Raut wajah Xander berubah kala membaca pesan masuk dari Dylan. Pancaran mata Xander menunjukan jelas kobaran kemarahan. Rahangnya mengetat. Sorot mata tajam menakutkan seperti ingin membunuh.“Berengsek!” umpat Xander kasar.“Xander, kau kenapa?” tanya Serry bingung melihat Xander yang begitu marah.Xander tak henti meloloskan umpatan kasar dalam hatinya. Xander tak mengerti kenapa bisa Dylan mengetahui alamat apartemen barunya. Padahal, belum ada satu pun yang tahu alamat apartemen barunya kecuali asistennya sendiri. Bahkan keluarganya ataupun keluarga Audrey belum juga tahu alamat apartemen terbarunya. Tapi kenapa Dylan bisa tahu?“Xander?” tegur Serry kala Xander hanya diam dan tak mengatakan sepatah kata pun padanya.“Serry, aku harus pergi sekarang. Ada hal penting yang harus aku kerjakan.” Xander berucap seraya mengecup kening Serry, namun Serry segera menahan lengan Xander.“Xander, jangan pergi,” pinta Serry yang tak rela Xander pergi.Xander membelai pipi Serry. “Maaf, aku ha
“Xander? Kau sudah pulang?” Audrey tersenyum kala melihat Xander mendekat padanya. Wajah polos Audrey menatap wajah Xander yang jelas menunjukan amarah tertahan. Sorot mata tajam Xander membuat Audrey menciut.Audrey tak mengerti ada apa dengan Xander yang baru saja pulang langsung memasang wajah marah padanya. Sedangkan Dylan yang berdiri di samping Audrey memasang wajah tanpa dosa. Karena memang Dylan merasa tidak bersalah sama sekali.“Kenapa kau tadi berpelukan dengan Dylan?” Xander tak basa-basi pada Dylan. Nadanya dingin penuh tuntutan. Pria itu langsung menegur Audrey, meminta penjelasan pada Audrey.Mendengar pertanyaan Xander membuat Audrey langsung mendekat, dan memeluk lengan suaminya itu, sambil berkata, “Tadi aku mau jatuh, Xander. Beruntung tadi Dylan menangkap tubuhku. Kalau tidak pasti aku akan jatuh.”Mata Xander menatap dingin dan tajam Dylan yang berdiri di hadapannya. Meski sudah mendengarkan penjelasan Audrey tetap saja amarah Xander masih membakar dirinya. Xander
Kening Audrey mengerut, tatapannya semakin menatap bingung Xander. “Aku bukan berpelukan dengan Dylan. Tadi itu aku tersandung dan hampir jatuh. Harusnya malah kau berterima kasih pada Dylan. Kalau saja Dylan tidak menangkap tubuhku pasti aku akan jatuh, Xander.” Audrey berusaha menjelaskan pada Xander.Napas Xander memburu. Menunjukan emosi yang tertahan. Benak Xander terus mengingat kala Dylan memeluk pinggang Audrey. Ditambah Audrey memakai dress tipis dan seksi. Membuat amarah dalam diri Xander terkumpul menjadi satu.“Xander, kau masih marah?” Audrey melangkahkan kakinya kian mendekat pada Xander. Namun, dikala baru saja Audrey tiba di depan Xander; Xander langsung menarik tengkuk leher Audrey, melumat dengan liar bibir Audrey. Refleks, Audrey terkejut kala Xander melumat bibirnya. Ciuman itu begitu agresif hingga membuat Audrey kewalahan.“Xander—” Audrey berusaha mengambil napas di sela-sela ciuman itu.“Kau harus dihukum, Audrey,” bisik Xander penuh ancaman tepat di depan bibi
Xander berdiri di balkon kamar seraya mengisap rokok, dan mengembuskan asap ke udara. Sorot mata lurus ke depan, dengan pikiran yang memikirkan jutaan hal. Tampak raut wajah Xander dingin dan tegas itu seperti kacau karena ada hal yang mengusik pikirannya.Xander menegak whisky-nya. Memejamkan mata singkat. Sungguh, Xander tak pernah mengira amarahnya telah melahap hingga lepas kendali menyentuh Audrey untuk kesekian kali. Xander tak mengerti kenapa dia sampai melampui batas seperti ini.Dinding pertahanan dibangun tinggi seolah runtuh dan tak tersisa. Xander menyadari dirinya tak bisa mengendalikan diri jika sudah berada di dekat Audrey. Ya, mungkin saja semua ini karena posisi Audrey adalah istri resminya. Itu kenapa Xander tak mampu mengendalikan diri.Xander menekan putung rokok ke asbak. Lantas pria itu berbalik, dan hendak masuk ke dalam kamar—di mana Audrey masih terlelap setelah pergulatan panas mereka. Saat Xander tiba di kamar, tatapan Xander melihat Audrey tertidur dengan
