Share

Bab 6. Unwanted Arranged Marriage II

Xander mengembuskan napas kasar. Berusaha mengendalikan diri. Setiap kali bertemu dengan ayahnya tidak akan mungkin jika tidak berdebat. Ingin sekali Xander menghindar tapi Xander tahu dirinya tak mungkin bisa menghindar sekarang. Terlebih Audrey pun berada di sini. 

“Minta ayahku untuk tunggu. Aku akan segera menemuinya,” ucap Xander dingin dan raut wajah begitu terpaksa. 

“Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi.” Pelayan itu menundukan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Xander dan Audrey. 

Xander mengalihkan pandangannya, menatap Audrey yang sejak tadi hanya diam namun menunjukan kemuraman di wajahnya. “Mandilah. Aku akan menemui ayahku.” 

Audrey mengangguk mematuhi ucapan Xander. Pun Audrey lelah berdebat dengan Xander. Karena perdebatannya akan selalu sama yaitu tentang sifat Xander yang begitu acuh padanya. 

***

Xander melangkahkan kakinya menuju ruangan di mana ayahnya berada. Tampak aura wajah Xander begitu dingin dan tegas serta tersirat menahan rasa kesalnya. Hingga ketika Xander tiba di ruang tamu, tatapan Xander menatap Marco—ayahnya yang menyambut dirinya dengan tatapan tajam dan sorot mata penuh peringatan. 

“Kau dari mana saja, Xander? Kenapa kau menghindariku dan ibumu?” seru Marco menahan amarahnya. 

“Kau masih bisa menemuiku di sini artinya aku tidak menghindarimu. Jangan berlebihan. Aku bukan anak kecil,” tukas Xander dingin. 

Marco mengepalkan tangannya dengan kuat. Pria paruh baya itu terlihat berusaha menendalikan diri berhadpan dengan putra sulungnya yang suka sekali membantahnya. 

“Pernikahanmu dan Audrey sudah diatur. Dua minggu lagi kalian akan menikah. Aku ingin kau fokus dengan pernikahanmu. Ambil cuti di perusahaan,” ucap Marco tegas. 

Xander terdiam beberapa saat mendengar ucapan Marco. Xander sudah tahu ayahnya hanya akan membahas tentang pernikahannya dengan Audrey. Pembahasan yang tak akan pernah berakhir. Meski Xander menolak sekalipun; maka tetap saja ayahnya akan memaksanya. 

“Kau tahu aku belum mau menikah sekarang. Kenapa kau terus-terusan memaksaku, Dad?” geram Xander berusaha mengendalikan diri. 

“Mau sampai kapan kau belum mau menikah, Xander? Usiamu sudah 30 tahun. Sudah waktunya kau menikah. Kau dan Audrey sudah tujuh tahun bertunangan. Tidak mungkin kau menggantungkan hubunganmu dengan Audrey terlalu lama!!” seru Marco dengan nada penekanan. 

Xander tersenyum sinis. “Perjodohan ini atas paksaanmu. Aku berkali-kali meminta dibatalkan tapi kau tidak pernah membiarkan aku membatalkan pertunangan ini. Kenapa, Dad? Kalau kau menyukai Audrey, kau saja yang menikah dengannya.” 

“Jaga mulutmu, Xander! Aku sudah menganggap Audrey seperti putri kandungku sendiri!” bentak Marco emosi. Kilat mata Marco tajam penuh amarah yang tak main-main. Selama ini, Marco sudah memberikan yang terbaik untuk putra sulungnya, namun malah putra sulungnya sulit sekali untuk mendengarkan apa yang dirinya katakan. 

“Terserah apa pun katamu! Aku belum mau menikah. Jangan memaksaku untuk menikah!” tukas Xander penuh peringatan. 

“Tidak ada penolakan. Kau dan Audrey harus menikah dua minggu lagi. Kalau kau masih membantahku, lebih baik kau angkat kaki dari perusahaan. Ingat bukan hanya kau angkat kaki dari perusahaan tapi kau juga tidak bisa menemui ibumu ataupun adikmu lagi. Semua pilihan ada di tanganmu, Xander. Apa kau membiarkan keluarga kita menghadapi malu di hadapan publik?” Marco membalikan ucapan Xander. Kali ini Marco berkata dengan penuh ancaman dan sengaja membuka pikiran Xander agar tak salah mengambil keputusan. 

Ya, perkataan Marco sukses membuat Xander bungkam. Xander bukan takut kehilangan harta tapi Xander tidak ingin melihat ibu dan adik perempuannya menanggung malu karena pembatalan pernikahan yang sudah di depan mata. Publik pasti akan menjadikan beritaknya dan Audrey menjadi panas.

Mengingat Audrey adalah putri dari seorang pengusaha ternama di Roma, rasanya tidak akan mungkin kalau berita ini tidak ramai. Selama ini yang Xander pikirkan hanya ibunya dan adik perempuannya—yang masih duduk di bangku kuliah. 

Xander mengatur napasnya meredakan emosi yang terbendung dalam dirinya. Benak Xander begitu kacau. Di sisi lain, Xander tidak bisa menikah dengan Audrey. Hati dan pikiran Xander masih dan akan selalu tertuju pada satu wanita yang selalu ada di hati dan pikirannya. Namun, dalam keadaan seperti ini rasanya Xander pun tidak memiliki pilihan lain.

Xander seperti berada di tepi jurang dan di belakangnya adalah musuh yang ingin membunuh. Satu kali melangkah Xander akan terjun ke jurang. Tapi kalau dia mundur pun kemungkinan kematian yang akan menjemputnya. Dari segala aspek, Audrey memiliki segalanya. Hanya saja hati Xander tidak pernah tertambat untuk Audrey. 

Fine, kau atur saja persiapan pernikahanku dan Audrey sesuai yang kau inginkan,” jawab Xander yang akhirnya memilih menyetujui permintaan ayahnya. Walau tak dipungkiri hatinya sangat berat tapi Xander tidak memiliki pilihan lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status