sekali pagi ini!"Senyuman Risa
"Aku ingin memisahkan kamu dan, Nazwa. Lalu menjadikan aku satu-satunya wanita di dalam hidupmu!" pekik Risa emosional, tangisannya pun pecah detik itu juga. Arya bergeming menatap Risa seperti itu. Dia tak pernah mengira, jika wanita simpanannya memiliki perasaan yang begitu dalam terhadapnya. "Hei, tenanglah." Arya menarik tubuh Risa ke dalam dekapan. Tangisan Risa semakin menjadi, ia menumpahkan segala gundah yang dirasakannya di dekapan sang pujaan hati. Ia lelah, tapi hati kecilnya tak ingin berpisah dengan Arya."Sampai kapan aku harus menjadi bayangan, Nazwa?" lirih Risa bertanya. "Apa kamu ingin kita, menikah?"Risa berhenti terisak, ia melepaskan diri dari dekapan Arya. Ditatapnya lekat sosok tampan itu dengan perasaan tak menentu. "Apa, Mas Arya mampu melakukan, itu?"Detik itu Risa seakan berada di atas awan. Pertanyaan Arya langsung melambungkan hatinya, ia bertanya dengan tatapan mata berbinar penuh harap. Namun, lagi-lagi ia harus kembali menelan rasa kecewa saat me
Sepi mulai menyapa, hawa dingin membuat Arya semakin mengeratkan dekapannya pada Risa. Dalam keremangan kamar itu, seulas senyum terlukis di wajah cantik Risa. Tampaknya ia sangat bahagia, perasaan kecewa, marah, dan cemburu yang beberapa hari ini dirasakannya seakan menguap begitu saja dengan perlakuan hangat Arya saat ini. "Apa malam ini kamu tetap di sini, Mas?" "Ya, aku telah mengatur rencana sehingga tak akan ada yang curiga. Mereka hanya mengira jika kita sedang melakukan perjalanan bisnis," ucapnya sambil menghidu aroma tubuh Risa yang selalu membuatnya gila. Hati Risa semakin berbunga-bunga, ia memutar tubuh sehingga mereka berhadapan. Arya membuka mata, pandangan keduanya beradu. Semula, tidak ada pembicaraan di antara mereka. Hanya saling memandang, menyelami perasaan yang semakin hari semakin dalam dan sulit untuk kembali. Atau, lebih tepatnya mereka memilih untuk terus tenggelam dalam lautan asmara terlarang yang sudah mereka jalani alih-alih mengakhirinya. Cinta sunggu
Honeymoon terlarang yang berbalut kebohongan atas nama pekerjaan itu pun harus mereka akhiri sehari lebih cepat dari rencana semula. Alasannya hanya satu, karena Risa sudah tak sabar ingin segera mendepak keberadaan Dika. Ia terlalu gerah dengan lelaki itu yang selalu saja mengusik kesenangan dirinya. "Sayang, lebih cepat lebih baik. Dia tuh udah kaya bom waktu loh. Kita gak tahu kan sampai kapan dia terus tutup mulut? Terus, kalau tiba-tiba dia bongkar semua rahasia kita ke publik kamu sendiri yang susah, Sayang." Bosan terus mendengar rengekan Risa, mau tak mau Arya pun menuruti keinginan kekasihnya itu. Mereka bergegas meninggalkan villa, dan saat tiba di kediaman Nazwa, mereka kembali berdalih jika perjalanan bisnisnya berjalan lancar dan bisa kembali lebih cepat dari jadwal yang seharusnya. "Aku merindukanmu, Sayang," ucap Nazwa manja saat Arya langsung memeluk tubuh ringkih Istrinya. "Aku juga, Sayang. Beruntung semuanya berjalan lancar jadi aku bisa kembali lebih awal." Ary
