“Xander, apa Paman Marco sudah pulang?” Audrey melangkahkan kakinya keluar dari walk-in closet. Menatap Xander yang baru saja masuk ke dalam kamar. Terlihat tubuh Audrey sudah terbalut dress berwarna merah muda motif daun kecil yang membuat Audrey tampil begitu cantik. Rambut pirang Audrey terjuntai memukau.
Mata abu-abunya cerah dan memesona. Bibir mewah mudanya telah dipoles oleh lip gloss. Meski tak memakai riasan tebal tapi Audrey tetaplah sangat cantik. Sekitar beberapa jam sebelum Audrey bangun tidur, Xander sudah meminta orangnya untuk membelikan pakaian untuk Audrey. Tak mungkin Audrey memakai gaun yang sama seperti yang dipakai di klub malam.
“Sudah,” jawab Xander singkat dan raut wajah yang dingin.
Audrey mendesah pelan. Raut wajahnya menunjukan kekecewannya mendengar Marco sudah pulang. “Padahal tadi aku ingin sekali menemui Paman Marco, Xander. Harusnya kau tadi bilang pada Paman Marco untuk menungguku sebentar. Aku ingin menyapa Paman Marco.”
“Kau bisa menghubunginya jika kau ingin bebicara dengannya. Sekarang bersiaplah. Aku akan mengantarmu pulang. Kalau kau ingin mengurus pernikahan kita, kau urus saja. Jangan memintaku untuk ikut andil dalam persiapan perikahan,” tukas Xander dingin yang sontak membuat raut wajah Audrey berubah.
“M-menikah?” Audrey melangkah mendekat pada Xander, menatap Xander dengan tatapan mata yang berbinar bahagia. “Kita akan menikah, Xander?” tanyanya yang tidak lagi bisa menahan betapa bahagia dirinya.
“Kenapa kau masih bertanya? Bukankah kau sudah tahu kalau dua minggu lagi kita akan menikah?” jawab Xander kesal.
“Kau tidak membatalkan renacana pernikahan kita, Xander?” Audrey menatap dalam manik mata cokelat Xander. Tatapan yang jelas memendung rasa haru bahagia yang tak terhingga.
“Memangnya pernikahan kita bisa dibatalkan? Bukannya tidak akan mungkin bisa?” Xander membalikan ucapan Audrey. Tatapan pria itu menatap Audrey dengan tatapan dingin menahan rasa kesal terbendung dalam dirinya. Pertanyaan yang diucapkan Audrey adalah pertanyaan bodoh. Kalau saja pernikahan bisa dibatalkan; maka Xander sudah membatalkannya.
Senyuman di wajah Audrey terlukis kala mendengar ucapan Xander. Audrey tak peduli sifat dingin Xander. Terpenting Xander mau menikah dengannya. Detik selanjutnya, Audrey melompat memeluk leher Xander. Refleks, Xander melingarkan tangannya di pinggang Audrey kala tubuh Audrey tak seimbang dan nyaris jatuh.
“Audrey! Kau ini apa-apaan! Kenapa melompat seperti itu!” seru Xander emosi kala Audrey melompat dan nyaris jatuh. Hal yang paling Xander tak sukai dari Audrey adalah sifat ceroboh wanita itu yang tak pernah berubah.
“Aku mencintaimu, Xander. Sangat mencintaimu. Aku senang sebentar lagi kita akan menikah.” Audrey tak memedulikan ucapan Xander. Wanita itu mengecupi bibir Xander lembut. Sedangkan Xander hanya diam kala Audrey mencium bibirnya. Tak ada balasan dari Xander tapi juga tidak ada penolakan.
“Segera bersiaplah. Aku akan mengantarmu pulang.” Xander mengabaikan ungkapan cinta Audrey.
Audrey bergelayut manja di lengan Xander. “Aku tidak mau langsung pulang. Aku ingin kita makan di luar dulu.”
“Aku sibuk, Audrey!” tukas Xander.
Audrey mengerutkan bibirnya. “Hanya sebentar saja, Xander. Tidak akan lama. Aku ingin makan di luar. Aku bosan makan di rumah. Please.”
Xander mengembuskan napas kasar. “Fine, tapi kita tidak akan lama. Kalau kau lama, aku akan meninggalkanmu di restoran. Kau pulang saja bersama dengan taksi.”
Audrey tersenyum seraya memberikan kecupan di rahang Xander. “Aku berjanji tidak akan lama, Sayang.”