“Aw—” ringis Audrey perih kala tubuhnya ditangkap oleh Xander. Tampak Audrey sedikit malu kala tubuhnya ditangkap oleh Xander dalam keadaan telanjang tanpa memakai sehelai benang pun. Meski Xander sudah pernah melihat tubuhnya tapi tetap saja Audrey sedikit malu kalau dalam posisi seperti ini.“X-Xander—”“Masih sakit?” Xander merasa iba melihat Audrey yang meringis kesakitan.Audrey mengangguk lemah. “Iya, masih sakit.”Xander tak banyak bicara. Pria itu bangkit berdiri menggendong tubuh Audrey gaya bridal. Lantas Xander membawa Audrey masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan Audrey hanya patuh kala Xander menggendongnya. Audrey melingkarkan tangannya di leher Xander dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya itu.Saat tiba di dalam kamar mandi, Xander meletakan tubuh Audrey ke dalam jacuzzi. Pun pria itu membantu memberikan aroma sabun susu dicampur lavender di air. Aroma sabun yang kerap dipakai oleh Audrey ketika berendam.“Berendamlah. Aku akan menunggumu di luar.” Xander h
“Xander, jadi malam ini kita datang ke undangan jamuan makan malam perusahaan Dylan?” ujar Audrey bertanya pada Xander yang tengah minum kopi susu. Seperti biasa saat pagi menyapa, mereka sarapan bersama. Namun, mereka tak sarapan di ruang makan. Mereka sarapan di kamar sesuai keinginan Xander yang sedang malas makan di ruang makan.Xander meletakan cangkir yang berisikan kopi susu ke atas meja, lantas Xander menatap Audrey lekat. “Ya,” jawabnya dingin dan datar merespon ucapan Audrey.Audrey menganggukan kepalanya. “Untung aku memiliki stock gaun terbaru, Xander. Kalau saja aku tidak memiliki stock gaun terbaru, aku pasti pusing harus memakai gaun apa di pesta nanti malam.”“Kau selalu memiliki banyak gaun terbaru, Audrey. Bukankah ibuku dan ibumu nyaris setiap hari mengirimkanmu gaun terbaru?” Xander mendengkus kasar mendengar ucapan Audrey.Audrey meringis malu. Apa yang dikatakan oleh Xander adalah benar. Hampir setiap hari Audrey selalu mendapatkan kiriman gaun terbaru dari peran
“Xander! Lepaskan aku!” Serry berontak kala Xander menariknya masuk ke dalam ruang kerja pria itu.Xander mendorong tubuh Serry, membenturkan punggung Serry ke dinding. Menghimpit tubuh wanita itu hingga kesulitan bergerak. “Kenapa kau selalu saja tidak percaya padaku, Serry?” serunya menekankan.Serry nyaris tertawa kala mendengar ucapan Xander. “Kenapa aku harus percaya padamu? Kau tidak membalas pesanku. Tidak juga mengangkat teleponku. Kemarin kau pergi begitu saja meninggalkanku. Apa yang kau lakukan dengan Audrey sampai-sampai kau sesibuk itu, Xander?” jawabnya menahan amarah dengan mata yang sudah berkaca-kaca.“Serry, ini tidak seperti yang kau pikir.”“Lalu bagaimana, hah? Kapan kau akan menceraikan Audrey? Kapan, Xander? Kau bilang kau hanya mencintaiku. Tapi kenapa sulit sekali kau melepaskan Audrey?”Xander mengembuskan napas kasar seraya memejamkan mata singkat. “Serry, berikan aku waktu sebentar. Semua ini tidak mudah.”“Semua mudah kalau memang kau hanya mencintaiku. Le
“Audrey! Kau itu kenapa lama sekali? Ini sudah hampir jam 7, Audrey.” Suara Xander berseru meminta Audrey agar cepat. Sudah dua jam Audrey berias di kamar tapi belum juga Audrey muncul.Hal yang paling konyol adalah pesta undangan jamuan makan malam Dylan ada di jam 7 malam. Well, itu sama saja Audrey membuatnya datang terlambat. Padahal Xander paling benci kalau datang ke suatu pesta terlambat. Ini tak berlaku hanya pesta saja tapi memang Xander membenci orang yang tidak bisa datang tepat waktu di sebuah acara.Xander mendecakan lidahnya seraya melirik arloji yang ada di tangannya sekilas. Raut wajah Xander menunjukan jelas rasa kesal dan kemarahannya. Jika dalam lima menit Audrey belum juga muncul; maka Xander akan menarik Audrey keluar dari kamar. Tak peduli Audrey sudah selesai berias ataupun belum.Xander mengatur napasnya seraya memejamkan mata singkat. Jarum jam bergerak cepat menunjukan detik dan menit telah berganti. Hingga ketika, kesabaran Xander telah menipis—pria itu hend