“Audrey, kenapa kau memakai pakaian itu,” geram Xander menahan emosi tepatnya pria itu menahan hasratnya. Tak munafik, Xander adalah pria normal. Seks tidak memerlukan cinta.“Memangnya aku harus memakai apa? Bikini?” Audrey dengan berani duduk di pangkuan Xander. Melingkarkan tangannya ke leher Xander dan memberikan kecupan di bibir sang suami.“Audrey. Tidurlah, ini sudah malam.” Xander hendak menurunkan tubuh Audrey yang duduk di pangkuannya. Namun alih-alih menurut malah Audrey semakin menekan dadanya menempel pada dada Xander.“Aku belum mau tidur sekarang, Xander.” Audrey membawa tangan Xander, dan meletakannya ke dadanya. “Touch me, Xander, please,” bisiknya sensual.‘Shit!’ Xander mengumpat dalam hati kala Audrey menggodanya. Tanpa sadar, Xander pun memberikan remasan di payudara Audrey.“Audrey, jangan melakukan hal yang akan kau sesali nanti.” Xander ingin menjauhkan tangannya dari payudara Audrey, namun Audrey menahan tangan Xander.“Aku tidak akan pernah menyesalinya, Xand
Xander menyesap vodka di tangannya. Waktu menunjukan pukul lima pagi. Di luar masih gelap. Xander terbangun dikala dirinya memimpikan satu sosok wanita yang dia selama ini rindukan. Sayang semua itu hanyalah mimpi. Bukan kenyataan.Xander tahu wanita itu telah pergi dan tak mungkin kembali padanya. Sampai detik ini, takdir tak pernah mempertemukannya pada sosok wanita yang dia rindukan. Semua mengartikan mungkin memang dirinya tak bisa bersatu dengan sosok wanita yang selalu ada di pikiran dan hatinya.Xander mengembuskan napas panjang. Tatapan Xander teralih pada Audrey yang tertidur pulas di ranjang tanpa sehelai benang pun di tubuh Audrey. Hanya selimut tebal yang membungkus tubuh Audrey.Xander memejamkan mata singkat. Benak Xander memikirkan apa yang terjadi tadi. Pria itu tak pernah mengira kalau dia lepas kendali. Padahal sejak awal Xander berusaha menahan diri.Sebagai pria normal rasanya sulit untuk mengendalikan diri. Xander tak menampik kalau Audrey memang sangat cantik dan
Jam dinding menunjukan pukul sepuluh pagi. Setelah selesai mandi, kini Audrey menikmati sarapan di kamar bersama dengan Xander. Hotel mewah yang menjadi tempat di mana Audrey dan Xander mengadakan resepsi pernikahan adalah hotel mewah milik keluarga Audrey dari sisi sang ibu.Saat resepsi pernikahan Audrey dan Xander berakhir, seluruh keluarga besar Audrey dan Xander pulang ke rumah mereka. Tak ada satu pun yang menginap di hotel demi membuat Audrey dan Xander merasa nyaman tak ada yang membuntuti. “Xander, nanti kita tinggal di mana?” tanya Audrey seraya menikmati sarapannya.“Setelah kita sarapan, kita akan ke apartemen baru. Aku sudah meminta orangku membeli apartemen yang lebih besar untuk kita,” jawab Xander datar.“Apa kita tinggal di penthouse?”“Aku juga sudah membeli penthouse dan mansion tapi sekarang lebih baik kita tinggal di apartemen biasa saja. Kita juga baru menikah. Mungkin tiga bulan atau enam bulan lagi kau bisa tentukan ingin kita tinggal di penthouse atau di mans
“X-Xander?”Tubuh Xander membeku menatap mata cokelat wanita yang berdiri di hadapannya. Sesaat, Xander dan wanita itu saling bertatapan begitu dalam seperti tersesat di dalam hutan dan tak bisa kembali.Mereka seolah lupa kalau di tempat itu tak hanya mereka berdua saja. Pun Xander benar-benar lupa kalau Audrey sejak tadi memeluknya. Tatapan Xander mengisyaratkan kalau dunia pria itu hanya tertuju pada sosok wanita cantik yang berdiri di hadapannya.“Apa kalian saling mengenal?” tanya Audrey yang sukses membuat Xander dan sosok wanita di hadapan Xander menghentikan tatapan itu. Terlihat jelas sang wanita menjadi salah tingkah.Ya, Audrey mendengar saat wanita di hadapannya itu memanggil nama ‘Xander’, namun sayangnya Audrey tak mengenali wanita di hadapannya itu. Audrey berusaha mengingat tapi tetap juga tak mengenalinya.“Oh, maaf. Aku hanya terkejut teman semasa kuliahku,” ucap wanita itu dengan tenang dan memalingkan pandangannya tak mau melihat Xander.“Teman semasa kuliah?” Keni