Sebuah restoran Perancis ternama di Roma menjadi tempat di mana Xander membawa Audrey untuk makan siang bersama. Kedua insan itu duduk di kursi meja makan di dekat jendela sesuai keinginan Audrey yang ingin melihat pemandangan indah di kota Roma. Pelayan mulai menghidangkan beberapa makanan khas Perancis dan minuman beralkohol. Tepat makanan sudah terhidang, Audrey lebih dulu menikmati makanan. Sedangkan Xander lebih memilih meminum whisky yang sudah pria itu pesan. “Xander, nanti aku ingin konsep pernikahan kita mewah seperti pernikahan putri raja. Ah, iya. Aku juga ingin gaun pengantinku nanti aku akan memesan di designer terbaik. Aku ingin pernikahan kita benar-benar sempurna, Xander,” seru Audrey dengan senyuman di wajahnya.Benak Audrey sudah membayangkan pernikahan seperti putri raja. Dekorasi yang indah dan mewah terngiang dalam benak Audrey. Amarah dan sakit hatinya akan perkataan Xander seolah lenyap kala mengingat dirinya dan Xander akan segera menikah. “Terserah kau atur
Langit begitu mendung. Sinar matahari telah tertutup oleh awan gelap. Meski hujan sebentar lagi turun, tapi tak menghentikan Audrey berdiri di depan restoran. Ya, Audrey menunggu Xander yang tadi berlari pergi meninggalkannya begitu saja.Sudah lebih dari dua jam Audrey menunggu sampai Xander kembali tapi nyatanya Xander tak kunjung kembali. Ribuan pesan dan telepon tak juga direspon oleh pria itu. Sungguh, Audrey mencemaskan Xander. Audrey takut terjadi sesuatu pada Xander.“Xander di mana? Kenapa dia tidak kembali juga?” gumam Audrey pelan dan resah. Tadi Xander begitu terburu-buru seperti ingin menemui seseorang. Tapi menemui siapa? Sejak tadi Xander bersama dirinya. Bahkan Xander pun sedang tidak menjawab panggilan telepon.Saat Audrey masih menunggu di depan restoran tiba-tiba suara gelegar petir terdengar. Refleks, Audrey terkejut. Audrey hendak masuk ke dalam restoran tapi semua terlambat karena hujan turun begitu deras membuat tubuh Audrey basah kuyub.Audrey sedikit panik kar
Xander melajukan mobil sport miliknya dengan kecepatan di atas rata-rata. Tampak raut wajah pria itu begitu dingin dan sorot mata begitu tajam. Jika saja Chad tak memberitahukan dirinya kalau Audrey sakit; maka sudah pasti Xander lupa kalau tadi siang dia meninggalkan Audrey di restoran. Kala itu pikirannya hanya dipenuhi oleh sosok wanita yang mirip dengan wanita yang selalu ada di hati dan pikirannya.Mobil yang dilajukan Xander memasuki gedung apartemen di mana unit apartemen Audrey berada. Sebenarnya Audrey biasa tinggal bersama dengan keluarga. Hanya saja kalau di moment-moment tertentu Audrey memilih menginap di apartemen pribadi wanita itu.Xander turun dari mobil dan segera menuju unit apartemen di mana Audrey berada. Menjalin hubungan sejak lama dengan Audrey tentu Xander mengetahui segalanya tentang Audrey. Termasuk sifat bodoh dan naif wanita itu.Saat tiba di depan unit apartemen Audrey, Xander segera menekan password apartemen Audrey. Dan ketika pintu berhasil terbuka, Xa
Sudah tiga hari Audrey sakit dan tak melakukan aktivitas apa pun selain hanya istirahat di apartemen. Seluruh pekerjaan Audrey, terpaksa ditangani sepenuhnya oleh asistennya. Audrey memang memimpin salah satu perusahaan cabang milik keluarganya.Audrey memiliki dua adik laki-laki yang masih berusia sangat muda. Adik laki-laki Audrey nomor dua berusia 17 tahun dan adik laki-laki bungsu berusia 15 tahun. Kedua adik laki-lakinya masih terlalu muda. Jika saja kedua adik Audrey sudah tumbuh dewasa pasti Audrey akan sedikit bersantai mengurus perusahaan.Tiga hari ini, Audrey tak memberitahukan kedua orang tuanya kalau dirinya sakit. Pasalnya Audrey tak ingin membuat kedua orang tuanya mencemaskan dirinya. Karena Audrey tahu kalau saja kedua orang tuanya mengetahui dirinya sakit, maka pasti kedua orang tuanya akan panik. Meski sudah berusia 23 tahun tapi Audrey kerap diperilakukan seperti anak kecil. Mungkin itu juga alasan di mana Audrey terkadang bersikap kekanakan.Selama Audrey sakit Xa