"Wah cantik sekali pasti, Dokter Dika bahagia memiliki asisten sepertimu," puji Risa sambil menatap ke arah Ilma dengan tatapan berbinar. Refleks Dika menoleh ke arah Arya, "Maaf, Pak. Tapi saya tidak membutuhkan seorang asisten."Namun, Arya tak peduli dengan penolakan itu. Bahkan, dia langsung meminta Ilma untuk bergabung di acara makan malam mereka. Dika mendengkus kesal, ingin sekali dia segera pergi dari tempat itu. Namun, baru saja beranjak, gerakannya kembali tertahan. "Makanlah dulu sebelum meninggalkan acara ini," ucap Risa sambil menahan lengan Dika. "Ya, Risa benar, Kak. Makanlah terlebih dahulu, atau jika takut terlalu malam menginap saja di sini," ujar Nazwa tiba-tiba membuat Dika tak dapat lagi berkata-kata selain menuruti ucapan Nazwa. ***Malam kian merangkak naik, dan pesta pun belum tampak tanda-tanda akan segera berakhir. Wajah Dika merenggut, terlebih saat menatap kemesraan Nazwa dan Arya lipatan di keningnya pun kian bertambah. Dia cemburu, hanya saja dia tak
Risa tersenyum bahagia melihat Dika yang tak sadarkan diri. Ia menoleh kearah Ilma lalu mengedipkan sebelah matanya. "Kemarilah, aku butuh bantuan," ucap Arya melalui sambungan telepon. Tubuh kekar Dika pun dibawa ke kamar yang berada di paviliun. Tubuhnya direbahkan setelah pakaian yang melekat di tubuh Dika ditanggalkan terlebih dahulu. "Tugas kamu hanya tetap bersama dia, dan saat dia telah sadar berikan air ini."Ilma hanya mengangguk sambil meraih air mineral pemberian Arya. Setelah itu mereka membiarkan Ilma dan Dika hanya berduaan. Langkah Risa terasa begitu ringan saat ia meninggalkan paviliun. Angannya pun melayang membayangkan hari esok yang lebih baik. "Aku jadi tak sabar menanti dia diusir dari rumah ini," ujar Risa saat ia bertemu Arya di sudut taman tergelap. "Apa kamu, bahagia?" Dalam satu gerakan Arya menarik tubuh ramping Risa ke dalam dekapannya. "Aku akan bahagia jika rencana ini berjalan sempurna, Sayang," ungkap Risa manja, ia pun menengadahkan kepala mena
Ilma terisak di sudut kamar sambil memeluk tubuhnya yang polos. Dika bergeming sambil berusaha mengingat apa yang terjadi malam tadi. Namun, baru saja dia hendak beranjak dari ranjang sosok Arya menerobos masuk ke kamar. Tatapan mereka beradu, dan detik itu juga Dika sadar jika dirinya tengah masuk ke dalam perangkap Arya. "Astaga, apa yang kalian lakukan?!""To-tolong saya, Pak Arya," isak Ilma, air matanya terus berlinang. Mendengar keributan, Risa bergegas menghampiri paviliun. Matanya membelalak kala mendapati Ilma yang telanjang tengah meringkuk di sudut kamar. Tanpa menunggu perintah ia berlari menghampiri Ilma lalu menyelimuti tubuh polos itu. Risa menatap iba ke arah Ilma, lalu menatap tajam ke arah Dika, "Haruskah kamu melakukan ini kepada, dia?" Risa bertanya dengan nada dan tatapan sinis. Sadar tengah berada dalam perangkap, Dika mencoba untuk lebih mengontrol emosi. Dia meraih celana serta baju yang berserakan di lantai, lalu kembali mengenakannya. "Apakah tidak cuku
"Kalian sangat menjijikan! Terlebih, Anda!" umpatnya kasar, sambil memutar tubuh menatap ke arah Arya. Lelaki bertubuh tegap, dan berparas tampan tersebut menggerakkan giginya kuat. Tatapan ke duanya tampak begitu mengintimidasi. Namun, akhirnya Dika memilih untuk memutuskan pandangan terlebih dahulu kemudian berjalan meraih ponsel yang berada di atas nakas. "Tidak ada satu orang pun yang boleh keluar dari paviliun ini!" tegas Arya, ketika Dika hendak pergi dari kamar itu. Jantung Risa tiba-tiba berdebar lebih kencang mendengar suara bariton Arya. Dan ketika ia mencuri pandang ke arah kekasihnya itu, wajahnya pun merona. "Dia semakin gagah dan tampan jika sedang marah seperti ini," batin Risa, sambil terus menatap ke arah Arya dengan penuh kekaguman. Sadar tengah diperhatikan diam-diam, Arya pun menoleh. Dia berdeham guna mengusir perasaan canggung karena terus diperhatikan Risa. "Risa!"Risa terperanjat, hampir saja ia salah menyebut Arya dengan nama kesayangan. Beruntung logik