Langit begitu mendung. Sinar matahari telah tertutup oleh awan gelap. Meski hujan sebentar lagi turun, tapi tak menghentikan Audrey berdiri di depan restoran. Ya, Audrey menunggu Xander yang tadi berlari pergi meninggalkannya begitu saja.
Sudah lebih dari dua jam Audrey menunggu sampai Xander kembali tapi nyatanya Xander tak kunjung kembali. Ribuan pesan dan telepon tak juga direspon oleh pria itu. Sungguh, Audrey mencemaskan Xander. Audrey takut terjadi sesuatu pada Xander.
“Xander di mana? Kenapa dia tidak kembali juga?” gumam Audrey pelan dan resah. Tadi Xander begitu terburu-buru seperti ingin menemui seseorang. Tapi menemui siapa? Sejak tadi Xander bersama dirinya. Bahkan Xander pun sedang tidak menjawab panggilan telepon.
Saat Audrey masih menunggu di depan restoran tiba-tiba suara gelegar petir terdengar. Refleks, Audrey terkejut. Audrey hendak masuk ke dalam restoran tapi semua terlambat karena hujan turun begitu deras membuat tubuh Audrey basah kuyub.
Audrey sedikit panik karena tubuhnya basah kuyub. Ditambah dia pun tak membawa mobil. Audrey ke sini bersama dengan Xander. Tubuh Audrey sudah menggigil kedinginan. Bibirnya bergetar menahan dingin akibat terkena guyuran hujan.
Hatchiiii
Audrey bersin-bersin. Dinginnya air hujan telah menelusup ke dalam tubuhnya. Audrey ingin pergi meninggalkan tempat itu tapi Audrey takut kalau Xander mencarinya. Akan tetapi Audrey menyadari tak mungkin dia terus berada di sini terlebih tubuhnya sudah dalam keadaan basah kuyub.
“Lebih baik aku pulang saja,” ucap Audrey menahan rasa kesalnya. Detik selanjutnya, Audrey menuju ke halte, dan terpaksa Audrey menghentikan taksi. Audrey tak memiliki pilihan lain. Audrey terpaksa pulang menggunakan taksi. Bisa saja Audrey menelepon sopir untuk menjemputnya namun itu pasti akan memakan waktu untuk menunggu.
***
“Berengsek!” Xander mengumpat kasar seraya menghempaskan tubuhnya ke sofa apartemennya. Tampak raut wajah Xander begitu kacau. Pria itu mengusap wajahnya kasar. Emosi terkumpul dalam dirinya seakan ingin meledak.
Sejenak, Xander berusaha untuk mengendalikan emosi. Xander memejamkan mata singkat. Wajahnya menunjukan raut wajah yang begitu frustrasi. Tadi siang Xander berusaha mengejar sosok wanita yang sangat mirip dengan sosok wanita yang Xander cari-cari selama ini. Akan tetapi sayangnya Xander tadi kehilangan jejak dan tak bisa menemukannya.
Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Xander mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan segera menginterupsi orang yang mengetuk pintu untuk segera masuk. Sebelum kembali ke apartemen, Xander meminta Chad—asistennya untuk datang.
“Tuan Xander,” sapa Chad sopan.
Xander membuka matanya, menatap dingin asistennya yang ada di hadapannya. “Kau sudah mencari tahu di mana Serry berada?” tanyanya dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Xander meminta Chad untuk mencari keberadaan Serry—wanita yang sejak dulu ada di hati Xander. Namun, wanita itu juga yang menghilang dan menghindar darinya. Sejak dulu Xander sudah mencari keberadaan Serry. Namun kenyataannya Xander tak bisa menemukan Serry.
“Maaf, Tuan Xander. Saya sudah melihat list data pendatang di Roma tidak ada yang bernama Serry Ace. Saya yakin tadi pasti Anda salah melihat,” jawab Chad memberitahu Xander.
