Xander nyaris tak mampu berkata-kata di kala rasa bersalah menyelimutinya, namun dia tak mungkin hanya diam saja. Jika dulu dirinya pernah kehilangan Serry, sekarang dirinya tak akan membiarkan sosok wanita yang dia cintai kembali pergi.“Kau salah, Serry. Siapa yang mengatakan kita tidak bisa bersama? Bukankah dulu sebelum kau meninggalkanku; kau mengatakan kalau kita bertemu lagi artinya memang kita ditakdirkan bersama?”Xander membalikan ucapan Serry. Tak mungkin Xander lupa kata-kata Serry yang pernah mengatakan kalau mereka kembali bertemu; maka artinya takdir memang mendukung hubungan mereka.“Itu tidak berlaku lagi! Kau telah memiliki istri, Xander! Kalau saja kau belum menikah dengan Audrey, maka kata-kataku akan tetap berlaku! Sekarang kondisinya sudah berubah!” seru Serry dengan air mata yang kembali berlinang. Nadanya bergetar pilu. Ingatannya terus teringat di kala Xander memperkenalkan Audrey sebagai istrinya. Hancur hatinya tak bisa lagi tertahankan.“Aku tidak peduli de
Mata Audrey mengerjap beberapa kali dan menggeliat kala dia telah terbangun dari tidurnya. Perlahan, Audrey mengalihkan pandangannya—ke arah jam dinding—waktu menunjukan pukul empat sore. Tampak mata Audrey melebar melihat sudah jam empat sore. Astaga! Audrey tertidur lama sekali.“Ck! Kenapa aku tidur siang kenapa sampai lama sekali?” Audrey bergumam kesal pada diri sendiri. Lantas, Audrey menoleh ke samping—melihat ke ranjang di mana seharusnya Xander berada.Namun, sayangnya Audrey harus menelan kekecewaan kala tak ada Xander di sampingnya. Padahal seharusnya, Xander ada di sisinya. Sebelum Audrey tidur siang, wanita itu sudah berpesan pada Xander untuk segera menyusulnya. Tapi kenapa Xander sampai detik ini belum juga menyusulnya?Audrey mengembuskan napas panjang. Wanita itu menyibak selimut, dan turun dari ranjang. Mungkin Xander memiliki banyak pekerjaan. Itu yang ada dalam benak wanita itu.Audrey melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Audrey hendak menuju dapur untuk mengamb
Audrey tiba di depan pintu apartemen Serry, wanita itu memencet bell. Raut wajah nya terlihat senang. Selama ini memang Audrey tak terlalu memiliki banyak teman dekat. Sejak kecil memang ruang pertemanan Audrey dibatasi.Hanya beberapa orang yang bisa dekat dengannya. Lebih tepatnya Audrey paling dekat dengan sepupunya sendiri. Jadi kalau Audrey memiliki teman baru tentu saja Audrey akan sangat senang.Ceklek! Pintu apartemen Serry terbuka. Refleks, Serry terkejut kala melihat Audrey di hadapannya. Tubuh Serry membeku. Raut wajah Serry begitu memucat seperti tengah bertemu dengan seseorang yang telah dia sakiti.“A-Audrey? K-kau di sini?” Serry berusaha untuk bersikap biasa kala melihat Audrey.Audrey tersenyum. “Hi, Serry. Apa aku mengganggumu?”“Oh, tidak. Kau sama sekali tidak mengganggu. Ada apa, Audrey?” tanya Serry yang tak mengerti kenapa ada Audrey di hadapannya.“Aku ke sini karena ingin mengundangmu makan malam bersama. Apa kau bisa, Serry?” tanya Audrey dengan senyuman di
Keadaan ruang makan menjadi canggung, di kala Audrey mengajukan pertanyaan pada Serry. Sebuah pertanyaan, yang nampaknya sangat rumit untuk Serry jawab. Pun Xander yang ada di sana terkejut akan apa yang telah Serry tanyakan.“Pelan-pelan, Serry.” Audrey segera mengambil air putih untuk Serry.Serry menerima air putih itu dan meminumnya perlahan. “Terima kasih, Audrey.” Wanita itu meletakan kembali gelas yang masih berisikan setengah air putih ke atas meja. “Hm, maaf, tadi kau tanya apa, Audrey?” ujarnya pelan, berpura-pura tak mendengar akan apa yang telah Audrey tanyakan.“Aku bertanya apa kau sudah memiliki pasangan?” tanya Audrey lagi, seraya menatap Serry penuh kehangatan.“Belum, aku belum punya pasangan, Audrey.” Serry menjawab ucapan Audrey dengan nada pelan, dan membuat Xander menatap Serry lekat-lekat, seolah menunjukan Xander tak suka dari jawaban Serry.“Kau sangat cantik, Serry. Semoga kau mendapatkan pria yang terbaik dalam hidupmu,” balas Audrey hangat.Serry tersenyum