Mobil yang membawa Xander dan Audrey telah memasuki gedung pencakar langit yang ada di Roma milik Forster Group. Xander dan Audrey bersamaan turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam perusahaan.beberapa staff yang ada di area lobby menyapa Xander dan Audrey dengan ramah. Pun Audrey membalas sapaan para staff dengan senyuman samar di wajahnya. Sedangkan Xander sama sekali tak merespon. Pria itu hanya memberikan wajah dingin seolah tak ingin ditegur.“Selamat pagi Tuan Xander, Nona Audrey,” sapa Chad—asisten Xander menyapa Xander dan Audrey yang baru saja keluar dari lift.“Hi, Chad. Apa kabar?” tanya Audrey ramah.“Saya baik, Nona. Bagiamana dengan Anda? Terakhir saya dengar Anda sedang kurang sehat,” ujar Chad ramah dan sopan.“Aku baik, Chad. Terima kasih sudah mencemaskanku.” Audrey memberikan senyuman hangat pada asisten tunangannya itu.“Chad, apa dokumen yang aku minta sudah kau siapkan?” tanya Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Sudah, Tuan. Saya sudah siapkan
“Xander, temanmu sudah pulang?” Audrey menatap Xander yang melangkah mendekat padanya. Satu harian ini Audrey berdiam diri di kamar pribadi Xander yang ada di ruang kerja tunangannya itu.Tak ada yang Audrey lakukan selain bermain sosial media, belanja online, ataupun membaca majalah. Semua Audrey lakukan demi menuruti permintaan Xander yang menginginkan dirinya untuk patuh selama ikut ke kantor tunangannya itu.“Sudah.” Xander menjawab dingin pertanyaan Audrey kala tiba di depan wanita itu.Audrey bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu memeluk erat Xander sambil berkata, “Aku tidak ingat temanmu yang bernama Dylan. Apa benar aku pernah bertemu dengannya?”“Dia yang melihatmu. Kau tidak pernah melihatnya,” jawab Xander lagi datar. Pria itu tak membalas pelukan Audrey. Pun tak menolak pelukan Audrey.“Ah, begitu.” Audrey menganggukan kepalanya dari dalam pelukan Xander. Lantas Audrey mengurai pelukannya sebentar dan bertanya ingin tahu, “Tadi Dylan ke sini karena memiliki bisnis de
Awan terang mulai menghilang tergantikan awan gelap. Jam dinding menunjukan pukul delapan malam. Xander sudah menyudahi semua pekerjaannya. Pria itu ingin segera kembali ke apartemennya namun ingatan Xander mengingat kalau Audrey berada di dalam kamarnya. Sejak tadi Audrey tak pernah mau pulang duluan. Terpaksa Xander harus ke kamar pribadinya—di mana Audrey berada.“Tuan Xander?” sapa Chad sopan di kala berpapasan dengan Xander yang ingin masuk ke dalam kamar.“Apa yang dilakukan Audrey?” tanya Xander dingin, dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Nona Audrey sudah tidur, Tuan,” jawab Chad memberi tahu.Xander mendecakan lidahnya. Dia meminta Audrey untuk pulang duluan tapi wanita itu tak mau. Tapi malah sekarang wanita itu tertidur. Shit! Menyusahkan saja! “Aku akan menemui Audrey,” ucap Xander dingin dan datar.“Baik, Tuan.” Chad mempersilahkan Xander untuk masuk ke dalam kamar.Xander segera masuk ke dalam kamar pribadinya. Chad pun langsung menundukan kepala kala Xander sudah pergi
Persiapan pernikahan Audrey dan Xander bisa dikatakan hampir seratus persen. Segala kebutuhan yang diperlukan sudah selesai. Mulai dari gedung, souvenir, dekorasi, gaun pengantin dan segalanya yang diperlukan dalam proses pernikahan telah diurus.Tentu Audrey tak mengurus pernikahannya sendiri. Keluarga besar Audrey dan keluarga besar Xander turut terlibat dalam proses persiapan pernikahan. Terlebih Audrey dan Xander sama-sama anak pertama di keluarga. Itu yang membuat persiapan pernikahan haruslah matang dan sempurna.Di awal sebelum persiapan pernikahan memang Athes dan Marco memang sudah meminta pernikahan Audrey dan Xander haruslah meriah. Bahkan tamu udangan yang hadir akan sangat banyak. Pun pernikahan Audrey dan Xander haruslah disorot oleh media.Well, sebenarnya Xander hanya menginginkan pernikahan yang sederhana tapi Athes dan Marco tak sependapat dengan keinginan Xander. Akhirnya Xander pun memilih mengalah dan membiarkan keluarganya serta keluarga Audrey yang mempersiapkan