Xander mengembuskan napas kasar. Tujuh tahun sudah Xander mencari-cari keberadaan Serry. Namun tak ada satu pun petunjuk yang menunjukan keberadaan Serry.
Setiap kali mengingat moment di mana dirinya berpisah dengan Serry selalu membuat hati Xander sesak. Perpisahannya dengan Serry dikarenakan dirinya yang begitu pengecut terlalu lama bertindak dalam memperjuangkan hubungan mereka.
“Kau boleh pergi, Chad. Selesaikan pekerjaanmu yang lain,” ucap Xander dingin dan tegas.
“Maaf, Tuan Xander. Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda,” ujar Chad dengan serius.
“Ada apa?” Xander menatap lekat Chad.
“Tadi di jalan saya tidak sengaja bertemu dengan Tina, asisten Nona Audrey. Tina sedang menuju apotek membeli obat. Tina mengatakan Nona Audrey sakit karena kehujanan,” jawab Chad yang langsung membuat Xander mengerutkan keningnya.
“Audrey sakit?” Xander terdiam beberapa saat. Ingatan Xander langsung mengingat tadi siang dirinya meninggalkan Audrey di restoran. Pun tadi sempat turun hujan. Apa Audrey menunggunya di luar sampai kehujanan? Shit! Bodoh! Xander mengumpati kebodohan Audrey kalau benar wanita itu rela menunggunya sampai kehujanan.
“Benar, Tuan. Nona Audrey sakit. Tapi beliau tidak mau diperiksa dokter. Itu kenapa Tina pergi ke apotek mencari obat untuk Nona Audrey,” jawab Chad melaporkan.
“Di mana Audrey sekarang?” tanya Xander dingin namun tersirat nada yang sedikit khawatir.
“Nona Audrey sekarang ada di apartemen pribadinya, Tuan,” jawab Chad lagi.
Tanpa banyak bicara, Xander menyambar jaket kulit dan kunci mobilnya—lalu pria itu berlari meninggalkan apartemennya, menuju parkiran mobil. Tak ada pilihan lain, Xander harus menemui Audrey. Xander tak mau disalahkan jika sampai terjadi sesuatu pada wanita bodoh itu. Jika saja Audrey tak menunggunya; maka Audrey tak akan sakit.
Xander melajukan mobil sport miliknya dengan kecepatan di atas rata-rata. Tampak raut wajah pria itu begitu dingin dan sorot mata begitu tajam. Jika saja Chad tak memberitahukan dirinya kalau Audrey sakit; maka sudah pasti Xander lupa kalau tadi siang dia meninggalkan Audrey di restoran. Kala itu pikirannya hanya dipenuhi oleh sosok wanita yang mirip dengan wanita yang selalu ada di hati dan pikirannya.Mobil yang dilajukan Xander memasuki gedung apartemen di mana unit apartemen Audrey berada. Sebenarnya Audrey biasa tinggal bersama dengan keluarga. Hanya saja kalau di moment-moment tertentu Audrey memilih menginap di apartemen pribadi wanita itu.Xander turun dari mobil dan segera menuju unit apartemen di mana Audrey berada. Menjalin hubungan sejak lama dengan Audrey tentu Xander mengetahui segalanya tentang Audrey. Termasuk sifat bodoh dan naif wanita itu.Saat tiba di depan unit apartemen Audrey, Xander segera menekan password apartemen Audrey. Dan ketika pintu berhasil terbuka, Xa