Audrey duduk di sofa kamar dengan raut wajah yang muram. Wanita itu baru saja mengantarkan Serry ke depan pintu apartemen bersama dengan Xander, namun Audrey lebih dulu masuk ke dalam kamar, meninggalkan Xander—yang sekarang berada di ruang kerjanya karena menerima telepon dari asistennya.Audrey tampak terdiam. Pancaran mata abu-abu wanita itu begitu lemah memendung kesedihan yang mendalam. Dalam benak Audrey memikirkan kejadian tadi, kejadian di mana Audrey menumpahkan cake di baju Serry dan Xander begitu peduli pada Serry. Sungguh, hati Audrey sangat sakit dan sesak. Bahkan tadi Xander sampai membentak dirinya.Audrey sudah berusaha menyingkirkan pikiran negative, tapi Audrey tak bisa dipungkiri Audrey cemburu karena Xander menunjukan peduliannya pada Serry. Kepedulian yang menunjukan melampui batas pertemanan.Tidak! Tidak mungkin! Audrey buru-buru menepis segala pikiran buruk yang menerpa benaknya saat ini. Sejak dulu Audrey sangat percaya pada Xander melebihi apa pun yang ada di
ByurrrrAudrey melompat ke dalam kolam renang. Wanita itu berenang dengan gaya bebas. Audrey begitu hebat dalam berenang. Beberapa gerakan dalam berenang dia kuasai. Cuaca pagi yang cerah, Audrey memilih untuk berenang. Air dingin yang menerpa kulitnya membuat Audrey terasa segar. Rasa penat dan lelah di tubuhnya seakan lenyap. Hingga ketika Audrey sudah puas berenang, wanita itu muncul di permukaan—lalu naik ke tepi kolam. Tepat disaat Audrey sudah naik ke tepi kolam, sudah ada satu pelayan yang memberikan handuk dan bathrobe untuk Audrey.“Terima kasih,” ucap Audrey kala sang pelayan memberikan handuk padanya. Wanita itu pun segera memakai bathrobe dan melilit rambutnya dengan handuk.“Nyonya, tadi Tuan Xander mencari Anda. Beliau juga baru selesai berolah raga,” ujar sang pelayan dengan sopan memberitahu tahu. Audrey.Audrey terdiam beberapa saat. Tadi pagi, Xander bangun lebih awal karena pria itu berolah raga. Sedangkan Audrey pun memilih untuk berenang. Bisa dikatakan pagi ini
Serry menghela napas pelan seraya meremas ponsel di tangannya. Tampak Serry sedikit gelisah. Sudah hampir sepuluh menit setelah Serry mengirimkan pesan untuk Xander, tapi malah Xander tak kunjung muncul. Padahal Serry berharap sekali kalau Xander langsung datang kala dirinya memberi pesan padannya.“Apa Xander tidak datang, ya?” gumam Serry gelisah.Serry mendecakan lidahnya pelan. Ada sesuatu hal menyelinap dalam hati dan pikirannya yang membuat wanita itu tak tenang. Sungguh, Serry merasa tak nyaman akan ini semua.Saat Serry tengah mondar-mandir gelisah; tiba-tiba Serry mendengar suara bell pintu apartemennya berbunyi. Refleks, Serry langsung berlari ke arah pintu dan membuka kenop pintu apartemennya itu.“Xander?” Seketika senyuman di wajah Serry terlukis melihat Xander tiba di hadapannya. Detik berikutnya, Serry menarik tangan Xander masuk ke dalam apartemennya, menutup pintu apartemen—dan langsung memeluk tubuh Xander begitu erat. Pun Xander membalas pelukan Serry tak kalah erat
Raut wajah Xander berubah kala membaca pesan masuk dari Dylan. Pancaran mata Xander menunjukan jelas kobaran kemarahan. Rahangnya mengetat. Sorot mata tajam menakutkan seperti ingin membunuh.“Berengsek!” umpat Xander kasar.“Xander, kau kenapa?” tanya Serry bingung melihat Xander yang begitu marah.Xander tak henti meloloskan umpatan kasar dalam hatinya. Xander tak mengerti kenapa bisa Dylan mengetahui alamat apartemen barunya. Padahal, belum ada satu pun yang tahu alamat apartemen barunya kecuali asistennya sendiri. Bahkan keluarganya ataupun keluarga Audrey belum juga tahu alamat apartemen terbarunya. Tapi kenapa Dylan bisa tahu?“Xander?” tegur Serry kala Xander hanya diam dan tak mengatakan sepatah kata pun padanya.“Serry, aku harus pergi sekarang. Ada hal penting yang harus aku kerjakan.” Xander berucap seraya mengecup kening Serry, namun Serry segera menahan lengan Xander.“Xander, jangan pergi,” pinta Serry yang tak rela Xander pergi.Xander membelai pipi Serry. “Maaf, aku ha