“Xander, ayo kita masuk ke dalam apartemen kita. Aku lelah, Xander. Aku ingin istirahat,” ucap Audrey manja, tak sabar ingin masuk ke dalam apartemennya.“Ya,” jawab Xander singkat seraya mulai menjauhkan tatapannya dari unit apartemen Serry. Pria itu membawa Audrey masuk ke dalam apartemen baru yang sudah dia beli. Hati dan pikiran Xander begitu berkecamuk tak menentu.Saat tiba di apartemen baru, Xander membawa Audrey masuk ke dalam kamar mereka. Kamar yang bernuansa abu-abu dipadukan dengan silver sukses menjadikan kamar itu sangat berkelas dan mewah. Kamar berukuran besar dan telah didesign rapi.“Audrey, kau istirahatlah. Aku harus memeriksa pekerjaanku,” kata Xander dingin.“Memangnya kau tidak libur? Bukankah kita baru saja menikah? Kenapa tidak ambil cuti satu atau dua hari?” ujar Audrey dengan bibir tertekuk. Padahal kemarin baru saja mereka menikah. Tapi kenapa Xander malah langsung bekerja?“Ada dokumen yang harus aku periksa, Audrey. Mengertilah,” jawab Xander dingin dan t
“I found you, Serry.” Xander berbisik serak tepat di depan bibir Serry. Pria itu menekan tubuh Serry agar tak bisa berontak. Manik mata cokelat Xander bertemu dengan manik mata cokelat Serry. Xander pun melihat kemerahan di mata Serry. Xander yakin kalau tadi Serry menangis.Senyuman patah di wajah Serry terlukis kala mendengar apa yang Xander katakan. Senyuman yang tak sempurna menunjukan kerapuhan dan luka mendalam. “Pergilah, Xander. Istrimu menunggumu. Aku tidak mau mengganggu suami orang,” ucapnya lirih menahan air mata yang nyaris keluar.Xander mengembuskan napas kasar. Perlahan Xander melepaskan Serry dari kungkungannya. “Ke mana saja kau, Serry? Aku nyaris gila mencarimu!” serunya dengan nada tinggi.Xander tak mengindahkan ucapan Serry yang memintanya untuk pergi. Selama ini pria itu tak pernah lelah mencari keberadaan Serry, dan sekarang dirinya dipertemukan dengan Serry dalam keadaan yang begitu rumit.“Untuk apa kau mencariku, Xander? Aku tanya padamu, untuk apa lagi? Buk
Xander nyaris tak mampu berkata-kata di kala rasa bersalah menyelimutinya, namun dia tak mungkin hanya diam saja. Jika dulu dirinya pernah kehilangan Serry, sekarang dirinya tak akan membiarkan sosok wanita yang dia cintai kembali pergi.“Kau salah, Serry. Siapa yang mengatakan kita tidak bisa bersama? Bukankah dulu sebelum kau meninggalkanku; kau mengatakan kalau kita bertemu lagi artinya memang kita ditakdirkan bersama?”Xander membalikan ucapan Serry. Tak mungkin Xander lupa kata-kata Serry yang pernah mengatakan kalau mereka kembali bertemu; maka artinya takdir memang mendukung hubungan mereka.“Itu tidak berlaku lagi! Kau telah memiliki istri, Xander! Kalau saja kau belum menikah dengan Audrey, maka kata-kataku akan tetap berlaku! Sekarang kondisinya sudah berubah!” seru Serry dengan air mata yang kembali berlinang. Nadanya bergetar pilu. Ingatannya terus teringat di kala Xander memperkenalkan Audrey sebagai istrinya. Hancur hatinya tak bisa lagi tertahankan.“Aku tidak peduli de
Mata Audrey mengerjap beberapa kali dan menggeliat kala dia telah terbangun dari tidurnya. Perlahan, Audrey mengalihkan pandangannya—ke arah jam dinding—waktu menunjukan pukul empat sore. Tampak mata Audrey melebar melihat sudah jam empat sore. Astaga! Audrey tertidur lama sekali.“Ck! Kenapa aku tidur siang kenapa sampai lama sekali?” Audrey bergumam kesal pada diri sendiri. Lantas, Audrey menoleh ke samping—melihat ke ranjang di mana seharusnya Xander berada.Namun, sayangnya Audrey harus menelan kekecewaan kala tak ada Xander di sampingnya. Padahal seharusnya, Xander ada di sisinya. Sebelum Audrey tidur siang, wanita itu sudah berpesan pada Xander untuk segera menyusulnya. Tapi kenapa Xander sampai detik ini belum juga menyusulnya?Audrey mengembuskan napas panjang. Wanita itu menyibak selimut, dan turun dari ranjang. Mungkin Xander memiliki banyak pekerjaan. Itu yang ada dalam benak wanita itu.Audrey melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Audrey hendak menuju dapur untuk mengamb