Sudah tiga hari Audrey sakit dan tak melakukan aktivitas apa pun selain hanya istirahat di apartemen. Seluruh pekerjaan Audrey, terpaksa ditangani sepenuhnya oleh asistennya. Audrey memang memimpin salah satu perusahaan cabang milik keluarganya.Audrey memiliki dua adik laki-laki yang masih berusia sangat muda. Adik laki-laki Audrey nomor dua berusia 17 tahun dan adik laki-laki bungsu berusia 15 tahun. Kedua adik laki-lakinya masih terlalu muda. Jika saja kedua adik Audrey sudah tumbuh dewasa pasti Audrey akan sedikit bersantai mengurus perusahaan.Tiga hari ini, Audrey tak memberitahukan kedua orang tuanya kalau dirinya sakit. Pasalnya Audrey tak ingin membuat kedua orang tuanya mencemaskan dirinya. Karena Audrey tahu kalau saja kedua orang tuanya mengetahui dirinya sakit, maka pasti kedua orang tuanya akan panik. Meski sudah berusia 23 tahun tapi Audrey kerap diperilakukan seperti anak kecil. Mungkin itu juga alasan di mana Audrey terkadang bersikap kekanakan.Selama Audrey sakit Xa
Mobil yang membawa Xander dan Audrey telah memasuki gedung pencakar langit yang ada di Roma milik Forster Group. Xander dan Audrey bersamaan turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam perusahaan.beberapa staff yang ada di area lobby menyapa Xander dan Audrey dengan ramah. Pun Audrey membalas sapaan para staff dengan senyuman samar di wajahnya. Sedangkan Xander sama sekali tak merespon. Pria itu hanya memberikan wajah dingin seolah tak ingin ditegur.“Selamat pagi Tuan Xander, Nona Audrey,” sapa Chad—asisten Xander menyapa Xander dan Audrey yang baru saja keluar dari lift.“Hi, Chad. Apa kabar?” tanya Audrey ramah.“Saya baik, Nona. Bagiamana dengan Anda? Terakhir saya dengar Anda sedang kurang sehat,” ujar Chad ramah dan sopan.“Aku baik, Chad. Terima kasih sudah mencemaskanku.” Audrey memberikan senyuman hangat pada asisten tunangannya itu.“Chad, apa dokumen yang aku minta sudah kau siapkan?” tanya Xander dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Sudah, Tuan. Saya sudah siapkan
“Xander, temanmu sudah pulang?” Audrey menatap Xander yang melangkah mendekat padanya. Satu harian ini Audrey berdiam diri di kamar pribadi Xander yang ada di ruang kerja tunangannya itu.Tak ada yang Audrey lakukan selain bermain sosial media, belanja online, ataupun membaca majalah. Semua Audrey lakukan demi menuruti permintaan Xander yang menginginkan dirinya untuk patuh selama ikut ke kantor tunangannya itu.“Sudah.” Xander menjawab dingin pertanyaan Audrey kala tiba di depan wanita itu.Audrey bangkit berdiri dari tempat duduknya, lalu memeluk erat Xander sambil berkata, “Aku tidak ingat temanmu yang bernama Dylan. Apa benar aku pernah bertemu dengannya?”“Dia yang melihatmu. Kau tidak pernah melihatnya,” jawab Xander lagi datar. Pria itu tak membalas pelukan Audrey. Pun tak menolak pelukan Audrey.“Ah, begitu.” Audrey menganggukan kepalanya dari dalam pelukan Xander. Lantas Audrey mengurai pelukannya sebentar dan bertanya ingin tahu, “Tadi Dylan ke sini karena memiliki bisnis de
Awan terang mulai menghilang tergantikan awan gelap. Jam dinding menunjukan pukul delapan malam. Xander sudah menyudahi semua pekerjaannya. Pria itu ingin segera kembali ke apartemennya namun ingatan Xander mengingat kalau Audrey berada di dalam kamarnya. Sejak tadi Audrey tak pernah mau pulang duluan. Terpaksa Xander harus ke kamar pribadinya—di mana Audrey berada.“Tuan Xander?” sapa Chad sopan di kala berpapasan dengan Xander yang ingin masuk ke dalam kamar.“Apa yang dilakukan Audrey?” tanya Xander dingin, dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Nona Audrey sudah tidur, Tuan,” jawab Chad memberi tahu.Xander mendecakan lidahnya. Dia meminta Audrey untuk pulang duluan tapi wanita itu tak mau. Tapi malah sekarang wanita itu tertidur. Shit! Menyusahkan saja! “Aku akan menemui Audrey,” ucap Xander dingin dan datar.“Baik, Tuan.” Chad mempersilahkan Xander untuk masuk ke dalam kamar.Xander segera masuk ke dalam kamar pribadinya. Chad pun langsung menundukan kepala kala Xander sudah pergi
Persiapan pernikahan Audrey dan Xander bisa dikatakan hampir seratus persen. Segala kebutuhan yang diperlukan sudah selesai. Mulai dari gedung, souvenir, dekorasi, gaun pengantin dan segalanya yang diperlukan dalam proses pernikahan telah diurus.Tentu Audrey tak mengurus pernikahannya sendiri. Keluarga besar Audrey dan keluarga besar Xander turut terlibat dalam proses persiapan pernikahan. Terlebih Audrey dan Xander sama-sama anak pertama di keluarga. Itu yang membuat persiapan pernikahan haruslah matang dan sempurna.Di awal sebelum persiapan pernikahan memang Athes dan Marco memang sudah meminta pernikahan Audrey dan Xander haruslah meriah. Bahkan tamu udangan yang hadir akan sangat banyak. Pun pernikahan Audrey dan Xander haruslah disorot oleh media.Well, sebenarnya Xander hanya menginginkan pernikahan yang sederhana tapi Athes dan Marco tak sependapat dengan keinginan Xander. Akhirnya Xander pun memilih mengalah dan membiarkan keluarganya serta keluarga Audrey yang mempersiapkan
Para pelayan mondar-mandir begitu sibuk mengantarkan segala kebutuhkan sang pengantin yang kini tengah dirias. Ya, hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan Audrey. Hari di mana Audrey akan menikah dengan pria yang begitu dia cintai.Tak pernah Audrey sangka kalau hari ini akan terjadi dalam hidupnya. Mimpi yang selama ini Audrey impikan selangkah lagi akan terwujud. Dan hal itu yang membuat Audrey menunjukan wajah yang bahagia.“Perfect,” ucap sang make-up artist kala sudah merias wajah Audrey. “Anda sangat cantik, Nona. Mata Anda benar-benar indah. Oh astaga, wajah Anda mirip seperti boneka. Tuhan benar-benar memberikan kesempurnaan pada Anda.”Audrey tersenyum. “Terima kasih banyak. Ini juga karena berkat tanganmu.”“Tidak, Nona. Ini bukan hanya karena riasan wajah tapi karena memang Anda sangat cantik,” puji sang make-up artist. “Baiklah, Nona, mari saya bantu untuk menggantikan gaun pengantin Anda.”Audrey menganggukan kepalanya merespon ucapan sang make-up artist. Lantas
Jepretan kamera tersorot pada Audrey yang melangkah masuk ke dalam ballroom hotel bersama dengan Athes. Ribuan tamu undangan tak henti melihat penampilan Audrey yang begitu memukau layaknya seorang putri raja.Gaun pengantin yang tak terlalu terbuka tapi begitu menunjukan kelas. Tak bisa menampik sosok Audrey Russel selalu dikenal dengan sosok yang mahal. Para wartawan tampak sibuk mengambil gambar Audrey dan Athes yang tengah memasuki ballroom hotel. Pernikahan Xander dan Audrey memang sangat meriah dan mewah sesuati yang diinginkan oleh kedua keluarga besar mereka.Para keluarga sejak tadi pun menatap kagum dan memuja penampilan Audrey. Tak sedikit yang memuji penampilan Audrey hari ini. Diusia yang sudah 23 tahun tapi Audrey memiliki paras yang awet muda. Orang berpikir kalau Audrey belum sampai diusia 20 tahun. Wajah mirip boneka itu jarang memakai riasan tebal. Bahkan di hari penting pernikahan saja Audrey memakai riasan flawless namun malah membuat wanita itu semakin sangat can